KISAH KASUS
NEGERI PESULAP
Oleh : Nurochman Sudibyo YS.
Master dunia David Coverville bisa jadi orang yang menginspirasi majunya para pesulap di negeri ini. Tak hanya Dedi Cobuser, dan Limbad yang berhasil melambungkan namanya di dunia magician, berikutnya muncul pula ratusan bahkan ribuan nama lain yang mengambil profesi di jalur yang sama. Jujur saja mereka enggan disebut sebagai pesulap. Entah mengapa, mereka lebih menyukai sebutan sebagai magician, illusioner dan sejumlah nama lain yang sebenarnya sama saja tugasnya mengelabuhi mata orang lain sehingga sang pemirsa merasa takjub menyaksikan pertunjukan mereka yang jika ditimbang-timbang tak ada bedanya dengan kerja para pesulap lain, sebagai profesi yang kian maju dan modern.
Merebaknya gairah masyarakat terhadap dunia sulap menyulap menjadikan banyak profesi diluar itu yang tak kalah penting ikut lahir secara sembunyi-sembunyi, belajar memperoleh ilmu sulap. Namun mereka yang berusaha mengeruk ilmu magician secara merunduk runduk ini ternyata bukan karena terpikat dengan profesi pesulap yang menjanjikan masa depan. Mereka baik yang baru belajar maupun yang sudah menekuni ilmu sulap-menyulap 'dunia lain' ini, justru dalam hatinya berkeinginan melebihi prestasi ekonomi dari karier para pesulap dimanapun. Bukan sukses secara intertainer yang mereka kejar, melainkah bagaimana mereka berhasil dalam prestasi menyulap hasil garapan dan kepiawaian mereka disaat melakukan uji kemampuan sulapnya guna memenuhi keinginan mereka mereguk kekayaan dunia dan meraja dunia.
Sebagai buktinya kini kita dapat mengetahui merebaknya pesulap di wilayah 'gelap' ini; sebut saja mereka yang sehari-hari bermain di bidang hukum, pembuat kebijakan, penguasa kecil hingga penguasa besar dan diktaktor cilik serta para tuan tanah berkelas kakap. Anehnya meski kemampuan mereka di atas rata-rata bahkan melebihi kemampuan magician kelas nasional bahkan mungkin juga dunia, mereka selalu saja mungkir saat disanjung piawai bermain sulap. Padahal dibalik wajahnya yang memerah, terselubung tawa cekikikan mendengar pujian yang menegangkan hatinya itu. Apalagi jika disebut kemampuannya melebihi Sang Master Limbad atau Kemampuan Dedi Colbuser, pasti sanubarinya gemeter keter-keter.
Jika ditimbang-timbang menyaksikan kemampuan mereka bekerja, tak perlu diterawang dengan kaca pembesar . Pasalnya sangat kelihatan dengan jelas dan bisa dibilang kasat mata orang normal. Hanya saja kelakuan mereka yang sebenarnya menyimpang itu tak mampu ditembus oleh berbagai permainan jujur apapun, karena gerakan sulap menyulap mereka itu sudah berlangsung sedemikian lama, kronis dan memasuki sistem besar pemerintahan, perekonomian dan jaringan proyek-proyek pusat dan daerah. Tak pelak para ahli hukum kesulitan menjerat para pesulap untuk diseret dalam pasal pelanggaran hukum karena semua prosedurnya sudah disulap sedemikian rupa sehingga dengan sejuta alasan apapun bisa terselamatkan. Kecuali jika dipandang dari sisi hidup bersih tanpa sulap menyulap dan ilmu Kebenaran Tuhan itu sendiri
Tak pelak rakyat kecilpun kemudian ikut-ikutan membuat kerangka sulap untuk melindungi dirinya dari birokrasi sulapan, aturan sulapan dan mekanisme sulapan. Ihwal kebersamaan saling sulap menyulap ini kemudian sudah bukan lagi rahasia umum, akan tetapi menjadi kultur baru yang notabenenya bagian dari Bangsa Pesulap tangguh. Jadi jangan heran jika ada anak kecil yang pandai menyulap sandal jeleknya menjadi bagus dengan alasan realisasi dari slogan sulap menyulap yang diamini bersama; "ambil yang baik buang yang jelek".
