Meski
sudah berjalan dua belas tahun keberadaan atau eksistensi Komunitas
Asah Manah yang kemudian dikenal sebagai Sanggar Asah Manah masih
bersifat independen. Artinya belum terdata dan memperoleh bantuan yang
signifikan dari Pemerintah
daerah begitu juga di Dinas Parbud dan Dikpora Kabupaten Tegal. Padahal
peran aktifnya di masyarakat tidak saja untuk kabupaten Tegal, tetapi
juga daerah di sekitarnya seperti Brebes, Kota Tegal, Pemalang,
Pekalongan, Kendal dan
Semarang. Bahkan dalam dekade sepuluh tahun ini, berkali keluarga besar
Sanggar Asah Manah diundang ke luar daerah baik even regional maupun
nasional. Diantaranya sebagai pembicara budaya Pantura, Pembicara soal
kebudayaan di skitar tegal, Pentas teater, pentas pembacaan puisi
kreatif, wayangan sastra, baca puisi, juri puisi berbagai lomba, work
shop sastra dan teater, serta mengikuti berbagai seminar kebudayaan,
pertemuan sastrawan dan perhelatan penyair nasional.
Kota-kota
yang sudah disambangi Komunitas Asah Manah diantaranya; Bojonegoro,
Surabaya, Semarang, Ungaran, Solo, Yogyakarta, Pati, Rembang, Ngawi,
Cilacap, Kota Tegal, Pekalongan, Kendal, Brebes, Cirebon, Kuningan,
Indramayu,
Bekasi, Tangerang, Jakarta, Lampung,
Palembang, Jambi dan Makassar.
Upaya
membangun sanggar, bagi Dyah Setyawati selaku Direktur eksekutif Asah
Manah, dimaksudkan agar dapat lebih luas menampung minat baca
masyarakat, pelajar dan mahasiswa yang ingin memperdalam soal
kesusastraan baik itu membaca puisi, membuat puisi, mendongeng,
berteater, ngaji kebudayaan, melukis, membatik dan membuat pentas-pentas
alternatif sebagai sarana hiburan yang tidak mengekor pada bentuk
kesenian yang sudah ada.
'"Kalau
seni dangdut, organ
tunggal, wayang, band, dan campur sari itu kan tidak
usah diuri-uri oelh pemerintah secara alamiyah bisa bergerak dengan
sendirinya. Karena kesenian itu termasuk kesenian populer dan bisa hidup
dengan sendirinya. Namun untuk sastra, teater, pentas seni musik dan
tari alternatif yang berdasar pada akar tradisi baik tradisi lisan
maupun tulis termasuk kesenian langka, dan itu harus memperoleh
perhatian khusus dari pemerintah. Manfaatnya sudah barang tentu guna
meningkatkan SDM, pendidikan moral serta menghaluskan budi pekerti,"
jelas Dyah Setyawati.
Untuk
itu berbagai hasil dari pementasan di berbagai kota dikumpulkan, begitu
juga sumbangan dari donatur dan para tokoh masyarakat yang peduli seni
budaya dimanfaatkan untuk membangun sanggar. "Sanggar kami meskipun
kecil telah memperoleh bantuan
buku-buku bermutu dari
berbagai penerbit secara gratis. Kami berusaha untuk menata dan
mempromosikan gerakan membaca karya sastra agar masyarakat melek seni
budaya.. Begitu juga kami bersedia untuk melakukan pementasan kecil di
sanggar kami apabila ada tamu dan kunjungan dari berbagai daerah.Selain
itu kami melatih pembacaan puisi, menulis puisi, berteater, dan melukis
secara gratis. Kami sediakan makanan dan minuman bagi siapa saja yang
belajar dan berkunjung ke sanggar kami. Soal dari mana dananya, saya
yakin Allah sangat kasih pada hambanya yang berusaha terus berbuat baik.
Komentar