KISAH SEJARAH MAJAPAHIT

Lahirnya Kerajaan Majapahit tidak bisa dipisahkan dengan runtuhnya Kerajaan Singasari. Kita mengenal Tohjaya, putra Ken Arok dari selirnya yang bernama Ken Umang. Ia mengetahui bahwa kematian Ayahnya karena dibunuh Anusapati, Putra Tuggul Ametung dari ibu Ken Dedes. Tohjaya pun Tahu di bunuhnya Ki Pangalasan oleh Anusapati sebagai tindakan menghilangkan jejak. Maksudnya agar Anusapati luput dari tuduhan membunuh Ken Arok. Oleh karenanya Tohjaya pun membunuh Anusapati, dengan menggunakan keris pusaka Mpu Gandring pada saat pertandingan adu ayam.
Tohjaya pun kemudian memproklamirkan diri menjadi raja Sangasari di tahun 1248. Di masa pemerintahannya banyak terjadi pemberontakan. Banyak prajurit dan rakyat Singasari yang tidak setuju ia menjadi raja, karena ia hanya putra selir. Dalam suatu peristiwa pemberontakan terbesar, Tohjaya luka parah kemudian ia meninggal dunia.
Tahta Kerajaan Singasari jatuh pada anak Anusapati bernama Ranggawuni dengan gelar Batara Wisnu Wardhana. Ia memimpin Singasari bersama sepupunya Mahisa Cempaka. Mahisa Cempaka itu adalah putra Mahisa Wongateleng anak dari perkawinan Kendedes dengan Ken Arok.
Ranggawuni mempunyai anak laki-laki bernama Raden Indrajit Kertanegaraa. Sedangkan Mahisa Cempaka mempunyai anak bernama Lembu Tal. Adapun Lembu Tal mempunyai anak bernama Raden Wijaya.
Pada Masa pemerintahan Ranggawuni alias Wisnu Wardhana, Kerajaan Singasari tentram kertaraharja. Dendam keluarga yang turun menurun seakan terhapus. Pada tahun 1268 ia meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Candi Jago. Kemudian pemerintahan digantikan oleh putra Ranggawuni, bernama Kertanegara.
Kertanegara seperti juga ayahnya adalah raja yang bercita-cita memperluas wilayahnya sampai keluar Jawa. Ia dikenal tegas dan bijaksana. Ia menjalankan pemerintahan dibantu patih Raganatha dengan dua menantunya. Yaitu Raden Wijaya dan Lembu Jayakatong atau Ardharaja, putra Jayakatwang.
Jayakatwang adalah keturunan Wangsa Isyana dari Kerajaan Kediri yang direbut oleh Ken Arok di tahun 1222. Meskipun anaknya telah diambil sebagai menantu, oleh Kertanegara, Jayakatwang tetap menganggap Kertanegara dan Singasari adalah musuh nenek moyangnya.
Dalam masa pemerintahan Kertanegara, ia merombak undang-undang dan peraturan negara yang berlaku diganti dengan aturan yang lebih tegas. Ia sering mengganti aparatur pemerintahan yang sudah lanjut usia dengan orang yang lebih muda. Misalnya saja mengangkat seorang terkemuka bernama Banyak Wide menjadi adipati di Madura dengan gelar Arya Wiraraja. Tindakan berani Kertanegara ini banyak mengundang pendapat. Ia dipandang kurang bijaksana oleh patih Raganatha yang sudah tua. Karena itu, tak lama kemudian Patih Raganatha pun digantikan orang yang lebih muda namanya Aragani dengan gelar Panji Anengah.
Kebijakan yang terlampau berani yang dilakukan Kertanegara berakibat munculnya pemberontakan. Antara lain pemberontakan yang dipimpin Cayaraja, salah seorang bekas perwira teman dekat dengan Patih Arganatha. Ia berhasil membuat kekacuan di Singasari. Bahkan berhasil memperoleh bantuan prajurit Cina untuk menyerang Kertanegara. Sayang sekali pasukan Cina belum datang, ia sudah tertangkap dan memperoleh hukuman mati di alun-alun Singasari.
Raden Wijaya memperoleh tugas dari Kertanegara untuk melakukan kunjungan ke Kerajaan Melayu. Melayu adalah kerajaan yang dibebaskan oleh kekuasaan Sriwijaya di Sumatra. Pemimpin kerajaan Melayu menyambut baik uluran tangan Raden Wijaya. Peristiwa jalinan persahabatan itu terjadi di tahun 1275 yang dikenal dengan nama Pamalayu. Artinya persetujuan persekutuan Melayu. Atas keberhasilan itu, Raden Wijaya mendapat kepsercayaan besar dari Kertanegara. Prestasinya pun semakin naik ketika di tahun 1280 berhasil menangkap penghianat raja bernama Mahisa Rangkah.
Sementara itu Ardharaja diketahui bersama istri dan anaknya kembali ke Kediri. Ia diundang ayahnya Jayakatwang untuk menyusun serangan ke Singasari. Kertanegara pun mengerti asal usul Ardharaja sebagai anak Jayakatwang dari wangsa Isyana penguasa Kediri dan dirinya adalah keturunan dari wangsa Rajasa yaitu keturunan Ken Arok penguasa Singasari. Yang sudah tentu menyimpan dendam permusuhan.
