Kini ia dipilih jadi Dewan Juri Vestifal Film Pendek

Wicaksono atau lelaki yang akrab dipanggil Eno, ini lahir di Kota Tegal, 28 September 1988. Ia putra dari pasangan keluarga pendidik, yaitu Bapak Sutrisno dan Ibu Suyatni . Sewaktu kecil punya nama lengkap Muhammad. Nur. Wicaksono. Tapi sekarang ia lebih senang di panggil cukup dengan Eno Wicaksono atau dalam lingkungan creator film saat ini dikenal dengan panggilan Wicaksono Sutrisno. Nama Sutrisno sendiri diambil dari nama ayah yang dicintainya.
Bakat Eno semenjak kecil sudah tampak di dunia seni. Khususnya seni Drama dan seni peran. Diceritakannya sewaktu masih sekolah di Tegal, ia pernah ikut dalam suatu pertunjukan drama. Kebetulan dipercaya sebagai pemeran utama. Pengalaman yang berat dan sangat mengesankan itu bukan karena ia sudah terbiasa dalam memerankan lakon. Menurut pengakuan Eno pementasan itu merupakan kepercayaan awal dan pengalaman pertama dalam hidupnya melakonkan adegan dimana ceritanya menuntut suatu peran dengan karakter tokoh utama yang berlawanan dengan kepribadiannya sehari-hari sebagai lelaki sejati.
Waktu itu ia mendapat peran sebagai seorang primadona waria atau lelaki banci. Karena bakat dan kemauannya yang tinggi untuk memerankan tokoh utama tersebut, dengan leluasa ia berhasil menampilkan hal yang menakjubkan. Hampir semua penonton, terutama guru–guru, dan bapak kepala sekolah sangat terhibur. Mereka sangat mengapresiasikan pertunjukan drama yang Eno perankan.
Penghayatan pada peran dan penokohan yang hampir sempurna saat itu diungkapkan oleh semua penonton. Samapai-sampai diantara mereka tidak percaya kalau Enoyang memerankan tokoh tersebut. Walhasil setelah pembawa acara mengumumkan namanya selaku pemeran utama dalam kisah tersebut, Semua penonton khususnya kawan-kawan sekolah dan teman dekatnya langsung menyerbu ke panggung. Mereka bangga dan banyak sekali yang meminta foto bareng dengan Eno.
Sekilas saat itu Eno pun spontan ngomong “ Maaf kawan, saya bukan actor film kok pada rebutan seperti ini. Saya hanya orang biasa saja kok?” Namun mereka tetap saja berebut foto bareng,” Ujar Eno.
Bahkan ada beberapa teman yang ngomong “ No selamat ya, pentasmu tadi sungguh luar biasa!,”
Meski begitu Eno cuma menjawab: “Ahh bias saja. Saya kan baru tampil bermain drama,” jawabnya tersipu malu.
Tapi Guru di AMK saat itu langsung menimpali: “ Iya No, walaupun kamu baru pertama kali main drama, tapi bakat actingmu itu sudah sangat baik, Semoga kamu kelak menjadi actor yang sesungguhnya ya No!”
Lalu aku Eno pun menjawab: “ Amien… semoga saja saya bisa mewujudkan doa pak guru. Moga semua menjadi kenyataan yang sebenarnya.
Setelah kejadian yang mengesankan hidup saya itu, berulangkali aku mengatakan pada teman-temanku; ” Saya ingin sekali menjadi orang–orang yang berada di layar atau di balik layar sebuah pementasan drama dan film”.
Oleh karenanya setelah Lulus sekolah kejuruan di kota Tegal, Wicaksono pun membulatkan tekad dan niatnya menuntut ilmu secara khusus di bidang perfilman di Jakarta. Meski belum apa-apa Ia mengalami kecelakaan yang sangat fatal, sehingga kaki Eno Wicaksono yang sebelah di amputasi. Hal itu tak menjadikan surutnya rencana juga cita-cita. Menurut Eno: Semua itu sudah menjadi takdir adanya. – demikian diceritakan secara panjang lebar oleh Wicaksono.
Berkat kegigihan serta keberanian untuk menunjukkan serta merealisasikan cita-citanya itu, Eno Wicaksono pun melanjutkan kuliah di jurusan film televise, Institut Kesenian Jakarta. Konon saat itu demi pilihan dan jalan hidupnya ia harus dengan rela meninggalkan kuliah beasiswa dari pemerintah di Teknik Komputer Jaringan Politeknik Harapan Bersama Kota Tegal.
Bahkan pada saat hendak mendaftar kuliah di lembaga pendidikan seni ini, kedua orang tuanya pun tidak setuju. Mereka marah-marah. Begini katanya: “ Koen pan dadi apa, kuliah bisang seni? Weruh kan wong seni kae akeh sing pada rusak ora pada karo wong liya?( Kamu mau jadi apa, sekolah di bidang seni? Tau kan banyak seniman yang rusak dan wataknya jelek nggak umum dengan manusia lainnya?)“ ujar bapakku.
Tapi dengan tenang saya menjawab “Ora kabeh seniman rusak Pak. Kue kabeh tergantung wonge dewek. Sing dudu seniman wateke pada rusak ba akeh, ka? (Nggak semua seniman rusak pribadinya Pak, Itu semua tergantung orangnya sendiri-sendiri. Yang bukan seniman tapi rusak moral dan pribadinya juga bayak kan Pak?”
Untuk menunjukkan pada orang tua bahwa pilihannya itu adalah sesuatu yang benar, maka Eno Wicaksono pun kemudian melakukan sikap berani dan berdisplin saat kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Ia mengambil Jurusan Produser Film. Nah, Setamatnya dari IKJ, itu Wicaksono kemudian memilih bekerja sebagai tenaga freelance pada sebuah perusahaan film. Saat itu bersama Alm. Hendry Farel L. Tobing sutradara ysng pernah ternama di era 90-an,
Di perusahaan Cancer Mas Pictures, Wicaksono pun kemudian membuktikan lahirnya beberapa karya film pendek seperti “Suster Maya- 2008” dan kemudian sampai pula bekerja pada produksi film layar lebar “The Shawl—2011”, serta beberapa pengalaman lainnya menjadi crew di beberapa Produksi di Film Layar Lebar sebagai jalan merintis karir.
Saat ini Wicaksono Sutrisno alias M.Nur.Wicaksono alias Eno Wicaksono telah bertekad menjaga kwalitas hidupnya dalam jalan yang terbaik. Terbukti ia kini dipercaya menjadi bintang tamu
( dewan Juri bidang Produser ) didampingi juri lainnya ada: Harris Nizam ( Sutradara Surat Kecil Untuk Tuhan & Hasduk Berpola ) Serta Endik Koeswoyo ( Penulis Skenario Film, dan Penulis Novel ). Kepercayaan ini tentu saja tidak diabaikan begitu saja. Pasalnya di acara Festival Pendek tentang pencegahan penggunaan narkoba yang diselenggarakan oleh yayasan Trisakti dan Badan Narkotika Nasional di Jakarta ini menjadi catatan perjalanan aktifitasku yang kian pasti.
“Ketahuilah bahwa Seni adalah jalan hidup dan matiku. Adapun kemauan yang keras serta bersisiplin, kerja cepat dan perfikir taktis, itu langkah kinerjaku” tutur Wicaksono mengakhiri perbincangannya sebelum berangkat ke Jakarta, Kamis kemarin.***
Hasil wawancara Nurochman dengan Eno Wicaksono Sutrisno.

Komentar