HISTORIOGRAFI PADUKUHAN CIMANUK --Sejarah Singkat Kabupaten Indramayu


Ki Tarka
Manuskrip Sejarah Indramayu*
Karya
R. Aria Wira Lodra)

Nanging benjang Allah nyukani
Karahmatan kang linuwih
Darma Ayu mulih Harja
Tan ana sawiji-wiji
Pratelane yen wonten taksaka
Nyabrang kali Cimanuk
Sumur kejayan dres mili
Delupak murub tanpa patra
Sadaya pan mukti malih
Somahan lawan prajurit
Sowan lawan priagung
Samya tetrem atine
Sadaya harja tumuli
Ing sakehing negara
pada raharja.
 
A. Pendahuluan

Proses penetapan hari jadi Kabupaten Indramayu diawali dengan dibentuknya panitia peneliti sejarah Indramayu. Kerja keras panitia peneliti sejarah Indramayu ini dimaksudkan untuk menelusuri dan mengkaji sejarah Dharma Ayu secara menyeluruh. Mengingat ada beberapa alternatif di dalam menentukan hari jadi tersebut, Panitia peneliti akhirnya menyimpulkan bahwa, hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 yang kemudian pada siding pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Indramayu tanggal 24 Januari 1977 telah disetujui, bahwa tanggal 7 Oktober 1527 dinyatakan sebagai hari jadi Indramayu.

Sebagaimana juga dilakukan di daerah lain, di dalam menentukan hari jadi sebuah daerah atau sebuah kota, kita berpegang pada sebuah patokan peninggalan jaman dahulu. Patokan tersebut bisa berbentuk dari suatu bukti yang ditemukan dalam bentuk manuskrip (data tertulis pada kulit binatang/kayu) atau disebut prasasti bila tertulis pada batu. Yang terpenting temuan itu dengan jelas mencatat terjadinya peristiwa bersejarah itu sendiri secara lengkap, dengan diketemukannya hari tanggal dan tahunnya secara utuh.

Akan tetapi kita sadari pada masa yang lalu belumlah menjadi kelaziman bagi nenek moyang kita menyelenggarakan peristiwa seremonial disertai dengan peletakan batu pertama atau yang sejenisnya. Khususnya pada suatu bangunan yang sengaja dibuat. Di mana untuk sebuah peristiwa semacam itu biasanya dituliskan hari, tanggal, bulan dan tahun pembangunannya sebagaimana umumnya dijaman sekarang. Sekalipun kadang kala ada suatu peristiwa penting yang dituiskan baik pada suatu batu yang lazim dinamai prasasti dan ada pula yang tertulis di atas kulit binatang dan kulit kayu, yang lazim disebut manuskrip. Dalam kondisi seperti tersebut di atas, tentunya dapat mendorong kita untuk menetapkannya, kemudian atas dasar beberapa fakta sejarah yang ada seperti misalnya; prasasti, manuskrip, penulisan-penulisan di masa lalu dalam lontar, benda-benda purbakala, dongeng rakyat/legenda rakyat, serta kegiatan tradisi yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Berkaitan dengan itu, untuk dapat menetapkan hari jadi Indramayu, tim peneliti sejarah Indramayu hanya bertolak dari titik dimana Dharma Ayu diresmikan sebagaimana daerah ini sebelumnya dikenal degan nama Padukuhan Cimanuk.


B. Sekitar Proses Pertumbuhan Indramayu

Menurut hikayat yang secara turun menurun dari cerita rakyat dan diceritrakan kembali oleh rakyat Indramayu sehingga kini, bahwa pendiri Indramayu itu adalah Raden Wira Lodra. Menurut legenda tersebut, beliau berasal dari daerah Bagelen, Jawa Tengah. Diceritrakan pula bahwa Raden Wira Lodra adalah seorang putra Tumenggung yang bernama Gagak Singa Lodra.

Konon sewaktu kecil, Raden Wira Lodra memiliki cita-cita yang sangat tinggi. Harapan besarnya itu ingin dapat membangun sebuah negeri untuk bisa ia wariskan kelak pada anak dan cucunya. Guna mencapai cita-citanya tersebut, Raden Wira Lodra gemar sekali melatih diri dalam olah kanuragan, tirakat dan laku tapa, sebagaimana lazimnya perikehidupan seorang yang bercita-cita menjadi kesatria.

