Puisi Duka Indonesia

Di saat bumi bergetar, kita tak mampu lagi berkomentar bahkan untuk berputar
seluruh negeri terguncang, khabar buruk menimpa saudara-saudara kita di Padang
saat bencana itu datang, orang-orang saling pandang menyadari cukup banyak yang hilang
semua orang ingin bertandang. Meski jauh dari rumah orang-orang terpandang

Manakala khabar itu tersiar, airmata tak tahan untuk dibendung. Indonesia menangis
hati kita kian teriris. Banyak korban yang mati tragis. och.....Tuhan cobaan apa lagi yang ditawarkan. Bukankah belum lama di Tasik irama yang sama mengguncang berbagai kota di Jawa Barat. Benarkah setiap 200 tahun secara alamiah berulang. Atau memang kami tengah lupa dengan berbagai kewajiban.

Kalau benar ini semua karena kami khilaf dan tak mudah memberi maaf, Kalau nyata ini karena kami tak pernah peduli dengan keseimbangan alam, atau karena kami juga tak lagi benar-benar mencintai bumi? Sehingga kami lebih banyak mengeksploitasi bumi ketimbang menanami dengan hati. Atau memang karena kita terlalu banyak terhentak oleh kenikmatan sesaat sehingga kami lupa dengan keseimbangan lingkungan.

Tolong.....tolong.......tolong........ jangan su'udzon..........akui ini salah kita salah sendiri sejak lama kita memang tak diwarisi kesepakatan untuk menumbuhkan kesadaran akan bumi, kesadaran akan langit, kesadaran akan air, kesadaran laut, kesadaran gunung, kesadaran pantai, kesadaran-kesadaran lain yang sudah barangtentu harus kita hikmati.

Wahai saudara-saudaraku di seantero jagat raya....., tengoklah sebentar, jangan gentar. Mari kita bangunkan keiklasan yang segera ditumbuhkan sebagai bentuk kepedulian. Peduli pada apa yang dirasakan, peduli pada apa yang tengah diderita saudara-saudara kita di Sumbar. Kemarin mungkin terjadi di seberang. Siapa tahu setelah itu di bawah bumi yang tengah kita pijak.


Tuhan Maha berkehendak. Tuhan maha Pengampun. Maka bertawaqallah engkau. Terimalah persembahan kami, meski cuma sedikit materi atau sejumput doa bagi kesembuhanmu Kawan. Bencanamu adalah petaka kami yang lunglai. Sakitmu adalah kenyerian kami yang khilaf, lukamu adalah goresan hati kami yang perasa, kerugianmu adalah kewenangan pemerintah negeri ini untuk segera memperbaiki.

Salam Duka. Dari Kami Jajaran
Medium Sastra & Budaya Indonesia.

NUROCHMAN SUDIBYO YS.

Komentar