BENTUK KESALAHAN YANG DIBIARKAN DIANTARA NAMA-NAMA YANG KHAS TINGGALAN PARA LELUHUR BERNILAI HISTORIS

Beberapa BENTUK KESALAHAN YANG DIBIARKAN DIANTARA NAMA-NAMA YANG KHAS TINGGALAN PARA LELUHUR BERNILAI HISTORIS
Kecenderungan membiarkan kesalahan dan ngotot untuk menetapkan kesalahan menjadi sebuah pilihan. Padahal itu justru menunjukan kepada anak cucu kita kemudian menanggung malu. Mengapa deikian. Sesara pergaulan sosial mereka mungkin bisa saja menerima dan beralasan. Namun disaat jaman sudah semakin terbuka, masukya era informasi bebas menuntut bangsa lain belajar memahami istilah dengan pedoman kamus. Namun mereka menjadi kesulitan menterjemahkan kahanan di daerah kita yang membiarkan kesalahan membuat mereka kesulitan dan akhirnya anak-cucu kita yang berfiliran universal pun menyalahkan orangtua di jaman sebelumnya dengan sebutan yang tidak mengenakkan. Padahal hal itu memang disadari karena kita malas berfikir futuristik dan ngotot tidak mau menentukan kata baru untuk sebuah istilah dan nama tempat.
Sebagai contoh; seperti sudah diwariskan oleh leluhur kita bentuk tatanan dan tuntunan yang baik-baik. Semisal tatanan pada sebuah pemerintahan desa. Setiap desa pasti wilayahnya dibagi menjadi beberapa padukuhan. Jika sebuah desa diketuai seorang Kepala desa, di padukuhan akan ditunjuk seorang sesepuh sebagai wakil kepala desa atau orang yang lebih tua dan dituakan dengan sebutan Kepala Dusun atau Kepala Padukuhan. Selanjutnya setiap Padukuhan dibagi lagi menjadi beberapa wilayah Rukun Warga atau Ketua RW dan Setiap RW dibagi mendadi beberapa Rukun Tetangga yang diketuai seorang ketua RT. Namun demikian di Tegal meskipun bentuk pemerintahannya belum berupa Kelurahan kepala desa lazim disebut Lurah. Padahal jika masih berupa Pemerintahan Desa pemimpinan ya Kepala Desa. Sedangkan jabatan Lurah hanya diperuntukan bagi kepala pemerintahan yang ber SK Kelurahan.
Kesalahan lain Ada juga daerah padukuhandikarenakan wilayahnya luas maka dimekarkan menjadi kecamatan dan beberapa desa. Semestinya ketika daerah tersebut berubah menjadi wilayah kecamatan namanya berubah atau diberi nama baru yang lebih bernuansa pembangunan. Namun oleh para pelaksana pembangunan perubahan di Kabupaten tidak dilakukan. Tak pelak ada nama Kecamatan yang masih menempelkan nama padukuhan. Sebagai contoh ; Kecamatan Dukuh Turi yang kemudian ditulis Kecamatan Dukuhturi--dengan tujuan membedakan nama yang baru dengan nama asalnya. Padahal jika anak-anak kita menceritakan serta menuliskannya dalam bahasa Inggris, akan terdapat kejanggalan untuk dimaknai oleh bangsa lain yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional. Begitu juga Kecamatan Dukuh Waru yang semestinya Kecamatan Waru.
Selain itu pembiaran akibat kemalasan menentukan nama desa dengan masih saja menempelkan nama padukuhan yang karena luas wilayahnya diubah menjadi nama Desa. Sebagai contoh Desa Dukuh Salam. Desa Dukuh Elo, dan banyak lagi yang lainnya. Selanjutnya agar membedakan desa dengan bagian dari pada desa itu peyebutanya disambung dari Dukuh Salam menjadi Desa Dukuhsalam. Dan, Dukuh Elo menjadi Desa Dukuhelo. Padahal akan lebih bagus lagi membuat nama desa yang khas Tegal kalau malu menyebut Desa Salam dan Desa Elo.
Kita sebut saja nama desa yang menarik dan hanya ada di Kabupaten Tegal dan di daerah lain dipastikan tidak ada. Contohnya; Desa Sida Katon, Desa Krandon, Desa Bugares, Desa Pangkah, Desa Pagianten, Desa Jejeg, Desa Slarang, Desa Brekat, Desa Kendal Serut, Desa Sawi Tali, Desa Blukbuk, Desa Kambangan, Desa Kedas Kerep, Desa Kali Wadas, Desa Gemayun, Desa Lebak Gowah, Desa Paku laut, Desa Jembayat Desa Kebandingan, dan ratusan nama Desa lainya yang khas dan dipastikan yang memberi nama bukan orang sembarangan--maksudnya memiliki ilmu pengetahuan luas tentang masa kini dan masa datang. Jadi kalau ada pemekaran desa hanya diberi nama tambahan lor dan kidul itu sebentuk alasan malasnya membuat nama baru dengan alasan konyol "wedhi karo leluhur mbokan kwalat yen nggawe nama liyane".Padahal setiap nama justru mengandung nilai-nilai sejarah. ***

Komentar