Dikisahkan pada saat Raden Wira Lodra tengah menjalankan tapa brata dan semedi di perbukitan Melaya yang ada di Kaki Gunung Sumbing. Setelah melampaui masa 3 (tiga) tahun, maka ia pun kemudian mendapatkan wangsit atau petunjuk yang berbunyi;
“Hai Wira Lodra, apabila engkau ingin berbahagia sampai dengan keturunanmu di kemudian hari, lakukanlah perintahku. Pergilah ke arah matahari terbenam, dan carilah sebuah sungai yang bernama Cimanuk. Lalu manakala engkau telah tiba di sana, berhentilah dan tebanglah semak belukar secukupnya untuk kau dirikan sebuah padukuhan dan menetaplah engkau di sana. Kelak daerah itu akan menjadi subur dan makmur serta tujuh keturunanmu akan dapat memerintah di sana”.

Kemudian tokoh-tokoh lain yang ikut terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam masa pertumbuhan Indramayu antara lain; Nyi Endang Dharma, Raden Aria Kemuning, Ki Buyut Sidum, Pangeran Guru dan lain-lainnya. Dapat diterangkan di sini, bahwa Nyi Endang Dharma adalah seorang wanita paripurna dan ia pada awalnya pun telah turut serta mengembangkan padukuhan itu bersama Raden Wira Lodra di lembah sungai Cimanuk. Sedangkan Raden Aria Kemuning adalah putra angkat Ong Tien istri kanjeng Sunan Gunung Jati yang berasal dari negeri China. Adapun ayahnya sendiri adalah Ki Gedeng Lurah Agung yang sudah memeluk ajaran Agama Islam (--menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari). Sementara itu tokoh Ki Buyut Sidum sendiri adalah nama lain dari Kidang Penanjung yang berasal dari Pajajaran. Ia adalah salah sorang Punakawan Tumenggung Sri Baduga yang banyak jasanya dan pernah hidup sekitar tahun 1474-1513.

Adapun Pangeran Guru, adalah seorang pinangeran yang berasal dari negeri Palembang. Ia dikenal pandaii dalam mengajarkan ilmu kanuragan, khususnya kepada muridnya yang berjumlah 24 orang. Pada suatu ketika Pangeran Guru beserta 24 muridnya pergi ke Lembah Sungai Cimanuk untuk menantang Nyi Endang Dharma. Namun uusahanya tersebut dapat dikalahkan. Dalam pertarungan seru itu Pangeran Guru tewas di medan laga bersama ke 24 muridnya. Adapun jasadnya kemudian di makamkan di belakang Masjid Dermayu Kecamatan Sindang. Makamnya itu sampai kini berjumlah dua puluh lima atau disebut juga “Makam Selawe”.

Adapun berita yang dinilai sebagai khabar tertentu mengenai proses pertumbuhan di daerah padukuhan Cimanuk yang kemudian dikenal dengan nama Dermayu dan kemudian Indramayu, itu adalah sebagai berikut;

a. Berita yang bersumber pada babad Cirebon, bahwa seorang saudagar China yang telah beragama Islam bernama Ki Dampu Awang, atau dikenal pula bernama Ma Huang merupakan guru bahasa dari Laksamana Cheng Ho. Ketika ekspedisi ke Cirebon, pada tahun 1415, Ki Dampu Awang pernah singgah di daerah Junti. Ia merasa tertarik melihat kecantikan Nyi Gedeng Junti, dan ia bermaksud melamarnya, sayang sekali masksud hatinya itu ditolak oleh Nyi Gedeng Junti. Dari kisah sini dapat ditarik kesimpulan bahwa desa Junti sudah ada sekitar tahun 1415.