Begitu juga saat ada anggota masyarakat diminta mau menerima bantuan program penyelenggraan pendidikan Usia Dini yang jumlahnya dalam kwitansi Rp 50 juta diterima hanya Rp 30 juta saja. Sudah begitu si penerima diwajibkan membelanjakan uangnya membeli barang-barang sesuai RAB pada toko yang ditunjuk. Bahkan gilanya lagi dalam pelaporan semua pembelanjaan harus dihabiskan sejumlah Rp 50 Juta. Berikutnya setiap minggu si pemberi proyek menyebarkan isyue ke berbagai pelaku pengawas dan pemantau bantuan yang buntutnya minta bagian berapapun. Uang dana bantuan tersebutpun walhasil berubah jadi uang bancakan. Ketimbang ditolak dan kadung menerima, Karena bingung si penerima bantuan pun akhirnya mau saja diajari sulap menyulap yang akhirnya juga luput dari ancaman hukuman, karena sudah masuk dalam jaringan.
Kasus yang lain di tingkat kepala dinas instansi dimana setiap tahunnya memiliki 2 kali masa banjir proyek, berhasil mengajarkan aksi sulap menyulap dengan gaya yang lain. Suatu kali seorang kepala dinas menugaskan bawahannya untuk membuat rancangan program proyek pembangunan untuk tahun depan. Tentu saja biaya dan alokasi dana survey dan pembuatan gambar serta rencana proyek tersebut sudah disediakan melalui dana apbd sebagaimana ajuan tahun lalu. Tapi dasar pesulap, meski kepala dinas kerjanya hanya teken saja, ia tetap orang pertama dan yang paling besar mencaplok dana tersebut dengan alasan sejuta daya. Wal hasil para kasi dan kasubag di dinas tersebut pun tak kurang akal ikut bermain sulap. Mereka pun akhirnya mencari investor guna menambah penghasilan selain percikan dana operasional dan gaji bulanan. Tak pelak banyak kotraktor dan rekanan yang terpaksa mengeluarkan kocek jutaan rupiah tanpa perjanjian tertulis dengan alasan ikut merintis rencana proyek suatu instansi.Perkembangan permainan jenis ini berlangsung setelah munculnya banyak asosiasi dan ribuan pelaku bisnis yang menilih jadi kontraktor. Padahal prakteknya meski sudah ikut urun rembug membiayai rencana proyek, manakala dilelangkan proyek yang dinanti tak kunjung dtang. Saat ditanyakan rupanya para pesulap di bagian perencanaan sudah ganti tugas di kantor lain dan penggantinya tak tahu menahu. Wal hasil proyek di instansi tersebut ricuh. Buntutnya siapa yang mendekat dan punya pegangan erat dia dapat. Acara lelang meski sudah ada pemenang bisa diramu dengan seribu alasan akhirnya dikalahkan.
Kisah pesulap yang lain terjadi manakala ada dua orang pemuda utusan dari karangtaruna desa tetangga bermaksud meminta sumbangan kegiatan turnamen sepak bola sebagai imbas dari film sinetron "Tendangan Si Madun". Dua pemuda tadi critanya datang ke tokoh kaya raya dan terpandang di kotanya. Saat berada di rumah orang yang dituju, ia terkesima dengan penerimaan tuan rumah yangs elalu sibuk mengumpulkan orang dan mempersilahkan makan dan minum di ruang yang sengaja dibuatnya selama bertahun-tahun. Saat makan minum di rung tunggu itulah ia kemudian terpacing pembicaraan dengan juru pandu para tamu tuan rumah yangs elalu bicara soal kebijakan dan gerakan melakukan perubahan.
Dua pemuda yang semula bertujuan meminta sumbangan itu kemudian bercerita soal lahan milik desanya yang kini sudah ditukar guling dan dijual pemerintah tanpa pengganti yang jelas. Lahan itu padahal milik desa yang saat ini masih dijadikal lapangan olah raga sepak bola. Adapun yang oknum yang menjualnya adalah camat yang sudah meninggal. Wal hasil Lurah yang baru tak bisa meikmati atau memiliki tanah desa yangs emestinya jadi ast dalam pemerintahan didesanya. Karena asik ngobrol soal kronologis hilangnya tanah desa, dua pemuda tadi pun laksana dibakar semangat perubahan. Begitu juga tat kala ia dipersilahkan menghadap orang kaya yang mau ia ajak ngobrol, saat ditanya ada kepentingan apa?
