Upaya
mempertahankan kekayaan lokal genius (indi genius) dari pengaruh arus
budaya global tidak dapat dilakukan tanpa adanya penguatan cultural di
daerah tersebut. Sebagai contoh, beberapa daerah tetangga di Jawa Barat,
seperti Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Majalengka, dan Subang. Sudah
tidak mampu lagi mempertahankan hilangnya kelompok seni tradisi dan
ritual kebudayaan. Padahal jika merujuk
di masa 20 tahun ke belakang, 4 daerah tersebut masih menjadi pesaing
dalam bisnis hiburan dan ekspos klaim kebudayaan.
Kita mengenal group tarling Putra Sangkala pimpinan almarhum H. Abdul Ajib dengan pesinden Uun Kurnaesih di Kota Cirebon. Di Kabupaten Cirebon juga ada tarling Nada Budaya pimpinan Sunarto Marta Atmaja, dan Jayalelana pimpinan Maman Suparman, begitu juga group-grup tarling yang saat itu merembak di daerah Majalengka Sekitar Ampel, Ligung, dan Jati Tujuh. Bahkan Group Tarling dari Pamanukan Subang, Pusaka Negara, dan Pusaka Ratu pun pernah menjadi pesaing ratusan group seni Tarling asal Indramayu.
Begitu pula dengan group seni Sandiwara yang di derah Kota dan Kabupaten Cirebon disebut Masres. Di Majalengka dan Subang dikenal Sandiwara Sunda. Peristiwa budaya seperti mapag sri, ruatan, nadran, unjungan, baritan dan sedekah bumi, semuanya mampu dipertahankan. Hilangnya nilai-nilai tradisi di beberapa daerah tersebut selain dikarenakan tidak adanya transfer generasi ke generasi, juga dikarenakan kurangnya peran masyarakat mencintai kesenian dan budaya lokalnya sendiri.
Akibatnya saat pengaruh budaya global, industrialisasi, era komunikasi bebas, pasar bebas, dan pergeseran nilai-nilai yang mempercepat masyarakat di wilayah tersebut lebih memilih jadi masyarakat penonton. Kecenderungan seperti ini ditandai dengan pengaruh modernitas di berbagai perlengkapan hidup mereka. Tampilan serba praktis, telah memberi pengaruh pada premis rasa kebudayaan mereka. Sikap apatisme terhadap nilai-nilai kebudayaan ini juga ditandai dengan semakin gencarnya semangat pembangunan dunia usaha yang memamerkan keindahan dan kemenawanan. Sehingga masyarakat di daerah yang rentan akan memilih usaha peningkatan perekonomian guna mengimbangi keberadaan sarana dan tuntutan akan keadaan tersebut.
Di masa kini perkembangan kesenian yang mampu bertahan di 4 wilayah tersebut tentu saja dengan memberi ruang baru dibangunnya sanggar seni, mengambil esensi dari kesenian yang pernah diunggulkan sebagai kekuatan baru dalam bentuk paduan sebuah kegiatan kesenian. Dan, saat industri rekaman sudah bisa dibangun di daerah Cirebon dan sekitarnya, ini merupakan peluang bisnis bagi pencipta lagu dan arager yang memanfaatkan keadaan.
Kita mengenal group tarling Putra Sangkala pimpinan almarhum H. Abdul Ajib dengan pesinden Uun Kurnaesih di Kota Cirebon. Di Kabupaten Cirebon juga ada tarling Nada Budaya pimpinan Sunarto Marta Atmaja, dan Jayalelana pimpinan Maman Suparman, begitu juga group-grup tarling yang saat itu merembak di daerah Majalengka Sekitar Ampel, Ligung, dan Jati Tujuh. Bahkan Group Tarling dari Pamanukan Subang, Pusaka Negara, dan Pusaka Ratu pun pernah menjadi pesaing ratusan group seni Tarling asal Indramayu.
Begitu pula dengan group seni Sandiwara yang di derah Kota dan Kabupaten Cirebon disebut Masres. Di Majalengka dan Subang dikenal Sandiwara Sunda. Peristiwa budaya seperti mapag sri, ruatan, nadran, unjungan, baritan dan sedekah bumi, semuanya mampu dipertahankan. Hilangnya nilai-nilai tradisi di beberapa daerah tersebut selain dikarenakan tidak adanya transfer generasi ke generasi, juga dikarenakan kurangnya peran masyarakat mencintai kesenian dan budaya lokalnya sendiri.
Akibatnya saat pengaruh budaya global, industrialisasi, era komunikasi bebas, pasar bebas, dan pergeseran nilai-nilai yang mempercepat masyarakat di wilayah tersebut lebih memilih jadi masyarakat penonton. Kecenderungan seperti ini ditandai dengan pengaruh modernitas di berbagai perlengkapan hidup mereka. Tampilan serba praktis, telah memberi pengaruh pada premis rasa kebudayaan mereka. Sikap apatisme terhadap nilai-nilai kebudayaan ini juga ditandai dengan semakin gencarnya semangat pembangunan dunia usaha yang memamerkan keindahan dan kemenawanan. Sehingga masyarakat di daerah yang rentan akan memilih usaha peningkatan perekonomian guna mengimbangi keberadaan sarana dan tuntutan akan keadaan tersebut.
Di masa kini perkembangan kesenian yang mampu bertahan di 4 wilayah tersebut tentu saja dengan memberi ruang baru dibangunnya sanggar seni, mengambil esensi dari kesenian yang pernah diunggulkan sebagai kekuatan baru dalam bentuk paduan sebuah kegiatan kesenian. Dan, saat industri rekaman sudah bisa dibangun di daerah Cirebon dan sekitarnya, ini merupakan peluang bisnis bagi pencipta lagu dan arager yang memanfaatkan keadaan.
Komentar