Pada saat Singasari diserang Kerajaan Kediri, panglima Singasari bernama Raden Wijaya berhasil meloloskan diri bersama Ranggalawe, Sora dan Nambi. Mereka melarikan diri ke Kudadu. Ke empat orang itu dilindugi oleh Arya Wiraraja yang saat itu menjabat sebagai Adipati Sumenep Madura. Atas bantuan Wiraraja, Raden Wijaya dan temannya diperbolehkan masuk wilayah Kediri dan membuka hutan Tarik. Di tempat itulah Raden Wijaya menyusun kekuatan untuk menggulingkan Pemerintahan Jayakatwang.
Pada tahun 1292, tentara Khubilai Khan dari Negeri Cina datang ke Singasari membawa 1000 kapal dan 20.000 prajurit Cina. Mereka bermaksud menyerang Kertanegara yang telah menolak undanga dan menghina utusan Cina. Namun pada saat mereka tiba di tanah Jawa, Singasari sudah dikalahkan oleh pasukan Kediri, bahkan dikuasai Ardharaja dan Jayakatwang. Pasukan Cina pun kemudian dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menggempur Kediri. Akibatnya Kediri megalami kekalahan. Pasukan yang dipimpin oleh Raden Wijaya kemudian menggempur pasukan Cina yang sedang berpesta pora merayakan kemenangan. Korban dari pihak prajurit Cina banyak berjatuhan. Sisanya di usir dari tanah Jawa.
Setelah berhasil meruntuhkan Kerajaan Kediri, Berdirilah Kerajaan Majapahit dengan raja pertamanya Raden Wijaya, bergelar Sri Kerta Rajasa Jayawardana. Ia memerintah selama 16 tahun. Pada masa pemerintahannya Raden Wijaya sering menghadapi pemberontakan yang dipimpin kawannya sendiri Ranggalawe, Sora dan Nambi. Tapi ia selalu saja dapat mengatasi setiap permasalahan.
Setelah berusia lanjut, Raja Majapahit ,Raden Wijaya digantikan oleh putranya bernama Kala Gemet dengan gelar Sri Jayanegara. Di masa pemerintahan Jayanegara Majapahit sering dilanda pemberontakan. Pemberontakan dilakukan oleh pejabat kerajaan yang tidak puas dengan kebijakan Jayanegara. Pemberontakan terbesar dilakukan oleh Kuti. Majapahit pun sempat didudukinya. Akibatnya Jayanegara diungsikan ke desa Bedander. Pemberontakan Kuti dapat dipadamkan berkat jasa kepala pasukan raja bernama Gajah Mada.
Berikutnya Raja Jayanegara digantikan oleh Tribuwana. Pada saat Majapahit dipimpin Raja Tribuwana terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Sadeng. Untuk memadamkannya Gajah Mada diangkat sebagai Panglima Perang. Setelah berhasil mengalahkan para pemberontak di tahun 1331, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Amangkubumi, setingkat perdanamentri. Di saat pelantikannya sebagai Maha Patih Kerajaan Majapahit, ia pun bersumpah. Sumpahnya itu dikenal dengan sebutan Sumpah Palapa. Atau Tau Amukti Palapa. Inti dalam sumpahnya itu Gajah Mada Bertekad mempersatukan kerajaan-kerajaan di Seluruh Nusantara di bawah Panji Kerajaan Majapahit.
Di akhir masa pemerintahan Raja Tribuwana, Kerajaan Majapahit terkondisi aman dan sejahtera. Tribuwana waktu itu digantikan oleh Prabu Hayam Wuruk. Ia menjadi Raja Majapahit dengan gelar Sri Rajasa Jaya Negara. Ia pun menjadi Raja Majapahit yang terkenal. Hal ini dikarenakan Patih Gajah Mada berhasil menundukan kerajaan-kerajaan di seluruh Nusantara, semenanjung Malaya dan Filipina berada di bawah kekuasaan Majapahit. Bahkan hubungannya dengan negara-negara tetangga seperti dengan Cina, India, Siam, Birma, Campa, Kamboja dan Tonkin pun terjalin baik.
Di samping seorang Negarawan, Gajah Mada juga seorang yang ahli hukum. Ia berhasil menyusun Kitab Kertaramanawa yang digunakan sebagai dasar hukum di Kerajaan Majapahit. Dalam setiap proses hukum, Undang undang tersebut digunakan dengan tegas. Tidak pandang ia rakyat maupun pejabat. Siapa yang salah harus dihukum setimpal dengan kesalahannya.
Setelah Gajah Mada Wafat di tahun 1364, Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran. Apalagi dengan wafatnya Raja Hayam Wuruk ditahun 1389. Saat itu terjadi perebutan kekuasaan di antara putra-putra raja. Ditambah lagi dengan berkembangnya agama Islam di wilayah pesisir Jawa.Pada Pertengahan abad ke 16 Kerajaan Majapahit pun runtuh.***

Komentar