Dakri alias Jangkrik, saat masih sekolah di Lumbung
desa, sering tergiur untuk tidak berangkat sekolah karena bujukan
kawan-kawannya yang tidak sekolah. Bapakku selalu ngawasi saya untuk sekolah.
Tapi kawan saya Tirnya, dan Dirjo selalu mengabari bahwa banyak ikan di sungai
Semedo. Kami kemudian merencanakan tawu mencari ikan dengan cara menambak
sungai kecil. Biasanya siang hari kami mulai menambak sungai. Setelah itu kami
bergantian menguras sungai yang ditambak. Tak berapa lama kami berebut
menangkap ikan-ikan itu kami tangkap dan direnteng menggunakan rumput
alang-alang. Ikannnya diantaranya lele, gabus, dan wader pari.
Kegemaran berburu dan
mencari ikan menjadi hobinya setiap hari. Ia bahkan tak takut pada binatang
buas. Beberapa jenis ular phiton, atau ular sawah warga setempat menyebutnya
ular luwuk, cukup ia jerat lehernya dan digantung di tengah jembatan kayu.
Keberanian Dakri menangkap ular membuat teman-temannya bangga. Itulah sebabnya
ia memiliki banyak teman.
Dkri hoby mememelihara
burung. Ia mencari anakan burung dari sarangnya yang berada di atas pohon jati.
Anak-anak burung itu ia bawa pulang dan dipelihara dari kecil dengan cara
diluluh cara makannya. Diantaranya burung Perkutut, deruk, ketilang, crokcokan,
glatik dan cukcak ijo. Dulu murai, cukcak dan kacer sangat banyak di semedo.
Peristiwa Kebo
Dungkul.
Suatu hari hobi
memelihara burung yang disukai Dakri bertambah banyak. Menariknya karena
memelihara burung dari susuan hingga besar, semua burung Dakri bisa dilepaskan
dan pulang dengan sendirinya. Karena merasa kakanya memilhara banyak burung,
adiknya ingin sekali makan daging burung. Untuk memenuhi keingainan adiknya,
Dakri kemudian berjanji mengabulkan permintaan adiknya asalkan burung yang
dipiara dari sangkar diuji bisa pulang atau tidak. Ternyata dari puluhan burung
piaraannya semua bisa pulang namun dakri jengkel melihat ada perkutut yang
lambat sekali pulangnya hingga asar. Burung itu asyik nangkring di pohon randu.
Setelah temurun ke tanah dan mendekatinya burung perkututnya dipegang dan disembelih dengan
keris. Saat itu Dakri tak tau kalau itu adalah keris. Ia merasa menemukan
sebilah keris yang ditemukan di Makam Mbah Buyut Semedo.
Saat itu saking
kesalnya pada perkutut, keris dipotong lehernya sampai kebablasan, saat itu
juga saya badannya bergetar, langsung sakit mendadak. Sebelum burung perkut
dikuliti dan dibakar, badan saya panas demam dan meriang dan bicara sendiri
kaya kesurupan. Sakit saya sampai 3 bulan. Akhirnya burung perkutut tak jadi
dilakan dan oleh adik lelakiku akhirnya dikubur. Mulai saat itu setelah sembuh keris yang
kutemukan kemudian diberikan pada orang yang berhasil menyembuhkan dakri. Saat
itu bapak mengundang soso Mbah Kajan dari Semedo. berkat ketekunannya mengobati
Dakri ia pun bebuatnya sembuh. Mulai saat itu Dakri trauma pada burung
Perkutut. Dalam sakitnya Dakri merasa didatangi Mbah Buyut Semedo yang kecewa
karena Dakri telah mengecewakannya memberi Perkutut Bandar Petung bisa menjadi
modal apalagi ditemukannya perkutut di hari Jumat kliwon bareng dengan keris
tanpa wrangka di bawah pohon jati.
Dakri ingat sekali
saat mbah kajan mengobatinya dengan batu yang sering ia lihat saat nawu ikan di
sungai. Bapak nya kemudian memberi penjelasanbahwa apa yang digunakan mbah
kajan adalah untu gigi kerbau dungkul atau gigikerbau purba. Namun demikian
tisak semua batu fosil gigi kerbau dungkul dapat digunakan sebagai pengobatan.
Menurut bapak Salim tidak semua gigi kerbau purba dapat menjadi pusaka kerbau
dungkul. yang bisa menjadi pengobatan adalah yang memiliki yang sudah dipegang
para spiritual.
“nyong angger kapan bae apa maning koh gelema nyekel manuk perkutut,
dinein bae aku emong ora bakal gelem ngemek lan nyekel manuk kue, krana pernah
terjadi awakku sampe sakit parah.”*** (NSYS)
Komentar