= BACK TO NATURE =



Siapapun orangnya akan bangga jika daerah yang dicintainya memiliki potensi seni dan budaya yang tinggi. Bentuk, ciri bangsa yang bangga tersebut bisa berupa komitmen menjadi apresian yang baik, mendukung upaya pelestarian, menjaga dan ikut mempropagandakan potensi daerahnya sebagai kekayaan adiluhung yang tercatat juga sebagai bagian dari sejarah kehidupannya. Dan, sebaliknya orang yang membiarkan sebuah potensi seni budaya di daerahnya, bahkan dengan sengaja melakukan penindasan, pengebirian dan pemberangusan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, maka mereka masuk kategori bangsa yang akan dicatat sebagai para pendosa.
Untuk tidak terjadinya pemberangusan dan penghancuran nilai-nilai budaya tersebut sehingga menjadi semakin parah, maka kita selaku generasi yang lahir dan dibesarkan di Tegal sudah sepantasnya mengucapkan terima kasih pada Ibu Suwitri sekeluarga di Slarang Lor yang masih tetap eksis berkesenian khususnya melanjutkan warisan dari ilmu leluhurnya dalam melestarikan TARI TOPENG. Meski dengan penuh kesederhanaan menghadapi berbagai tantangan jaman yang kian tidak berpihak pada dunia kesenian tradisional yang diembannya.
Terima kasih pula pada bapak-ibu pengrawit dalam hal ini adik-adik Bu Suwitri, yang masih ingat dan terus mencatat nada dan irama pengiring gerakan Tari Topeng Tegal. Utamanya para seniman sepuh Tegal yang mendukung gagasan saya ini. Khususnya kepada Ibu Dyah Setyawati. Saya sangat berterima kasih karena dengan semangat dan dukungannya, kekhawatiran akan bakal sirnanya jenis kesenian kaya makna, filosofis, dan pembangkit kesadaran manusia ini pada akhirnya secara positif menjadi asset kebudayaan yang melengkapi lahirnya buku filosofi, dan makna gerakan tari, ekspresi wanda topeng, pakaian yang dikenakan, music yang mengiringi serta nama-nama bentuk topeng dan tarianya serta keutuhan makna dari 6 jenis TARI TOPENG DUKUH SLARANG LOR. Sehingga di masa depan tidak ada lagi orang yang dengan seenaknya memaknai tarian historis dan sacral ini dengan pemaknaan yang sederhana atau ‘tidak bermakna’ sama sekali. Karena bentuk asal ucap seperti itu akan menunjukkan kemunduran pemikiran manusia untuk tidak mengatakan ‘bodoh’ yang terstruktur. ***

Komentar