BELAJARLAH KE NEGERI CHINA

“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China” Demikian disarankan oleh Nabi Muhammad Rosululloh pada sahabat-sahabatnya dan kemudian tersiar sampai ke telinga kita. Awalnya kita ragu ada apa dengan Negeri China dan Bangsanya? Mengapa kita harus banyak belajar pada Bangsa China? Apakah kita harus datang ke negeri China seperti yang disarankan? Atau cukup dengan bergaul dan menimba ilmu mereka dengan sering berkunjung ke Klenteng atau dalam pertemuan persahabatan sebangsa dan setanah air yang bersifat pluralisme?. Nampaknya untuk dapat menjawab semuanya cukup dengan situasi dan kondisi setiap pribadi. Bagi yang memiliki dana besar silahkan langsung menuju negeri China yang terkenal dengan kotanya Bejing dan Keindahan pemandangan Tembok Besar China. Kebudayaan bangsa China sudah bisa kita saksikan dari keberanian mereka berhubungan dengan bangsa lain. Budaya merantau dan berniaga bagi mereka sudah menjadi kewajiban dan merupakan tantangan yang dapat menguji keberuntungannya. Tidaklah heran jika sejak jaman Kerajaan Singosari kita mencatat kehadiran bangsa China sebagai bentuk kemajuan yang nyata. Terutama dari angkatan laut dan pasukan perangnya yang memiliki sarana termasuk kapal dan persenjataan yang lengkap dan maju. Bahkan pakaian dan cara pandang mereka sudah tercatat melalui banyak kisah dan ada juga yang dilukiskan bahkan diperankan dalam drama dan film. Kebudayaan tertua di dunia memang banyak berasal dari negeri China. Seakan ilmu pengetahuan mereka tiada tertandingi oleh bangsa lain. Untuk itulah kita patut menjadikan semua yang dimiliki mereka sebagai pelajaran yang bermanfaat bagi semua manusia di dunia. Dari banyaknya ilmu, baik menyangkut perihal ketekunan, kecerdasan dan kepiawaian dalam mengolah pengalaman hidupnya termasuk memaknai hidup dengan kesadaran alam sekitar, dan pemanfaatannya bagi manusia sudah diajarkan secara beratus-ratus tahun. Tidaklah heran jika Bangsa China piawai membuat perabotan dari tanah, dan memanfaatkan bambu sebagai ganti dari kayu yang populasinya bisa terhabat jika dimanfaatkan secara besar-besaran. Untuk itu sebutan Negeri Bambu pun melekat hingga kini pada Negeri China. Mereka memanfaatkan Bambu sebagai alat musik, bangunan rumah, sumpit dan bahan membuat kertas untuk menulis dan melukis. Keuletan dan kepiawaian Bangsa China juga termasuk yang melekat pada warisan budaya leluhur dalam memaknai kesadaran tanaman, hewan dan daun-daunan sehingga mereka bisa meramu semuanya selain sebagai makanan pokok juga sebagai bumbu dan jamu obat-obatan. Begitu juga tradisi mengolah tanah menjadi keramik, patung dan barang seni menjadi kegemaran masyarakat dunia hingga kini. Beratus tahun lalu mereka berdagang keramik dan kini dengan cara bergaul dan persahabatan yang dijalin mereka bisa hidup berdampingan di berbagai negara dan menjadi warga negara dimanapun. Di belahan dunia manapun mereka bangsa China bisa memulai usaha dari kecil hingga besar. Mereka selalu ulet dalam berdagang. Mereka juga selalu jadi sorotan karena sangat cepat berhasil dalam usaha. Sehingga banyak bangsa lain yang iri melihatnya. Namun kini Bangsa China semakin di saingi semakin meraja di berbagai kemajuan usahanya. Hebatnya lagi meski secara keilmuan dan intelektual kemampuan mereka sudah bisa menyamai pengetahuan bangsa-bangsa yang maju, tetap saja mereka patuh dan selalu menjaga seni budaya leluhurnya. Mungkin inilah kuncinya. Dari 50 tahun perjalanan hidup saya berjalan dan mengamati serta bergaul dengan bangsa China atau keturunan China di Indonesia, membuat saya semakin memahami kenapa Nabi Muhammad menyarankan Kita Belajar sampai ke negeri China. Dan Kenapa Tuhan mentakdirkan Bangsa China gemar merantau ke berbagai belahan dunia. Ini rupanya sebagai jawaban agar sapapun bisa dengan mudah belajar banyak dari pikiran, dan kebudayaan masyarakat China secara lebih dekat. Dari sudut yang kecil saja, meskipun pada banyak persoalan mereka tertutup soal pandangan hidupnya, tapi saya bisa memaklumi karena jika ingin tahu kedalaman sumur dan bisa menikmati airnya yang sejuk, tentu saja harus dekat dengan sumur dan menimbanya secara langsung. Dari itu saya mulai belajar sejak kecil mengunjungi Klenteng dan memulai bergaul dengan teman-teman keturunan China sebagaimana aku bersahabat dengan teman-temanku