LOVE, oil on canvas 60 x 90 Cm. By Nurochman.
Yuni tinggal di sebuah gedung yang lebih banyak menyimpan kesunyian ketimbang keceriaan. Ia mengaku diajak menjadi penghuni gedung sunyi itu sewaktu bertemu seorang teman lelaki di bis antar kota antar propinsi. Sesampainya di gedung yang dijanjikan, di tengah kota pesisir itu, ia jadi semakin kecil. Semakin tipis harapannya memperoleh cahaya baru. Lelaki yang dikiranya dewa penolong itu ternyata bukan superman. Ia malah tak lebih baik dari iblis penghuni gedung tua itu. Maka dengan sisa keberaniannya ia lawan kesengsaraan yang dicurigainya bakal datang berulang. Sampai kemudian hadir angin segar itu. Penduduk kampung Samudra menariknya untuk tinggal di rumah gubug pinggir pesisir. Tuhan telah membuat kisah yang lain untuk nasib Yuni, untuk menetap di sebuah gubug meski beratap rumbia, namun membuatnya bahagia.
Semua orang yang berkunjung ke gubuk itu selalu saja menyayanginya. Ada yang dengan tulus disampaikan karena teringat akan anak gadisnya. Ada pula yang menjanjikan kebaikan karena pamrih pada bagian tubuh perempuannya. Tapi ada juga yang menginginkan ia jadi seniman. Seseorang itu melihat ada kekuatan yang tersembunyi pada diri Yuni sebagai seniman. Namun Yuni tetap saja tampil sederhana. Ia memang gadis cilik yang memiliki mata delik dan alis yang tebal dengan sikap agak bengal, maklum jauh dari Ayah dan Ibunya dan entah ada dimana.
Sikap Yuni yang manja membuat siapapun menjadi tertarik untuk menjaganya. Dari sekian warga kampung segara yang menyayanginya hanya satu yang menganggapnya lebih dari seorang anak. Padahal ia belum menikah apalagi memiliki anak kandung. Saking sayangnya, sampai-sampai isi sakunya rela untuk disumbangkan dan siap diberikan kapan saja Yuni memerlukannya.
Demikian juga disaat muncul sikap remajanya, paman angkatnya itu terus saja menjaganya. Hingga Yuni begitu paham jika dalam hidup ini cukup banyak orang yang baik dan tulus. Anehnya semua orang yang bersikap baik padanya adalah warga muslim kampung segara. Bahkan mereka sangat begitu menghormati agama yang Yuni anut. Maklum sejak kecil Yuni tinggal di rumah panti asuhan yang dikelola yayasan kristiani. Setiap kali Yuni hendak pergi ke Gereja, selalu saja dengan sabar diantar oleh paman angkatnya. Begitu selalu di saat pulang beribadat Paman Mustakim mengajaknya wisata kuliner ke swalayan, dan puncaknya ketika rasa lapar dating, mereka berdua menuju rumah makan khas kota Samudra.
Setelah setahun tinggal di Gubug Seni Samudra, Yuni pun harus meninggalkan Paman angkatnya. Bukan karena ia tidak tahu berterima kasih pada Paman Mustakim. Tapi dalam beberapa bulan memaknai pergaulannya di Kampung segara telah membuka pintu hatinya yang lama tertutup dan penuh tanda tanya. Tak dirasa Yuni kian tumbuh menjadi dewasa. Ia pun harus memilih antara mempertahankan ego dan masa depannya. Ia pun kemudian lebih memilih merima lamaran calon suaminya dari Pulau seberang. Jika dulu ia ragu karena berbeda agama. Kini Yuni tak bisa menolak ingin. ia sudah cukup paham tentang keyakinannya.
"Aku ingin mempelajari Agama kalian lebih dalam," ujar Yuni sebelum pergi ke pulau seberang. Tak seorangpun sudi membiayai kepergian Yuni untuk menemui kekasihnya dan menentukan hidup bersama sebagai suaminya kelak. Sudah dicoba menemui beberapa orang yang dulu baik padanya, tetap saja tak ada jawaban. Untung saja Paman angkatnya yang bernama Mustakim itu masih menyimpan sedikit uang belanja. Dipinjaminya Yuni uang untuk naik bus eksekutif sampai ke kota dimana kekasihnya tinggal dan bekerja.
Sikap Paman angkatnya ini dipandang konyol oleh kawan-kawannya yang menyangka Yuni adalah anak kaburan yang tak jelas dan gemar merayu laki-laki agar disayang. Ternyata apa yang dilakoni Mustakim, Paman Angkatnya itu dengan tulus justru karena perbuatannya selalu saja berujung pada perubahan sikap dan kemurnian hatinya dalam memaknai sikap warga muslim kampung segara. Terbukti kini di pulau seberang, Yuni diterima dengan tangan terbuka penuh kasih dan cinta Mas Didi kekasihnya. merka sudah lama menanti kepastian akan cintanya. Sedang Yuni bertekad bulat untuk merubah keyakinannya masuk Islam. Itu semata bukan karena cinta. Tapi sebuah kesadaran yang tumbuh dari proses menuju kedewasaan berfikir.
"Aku masuk Islam bukan karena cintaku padamu, sayang. Tapi karena pengalamanku mendapat kasih sayang tulus dari banyak orang muslim di kampung Segara di Kota Pesisir Samudra. Mereka dengan tulus ikhlas, tanpa pamrih mencurahkan kasih dan sayangnya padaku. Bahkan mereka sudi mengeluarkan uang beratus ribu untuk kebutuhan makan bahkan softekku. Terutama lagi itu si Paman Mustakim," karena itulah sayang, aku datang dan menentukan pilihan bahwa engkaulah teman hidup dan cinta sejatiku.
Esoknya gerbang Ramadhan pun menjadi pintu yang bercahaya bagi Yuni. Nur Muhammad telah memberkati hidupnya dalam sebuah lingkungan yang baru. Dan, itu dirasakan karena sikap Yuni ditunjukkan dengan rasa yang tulus. ia buktikan bahwa dirinya adalah anak yang baik dan berbakti.
Esoknya atas izin dan rizki yang dicurahkan oleh Allah pada suaminya, Yuni pun mengirimkan kembali uang pinjaman ongkos perjalanannya dari tanag pesisir Samudra ke kota seberang. Paman Mustakim kini tengah duduk terpasung di tembok berukir kayu. Ia tak mengira uang yang diberikan pada Yuni akan kembali. Khabar itu terkirim lewat pesan dari ponsel Yuni. Sebuah sms tentang transver uang ke nomor rekeningnya. Sejak mula Mustaqim yakin Yuni anak yang baik. Ia punya masa depan yang cemerlang dan hari-hari yang gemilang. Dalam hatinya Mustaqim berdoa "Selamat jalan Yuni, selamat berbahagia, Kami akan selalu mengenang dan menjagamu dari jauh. Ya Allah mudah-mudahan tak akan ada lagi Yuni-Yuni lain di masa datang yang akan membuat hatiku gundah dan berguncang,".***
Nurochman Sudibyo YS. Sekretariat Komunitas Asah Manah & Rumah Baca & Menuis Kreatif di Gang Sadewo No.22 Rt 02 RW.04,Dukuh Sabrang, Kelurahan Pangkah Kec. Pangkah Kabupaten Tegal: Mobile: HP.085224507144 – 087828983673. E-mail: nurochmansudibyoys@yahoo.co.id, Rekening : a/n Diah Setyowati, BANK MANDIRI KCP TEGAL SUDIRMAN 13901. No. 139-00-1063776-1
Komentar