Sang juru tamu yang sebelumnya menerima dua pemuda tersebut menyaut permasalahan tanah sengketa yang menimpa desa kedua pemuda tersebut. Wal hasil kedua pemuda ini tak punya kesempatan menyodorkan proposal mohon dukungan kegiatan sepak bola yang tengah berlangsung karena tiba-tiba si tuan rumah malah mempersilahkan menggodog ulang dengan tim pendobrak untuk soal penyalah gunaan wewenang yang menimpa desanya bersama si juru terima tamu. Si tuan Rumah mengambil inisiatif begitu karena hari itu ia dituntut memimpin rapat panitia peresmian bangunan yang tengah didirikannya. Ia spontan lupa dengan inti dari kepentingan dua pemuda tadi yang lebih mengutamakan menceritakan latar histori lahan olah raga milik desanya ketimbang ke persoalan inti meminta sumbangan pembelian konsumsi untuk para peserta yang berasal dari berbagai daerah itu.
Terjadilah sulap menyulap yang berbuntut saling silang dan tak mau disalhkan bahkan untuk dikalahkan karena dua duanya sama salah langkah dan sama kurang pahamnya pada inti persoalan. Saat dua anak lelaki itu pergi si Tuan rumah bertanya pada juru tamu. Ia jawab nggak ngarti sulit, wong katanya masalah tanah itu sudah lama jadi sengketa dan ia punya keinginan untuk bicara sendiri dengan sampeyan,' ujar juru tamu. Tak beberapa lama Tuan rumah memperoleh esemes dari pemuda tadi. "kami tidak lagi simpati dengan anda," tulisnya. Tuan rumah jadi bingung. Lalu membalas "jadi apa keinginanmu?" esemes pun kian dberbalas "kami sudah tidak simpati dengan anda, anda congkak, dan tak berbudi. Balas pemuda itu .
Karena kesal rapat yang diipimpin tuan rumah pun terhenti. Si orangn kaya pun bertanya pada segenap peserta rpat. Apa di antara kalian ada yang mengerti dengan kehadiran dua pemuda ini? Salah seorang peserta rapat pun menjawab. Saya tau tuan. Mereka bermaksud meminta sumbangan kegiatan turnamen sepak bola yang sedang berlangsung Tuan. Memangnya kenapa tuan? Si tuan rumah langsung nggerendeng sendiri. Kenapa kalau mau minta sumbangan kok bicaranya dimulai dari sejargini begitu yah....lah sudah mari kita lanjutkan pembicaraan ujarnyaah desa dan hilangnya aset desa. Hemm...kirain ingin minta bantuan melakukan demo dan gerakan masa. Eh bocah ...kenapa harus bicara
Ngalor ngidul.
Esoknya si tuan rumah gelagapan dapat esemes dari teman-temannya karena di tanah lapang yang tengah jadi arena turnamen sepak bola tebentang nama tuan kaya yang kemarin tak memberi sumbangan dengan tulisan "Jangan dukung Tuan Kondang nan kaya yang cuma pandai bicara dan tak peduli siapa-siapa" Sudah barang tentu karena menyerempet soal nama baiknya si Tuan kaya pun melaporkan adanya spanduk yang mendeskriditkan dirinya. Polisipun akhirnya turun tangan dan meminta spanduk tersebut diturunkan, selanjutnya dengan berbagai adegan sulap kejadian pun lenyap tanpa tahu asal muasalnya. Bagi yang mendengar keluhan sepihak maka mereka pun ikut ikutan membenci ulah dan langkah Tuan kaya. Sedang Si Tuan kaya hanya merasa apa yang dilakukan kedua anak muda itu cukup disitu dan dijadikan persoalan biasa.saja Padahal yang biasa malah menjadi luar biasa dalam aktifitas sulap menyulap di negeri ini.
Buktinya sebulan kemudian saat ada acara duduk bareng tokoh masyarakat menyambut ulang tahun kotanya, Tuan kaya ternyata tak diundang. Namun karena menyangkut opini yang bakal muncul negatif, si tuan kaya pun datang tanpa undangan dan langsung angkat bicara. Di arena duduk bareng itu ia memperoleh lawan bicara yang tak seimbang karena masing-masing menyimpan prasangka hasil sulapan. Obrolan saling silang pun tak ada ujung pangkalnya karena mereka telah disulap oleh isyue dan prasangka hasil para pesulap yang telah jadi menu para pesulap juga. Akhirnya acara pun berubah sendu konon begitu menurut pendapat para tamu yang hadir dari dekat maupun dari pendengar kisah sepanjang jalanan.