dari warga keturunan Arab yang juga rata-rata berdagang. Meski akhirnya saya berhenti menjadi pedagang karena kentalnya jiwa kesenian yang ada di pikiran dan telah kunyatakan sebagai pilihan hidup. Salah satu yang paling penting dalam pelajaran Bangsa China, adalah bagaimana mereka memberi penghormatan pada nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyangnya. Untuk itu mereka sudah barangtentu harus banyak bertanya dan rajin membaca buku-buku yag diwariskan. Selanjutnya seringkali kucoba dengan datang ke Kelenteng. Ini awalnya memang tempat pemujaan pada leluhur.Artinya tempat suci bagi paham mereka yang beragama Kong Hu Chu. Tapi pihak pengelola Kelenteng di manapun telah membuka kepada siapapun dari bangsa apapun dan latar agama apapun untuk bisa mengetahui seni budaya mereka. Dari kelentenglah saya memperoleh tradisi kerukunan masyarakat China. Mereka dengan rasa seninya menjadikan kelenteng sebagai ruang besar kaya makna dan sumber ilmu pengetahuan dunia. Dari kelenteng saya juga dapatkan makna-makna filosofi yang tertulis di tembok dan kayu juga di guci-guci yang tertera secara beratus tahun lamanya. Dari klenteng pula saya mengetahui ada tradisi menjaga kesehatan dan bentuk olah raga yang kemudian diketahui masyarakat dunia sebagai beladiri yang khas yaitu kungfu, meditasi dan sebagainya. Dari Kelenteng pula saya memperoleh ilmu kesusastraan tinggi dan bagaimana bentuk kesenian terutama seni rupa yang dihormati mereka sebagai nilai luhur dan memiliki falsafah serta makna yang besar dalam kehidupan masusia. Berikutnya setelah saya bergaul dan bisa berbincang dengan mereka para filosof China keturunan yang masih hidup, akhirnya saya bisa memahami betapa bangsa China atau masyarakat China dimanapun memiliki kesadaran diri dengan lingkunganya yang begitu besar. Coba saja kita amati bersama pada cara pandang mereka dalam berniaga. Sepertiyang pernah kusaksikan sendiri. Suatu malam aku melihat sahabatku yang tengah merintis usaha baru, sebagai pelanjut usaha yang dirintis orang tuanya sedang bersoa. Ia dengan tekun berdoa di depan meja pemujaan. Lama sekali dan tidak mengenal rasa kantuk. Akhirnya aku beranikan bertanya. Mengapa kamu berdoa sangat lama sekali? Apa yang sedang kamu minta dan apa pula yang kamu harapkan dalam hidup ini. Bukankah kamu sudah begitu kaya dan hidup berkecukupan sebagai pewaris kekayaan leluhurmu?. Ia dengan tenang menjawab; “Aku berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesehatan dan kemampuan menjalankan salah satu usaha yang diwariskan leluhurku. Kenapa saaku pilih pada malam hari, karena kesempatan yang paling baik untuk menyampaikan doa agar segera terkabul itu di malam hari di saat orang lain tidur aku memanjatkan doa. Adapun siapa yang kudoakan adalah semua bangsa dan masyarakat yang ada di alam sekitar kehidupanku agar mereka hidup sejahtera, berlimpah harta dan banyak rejeki serta gemar berbelanja di toko saya. Sebab kalau tidak didoakan bagaimana Toko Mas Saya bisa laris jika kondisi ekonomi masyarakat kota dan daerah disekitarnya tidak sejahtera dan berlimpah uang. Dan aku akan selalu menyempatkan terus berdoa. Aku merasa warisan dan ilmu pengetahuan yang di berikan nenek moyangku sebagai modal. Jadi kalau sebagai pelanjut perjuangan hidup, aku tidak bisa menjaga dan melestarikannya hidupku bisa susah. Misalnya saja aku berfoya-foya dengan harta yang kumiliki, tentu akibatnya bisa buruk. Usahaku bisa bangkrut dan jatuh melarat. Jika itu terjadi sulit keluargaku atau orang lain membantu.Selama aku berusaha mencapai kemajuan usaha ini, aku hanya akan makan sedikit bagian dari keuntungan. Selebihnya masuk tabungan dan pengeloan modal awal yang diperoleh. Jadi kalau baru untung seratus ribu saja, kita habiskan dengan makan enak seluruhnya, aku bisa ketagihan dan modal awalnya dipastikan suatu saat akan termakan juga. Makan enak dan bertamasya menurutku hanya untuk mencukupi rasa suka. Semua itu ada saat dan waktunya”. Mendengar penuturannya aku tersentak. Mereka dalam memperjuangkanusahanya selalu mendoakan orang lain di malam yang sepi, agar sejahtera hidupnya sehingga bisa berbelanja sesuai kebutuhan pada toko-toko yang mereka miliki. Dan mereka bisa menjaga harta warisan bahkan memuliakannya sampai akhir zaman. Pantas saja, jarang ada yang kesulitan dalam hidup, kecuali mereka