b. Berita dalam buku Purwaka Caruban Nagari mengenai adanya Desa Babadan pada tahun 1417. Pada saat itu diceritrakan bahwa Sunan Gunung Jati pernah datang ke desa Babadan dan kemudian mengislamkan Ki Gede Babadan, bahkan sempat pula menikah dengan putri ki Gede Babadan setelah sebelumnya mengobati tanaman Jagung Ki Geden Babadan yang mengalami kekeringan sehingga tanaman tersebut kembali tumbuh dengan subur. Dalam mengobati tanaman jagung tersebut, Sunan Gunung Jati membacakan dua kalimat syahadat. Melihat tanaman jagungnya sekelebat kembali subur, Ki Gedeng Babadan pun langsung masuk Islam.

c. Adanya desa bernama Lemah Abang yang berada di Tegah-tegah Kota Indramayu. Nama ini mengingatkan kita pada seorang tokoh di jajaran para wali penyebar agama Islam di Tanah Jawa yang berjuluk Syeh Siti Jenar. Tokoh wali yang akrab dengan rakyat ini kita kenal pula dengan sebutan Syeh Lemah Abang atau Syeh Lemabang yang hidup antara tahun 1450-1506 dan makamnya kini ada di Desa Kemlaten Cirebon.

d. Setelah bangsa Portugis pada tahun 1511 menguasai Maluku antara tahun 1513-1515, pemerintah Portugis mengirimkan ekspedisi ke Pulau Jawa di antaranya dalam catatn itu terdapat seseorang yang bernama Tom Pires. Ia telah membuat catatan harian yang kemudian oleh Armando Gortesau dijadikan buku yang berjudul “The Soma Oriental of Tom Pires”. Dalam catatan harian Tom Pires tersebut terdapat data sebagai berikut:

1. Pada tahun 1513-1515 Padukuhan/Kota Cimanuk sudah ada bahkan mempunyai pelabuhan penting.
2. Pada tahun 1513 -1515 di Indramayu sudah ada banyak kaum muslim.
3. Padukuhan Cimanuk merupakan wilayah kerajaan Sunda (Pajajaran) dan Kerajaan Sunda (sebelah timur) masuk wilayah kerajaan Cirebon.

C. Lahirnya Nama Dharma Ayu

Nama Dharma Ayu diciptakan oleh seorang yang bernama Raden Wira Lodra. Dimaksudkan sebagai kenangan seorang wanita yang dikaguminya; yaitu Nyi Endang Dharma yang karena kecantikannya oleh masyarakat disebut Nyi Darma Ayu.

Setelah itu oleh ahli bahasa kita dapat diartikan sebagai berikut:
“Kewajiban yang Utama” atau lebih popular lagi dengan sebutan “Tugas Suci”. Adapun proses perubahan nama dari “Dharma Ayu” menjadi “Dermayu” dan kemudian menjadi Indramayu menurut penelitian tim hari jadi Indramayu adalah sebagai berikut: Dalam bahasa Jawa kata majemuk yang terdiri dari 2 (dua) kata, yang suku akhir dari kata pertama dan suku pertama pada kata kedua terdiri dari huruf fokal yang sama membacanya biasa disingkat misalnya; Mulya Abdi bisa disingkat Mulyadi, demikian pula dengan Dharma Ayu bisa kemudian disingkat menjadi Dermayu.

Sementara itu kata-kata dalam bahasa kuno atau kawi yang diawali dengan suku kata “a” dalam bahasa Jawa baru vocal “a” biasanya dibunyikan menjadi “e”. misalnya kata “nagara” menjadi Negara. Dan kata “kancana” menjadi “kencana”, begitu juga dengan kata “dharma ayu” bisa menjadi “dermayu”.

Nama Dermayu sudah dikenal dalam sejarah sejak akhir bad ke XVI. Hal ini terlihat dalam Jurnal Cornelis de Haoeutman terdapat nama Dermayu yang dalam tahun 1596 berkunjung ke Jawa begitu juga dalam peta yang dibuat oleh orang Portugis, namanya Diego Omon, nama Dermayu sendiri sudah tercantum namun demikian kita belum mengetahui secara pasti, tahun berapa nama Dermayu lahir. Adapun perubahan nama ‘ Dermayu dari Dermayu menjadi Indramayu sebenarnya tidaklah begitu jelas, mungkin saja terjadi dari kata majemuk dalam bahasa Belanda “in” dan Dermayu yang berarti “di” Indramayu.

