Resensi Buku GATHOLOCO Karya: Damar Shasangka Resensi oleh: NUROCHMAN SUDIBYO YS

Resensi Buku GATHOLOCO
Karya : Damar Shasangka
Penerbit: dolphin
Cetakan 1
Tahun : 2013
Oleh : NUROCHMAN SUDIBYO YS

Sebagai warga keturunan Jawa, atau bagian dari keluarga Jawa, serta peminat pengetahuan spiritual Jawa, buku Gatholoco sudah barangtentu bisa menambah pengetahuan untuk mengetahui kedalaman spiritual orang Jawa yang sesungguhnya. Selain itu juga memberikan nilai-nilai pencerahan tersendiri pada kita. Membaca buku ini kita tidak hanya dibukakan jalan untuk membuka kebijaksanaan diri agar berkembang seiring berkembangnya kebijaksanaan, dan kesadarannya yang terbangkitkan.
Karena dengan bangkitnya kesadaran, tangga menuju kesejatian pun kian terdaki. Kita ketahui kemudian jika seseorang menutup dirinya rapat-rapat, maka tidak akan ada kebijaksanaan yang berkembang. Disaat seseorang menutup diri itulah kesadaran batinmya kian terlelap, terjebak kedalam ilusi kebodohan. Hal ini terjadi karena tangga menuju kesejatian hanyalah fatamorgana. Sedangkan manakala seseorang menolak dan mencampakkan kebenaran yang sampai kepada dirinya, bahkan kemudian menganggap bahwa kebenaran hanya berada dalam keyakinan yang dipegangnya serta hanya bisa datang dari satu saluran saja, maka orang semacam itu dinyatakan sudah tertutuplah hatinya.
Kisah Gatholoco ini sudah muncul sejak abad ke 19. Ini adalah cerita legendaris yang bersumber dari sebuah kitab yang disirikan siapa sebenarnya pengarang Kisah Gatholoco. Meski namanya dipandang saru, tidak lazim, dan dipandang tabu, namun isi dan kedalaman yag diajarkan dalam kisah ini sungguh merupakan pengetehuan spriritual tingkat tinggi. Kemungkinan besar Kitab Gatholoco ini juga karya sastrawan Jawa Baru yaitu Raden Ngabehi Ranggawarsita (15 Maret 1802-24 Desember 1873) sebagai pujangga besar Sastra Jawa Baru. Persoalannya dikarenakan penyajian filsafat Lingga-Yoni dalam buku ini dipadukan secara apik dengan pemikiran sufistik yang menarik.

Semua wejangan Gatholoco berintikan kesadaran untuk memahami intisari dari yang tertulis, yaitu yang tersirat dari yang tersurat. Hal ini karena sebutir mutiara tidak mungkin terlihat tanpa membuka secangkang kerang, wejangan dalam kitab ini harus dijaga secara benar. Tidak gampang dan ceroboh dalam mengucapkannya. Disarankan harus memakai kira-kira dan tahu tempat yang sesuai jika hendak memperbincangannya. Tidak boleh asal bicara mesti harus memagarinya dengan sikap hati-hati dan sepenuh hormat.
Buku Gatholoco ini menyuguhkan panduan fisafat Lingga-Yoni, sebuah ajaran kuno yang nyaris sirna dari muka bumi pertiwi. Dengan cermat Damar Shasangka sang penulis muda yang juga ahli membaca kitab berbahasa Jawa Kawi dan tembang Jawa. Selaku penulis Ia pun dengan piawai mengulasnya dengan menggunakan bahasa yang biasa dipakai dalam tradisi spiritual; baik itu Tasawuf Islam, Siwa Buddha dan kejawen. Kita ketahui bersama Lingga Yoni adalah filsafat yang bersumber dari ajaran Siwa dan mencapai realisasinya dalam ajaran Shakta atau Tantrayana. Yang merupakan konsep Persenggamaan illahi menjadi esensi filsafat tersebut. Penyatuan Lingga yang dikaitkan dengan maskulinitas Illahi dan Yoni yang dikaitkan dengan aspek Femininitas Illahi, menjadi bahasan pokok dan juga menjadi dambaan para penganut Siwa maupun Tentrayana. Oleh pemujanya Lingga diidentikkan dengan sosok Siwa, sedang Yoni diidentikan Durga. Bentuk-bentuk latihan yang berkisar pada pembangkitan Kundalini dan pembahasan cakra-cakra adalah bagian yang tak terpisahkan dalam ujarannya.
Bagi siapapun yang telah akrab dengan wacana filsafat Lingga Yoni niscaya bias mencium seluruh ajaran tersebut lewat wejangan Gatholoco dan Retna Dewi Lupitwati bersama empat muridnya yang memiliki nama dan karakter spesifik; sebut saja Mlenuk Gembuk, Dudul Mendut, Rara Bawuk dan Dewi Bleweh. Dari sini dugaan serat Gatholoco ditulis oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita menjadi semakin kuat. Bukankah pujangga besar Jawa ini selain dikenal sebagai pionir Sastra Jawa Baru, juga sangat mumpuni dengan Sastra Jawa Kuno. “Mardawa Lagu Jawa” adalah suatu bukti bahwa beliau sangat paham bahasa sansekerta dan Kawi.
Sebagai pelengkap dalam buku ini sang penulis juga menyajikan intisari dari ajaran Aji Asaragama yang diambil dari beberapa kitab kuno; seperti Aji Asmaragama pada Serat Kawruh Sanggama, Serat Nitimani, Serat Panitisastra, Serat Widyakirana, Serat Jitabsara dan dari berbagai primbon jawa. Adapun aji Asmaragama adalah pengetahuan olah asmara yang membahas cara-cara untuk mencapai kepuasan jasani dan ruhani dalam bersenggama. Bahkan buku ini pun menyajikan beberapa ajian bagaimana cara memikat hati kaum wanita dan tehnik memberikan kenikmatan kepadanya tanpa melakukan sentuhan fisik. Begitu juga sarana ramuan untuk meningkatkan kualitas hubungan badan, serta metode spiritual guna memperoleh keturunan sesuai dengan yang diharapkan.
Buku setebal 400 halaman ini berisi dua bagian yaitu di bagian satu; Gatholoco dan wejangannya 21 bab mengurai keberadaan ajaran dari serat Gatholoco, dan bagian dua; Aji Asmaragama terdapat 8 bab yang mengungkap kekayaan Aji Asmaragama dari berbagai kitab, serat dan primbon Jawa.
Melalui buku ini Gatholoco berpesan bahwa ilmu sejati tidak boleh sembarangan diuraikan pada ahli Sarak (Syariat), Karena bagi mereka yang masih belum mampu memahami intisari ajaran yang tertulis, atau kepada mereka yang masih dalam tahap awal, memasuki perjalanan spiritualnya. Karena jika diumbar bisa-bisa yang menguraikan akan dituduh kafir. Hal ini juga dikarenakan semua wejangan yang terdapat dalam buku ini tidak lagi membahas hal ihwal ilmu Syariat, melainkan membahas Ilmu Sejati, atau Sejatine Ilmu.
Gatholoco dikisahkan pula telah memberi pesan pada murid-miridnya agar senantiasa menata diri dan menjaga hatinya. Tidak ada lagi wejangan yang perlu disampaikan kepada para muridnya selain yang tersurat dalam buku Gatholoco. Ia hanya berpesan agar wejangan-wejangannya dimasukkan ke dalam batin masing-masing. Sampai kelak dikemudian hari anak muridnya dan para pembaca serat ini dapat membuktikanya sendiri. ***
Penulis adalah penyair dan pengamat budaya.

Komentar