yang terkena celaka atau karena mabuk pada situasi dan terkena godaan hidup yang tak terelakan. Aku membayangkan kalau saja dulu Kekayaan Nenek dan Kakek Saya yang berlimpah itu tidak dibagi bagikan pada anaknya tentu sampai sekarang aku masih bisa merasakan nikmat dan gagahnya sebagai pemilik pabrik sepatu dan pabrik rokok di kotaku kelahiranku. Tapi kalaupun begitu belum tentu juga sih aku mampu menjaga kekayaan orangtua. Karena untuk melakukan kebiasaan semedi di malam yang khusuk dengan mendoakan orang lain agar kaya raya dan banyak harta yang berdampak bisa membawa dagangan, usahaku dan menjadikan nasibku baik bukan cara yang musah. Duh kok ya mereka bisa seperti itu. Kalau saja budaya mereka kita pelajari dan sedikitnya kita ikuti secara baik maka tidak mungkin kita dengar ada Warung Makan yang tutup karena gara-gara bercerai dengan suaminya, atau karena anaknya sakit masuk rumah sakit dan karena suaminya mendadak terkena penyakit dalam dan juga menemukan datangnya kematian di antara anggota keluarga kita. Aku tidak pernah melihat diantara mereka ada yang bangkrut usahanya gara-gara persoalan pribadi dan yang dikhususkan. Kecuali terkena bencana alam. Itupun dengan serta merta saudara dan sahabat-sahabatnya akan dengan cepat membantu mereka karena mereka tahu kepribadian dan kemampuan mereka dalam menangani satu bidang, amat serius dan piawai serta memperoleh kepercayaan. Pihak Perbankan dimanapun akan lebih percaya memijamkan uangnya pada orang yang tekun dan mampu bekerja keras ketimbang pada bangsa yang pemalas, banyak rencana, suka meminta-minta dan tidak banyak inovasi pada perubahan nasib diri dan bangsanya sendiri. Bangsa yang pemalas dan tak gemar bekerja keras itu cirinya mudah rapuh, rentan pada situasidan tidak peka pada musim serta kehidupan di zaman apapun. Ciri mereka bangsa yang rentan adalah bangsa yang tidak gemar membaca buku apalagi membaca alam. Mereka juga rentan pada situasional sehingga baru usahanya menanjak, ketika menghadapi persoalan anggota keluarga sakit, suami kawin lagi, datang perceraian,bahkan kematian orangtua dan segala macam yang sifatnya cobaan dalam kehidupan dimaknai sebagai malapetaka. Maka hancurlah usaha yang dibangun, Kekayaan yang dihimpun pun kandas, apalagi warisan yang ada kemudian dibagi-bagikan. Tidak dilestarikan sebagai aset keluarga yang bisa langgeng sepanjang hayat. Akibatnya mereka saling tuduh dan saling selisih dengan sesama saudara dan sesama bangsanya sendiri. Padahal jika saja mereka mampu memaknai pentingnya sebuah kesadaran dimana ia tinggal langit dijunjung, lingkungan dijaga dan keyakinan dikuatkan, maka berbagai jalan keluar akan diperoleh bukan sebagai musibah tapi malah menjadi berkah. Demikian sekelumit pengalaman saya dalam memaknai nilai-nilai yang disarankan Kanjeng Nabi Muhammad agar bisa belajar dari Negeri China. Jika ada yang bisa dipetik, itu semata karena Petunjuk Allah. Jika terdapat kekurangan dan kesalahan, itu semata karena kebodohan saya sebagai manusia biasa. Semoga bermanfaat minimalnya untuk anak cucuku. Ingat Nak, Cu. Masih mulia mendapat warisan kata-kata, buku dan ilmu pegetahuan ketimbang harta yang akan jadi rebutan karena kita belum bisa mengelola nafsu kita. Sebagaimana leluhur kita dalam sejarah diceritakan terbakar nafsunya dalam meraih tahta Singosari hingga Majapahit dan pengaruhnya hingga jaman ini. Pilihlah jalan terbaik dengan nalarmu dalam memaknai kesadaran diri, sadar pada lingkungan, sadar memaknai langit, sadar memaknai bumi, sadar memaknai angin, sadar pada laut, sadar pada hutan sadar pada api, juga kesadaran memaknai air, sungai dan kehidupan lain diluar kita. Janganlah kamu kira mereka yang ada di luar lingkungan kita itu jelek, Karena dalam kejelekan ada kebaikan. Karena dalam kebudayaan bangsa apapun terdapat ilmu pengetahuan berharga yang bisa kita peroleh sebagai pembading yang akan memperkaya jalan kehidupan kita mencapai kebahagian.Karena ilmu akherat yang sudah kita peroleh adalah jalan menuju akhirat sedang nikmat hidup didunia mumpung masih sehat perlu kita tambah dengan banyak pengalaman dari berbagai hal, agar kita tidak merasa kecil. Atau dikecilkan sebagai bangsa yang suntuk dengan simbol tanah air yang subur makmur dan kaya raya. *** Pangaweruh ingkang cekak dening Ki Tapa kelana atau Nurochman Sudibyo.Ys.

Komentar