D. Penentuan Hari Jadi Indramayu
Menurut Candra Sangkala yang tercatat dalam Babad Dermayu versi R. Sutardi KP, dari Cirebon sebagai berikut:

DEWA JAKSA GUNG SUNGKAWA
ANA SAPTA PRANG ING SITI
PAPAT CATUR ING SAGARA
PALMA REMUK KELEM TOYADI
BUMI EKA ING GUMINGSIH
KARYA SABDA RUMUHUN
WAHANA IKI WIRA
GOMIRA MANGUN NAGARI
Berdasarkan pendapat tim penelitian sejarah Indramayu Candra Sengkala tersebut mempunyai nilai angka:

SAPTA : 7
PAPAT – CATUR : 4
PALMA – TOYA : 4
BUMI – EKA : 1

Angka 7441 atau sama dengan tahun Saka 1447 kalau kita pindahkan ke tahun masehi sama dengan tahun masehi 1525. Perlu diketahui bahwa pada tahun 1526 – 1527 terjadi peristiwa penyerbuan tetara Demak ke Cirebon yang mengakibatkan jatuhnya kota di pesisir utara Jawa Barat terasuk Sunda Kelapa yang kemudian namanya diganti menjadi Jayakarta. Sementara itu Padukuhan Cimanuk yang ikut terbebas dari kekuasaan Pajajaran, mengganti namanya menjadi “Dharma Ayu” kurang lebih di tahun 1527.

Adapun mengenai tanggal bulannya tim peneliti sejarah Indramayu sependapat dengan Prasarana Saudara H.A Dasuki berikut argumentasinya yakni pada hari Jumat kliwon taggal 1 Muharam tahun 934 H. atau tanggal 1 sura tahun 1449 .

Menurut kalender tahun masehi yang dihitung saudara Sumardjo, maka hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 , tepatnya hari Jum’at Kliwon.
Penutup.

Demikian uraian singkat proses penentuan hari jadi kabupaten Indramayu, yang dikukuhkan dengan Peraturan Daerah Nomor 02 tahun 1977.

Indramayu, 7 Oktober 2013
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Indramayu

Bupati Indramayu Ketua DPRD Indramayu

Hj. Anna Sophanah Drs. H.A. Rozaq Muslim MSi.

Urutan Nama
Bupati Indramayu
Dari awal hingga sekarang

1. R. SingaLodra (WiraLodra 1)
2. R. WiraPati (WiraLodra 2)
3. R. Sawedi (WiraLodra 3)
4. R. Banggala (WiraLodra 4)
5. R. Banggali (WiraLodra 5)
6. R. Samaun (Wiralodra 6)
7. R. Krestal (WiraLodra 7)
8. R. Warngali
9. R. WiraDibrata. I
10. R.Tumenggung. Suranenggala
11. R. Djlari (Purbadi Negara 1) ………-1900
12. R. Rolat (Purbadi Negara 2) 1900-1917
13. R. Sosrowardjoyo 1917-1932
14. R.a.a. Moch.Soediono 1933-1944
15. Dr.R. Murdjani 1944-1946
16. R. Wira Atmaja 1946-1947
17. M.i. Syafiuddin 1947-1948
18. R. Wachyu 1949-1950
19. Tikol Al.Moch.Ichlas 1950-1951
20. Tb.Moch. Cholil 1951-
21. R.Djoko Said Prawirowidjojo 1952-1956
22. R. Hasan Surjasatjakusumah 1956-1958
23. R. Firman Ranuwidjojo 1958- (pj)
24. Etol Djunaedi Satiawihrja 1958-1960
25. H.a. Dasuki 1960-1965
26. M.Dirlam Sastromihardjo 1965-1973
27. R.Hadian Suri Adiningrat 1974-1975
28. H.a. Djahri, SH. 1975-1985
29. H. Adang Suryana 1985-1990
30. H. Ope Mustofa 1990-2000
31. Dr.H.Irianto Ms Syafiuddin 2000-2010
32. Hj.Anna Sophanah 2010-sekarang

Komentar