Belum habis dengan kisah sulap menyulap isyue terdengar kabar ada pesulap dari kota yang saat ini terkenal berhasil mengalahkan kemampuan Limbad bahkan david Coverfile. Konon si pesulap piawai merubah penampilan bokong semar menjadi bau busuk yang merasuk ke segenap jiwa siapa saja dan kemudian jadi arena permainan kota yang menguntungkan penguasa dan ibundanya.
Ikhwal kemampuan si pesulap yang dengan berani menyulap bokong semar yang dalam cerita pewayangan saja merupakan milik negara pewayangan, dengan beraninya akan dirubah ceritanya menjadi milik pribadi dan disulap dengan kemampuan supernaturnaturalnya, berhasil dilakukan. Bahkan hampir saja tidak ada instansi yang bisa menunjukkan bukti itu hasil sulapan karena dikiranya hal yang biasa saja. Sudah barangtentu teka-teki tentang sulapan bokong semar menjadi arena bau busuk yang kerap akan menghilangkan perhatian publik itu malah menjadi area tujuan perhatian publik. Beberapa orang yang berani mendekat dengan terpaksa disingkirkan dengan berbagai syarat dan doa doa pengikat sukma, hijib asihan dan sembar sembur picisan..
Karena aksi pesulap kota itulah kemudian tersebarlah khabar bahwa kelak area bau tak sedap di situ akan menjadi wilayah baru bagi sebuah perluasan kota yang tentu saja siapapun yang punya lahan disitu jika awalnya cuma beli seperak akan memperoleh beribu perak dan jika yang sebelumnya cuma tanah garam akan disulap jadi lahan mas berlian. Tentu saja sulapan ini bakal berhasil jika pemilik kebicakan berhasil membuat wilayah tersebut menjadi area perkotaan dalam kancah tata kota. Hemm..pesulap bermain sulap terus menyulap apa yang bisa disulap. Yang nonton dan membaca tulisan ini pun ikut disulap dan tersulap bisu, sembari berfikir kapan ikut menjadi pesulap atau jadi benda mati yang tersulap. (Noors).
NEGERI PESULAP
Oleh : Nurochman Sudibyo YS.
Master dunia David Coverville bisa jadi orang yang menginspirasi majunya para pesulap di negeri ini. Tak hanya Dedi Cobuser, dan Limbad yang berhasil melambungkan namanya di dunia magician, berikutnya muncul pula ratusan bahkan ribuan nama lain yang mengambil profesi di jalur yang sama. Jujur saja mereka enggan disebut sebagai pesulap. Entah mengapa, mereka lebih menyukai sebutan sebagai magician, illusioner dan sejumlah nama lain yang sebenarnya sama saja tugasnya mengelabuhi mata orang lain sehingga sang pemirsa merasa takjub menyaksikan pertunjukan mereka yang jika ditimbang-timbang tak ada bedanya dengan kerja para pesulap lain, sebagai profesi yang kian maju dan modern.
Merebaknya gairah masyarakat terhadap dunia sulap menyulap menjadikan banyak profesi diluar itu yang tak kalah penting ikut lahir secara sembunyi-sembunyi, belajar memperoleh ilmu sulap. Namun mereka yang berusaha mengeruk ilmu magician secara merunduk runduk ini ternyata bukan karena terpikat dengan profesi pesulap yang menjanjikan masa depan. Mereka baik yang baru belajar maupun yang sudah menekuni ilmu sulap-menyulap 'dunia lain' ini, justru dalam hatinya berkeinginan melebihi prestasi ekonomi dari karier para pesulap dimanapun. Bukan sukses secara intertainer yang mereka kejar, melainkah bagaimana mereka berhasil dalam prestasi menyulap hasil garapan dan kepiawaian mereka disaat melakukan uji kemampuan sulapnya guna memenuhi keinginan mereka mereguk kekayaan dunia dan meraja dunia.
Sebagai buktinya kini kita dapat mengetahui merebaknya pesulap di wilayah 'gelap' ini; sebut saja mereka yang sehari-hari bermain di bidang hukum, pembuat kebijakan, penguasa kecil hingga penguasa besar dan diktaktor cilik serta para tuan tanah berkelas kakap. Anehnya meski kemampuan mereka di atas rata-rata bahkan melebihi kemampuan magician kelas nasional bahkan mungkin juga dunia, mereka selalu saja mungkir saat disanjung piawai bermain sulap. Padahal dibalik wajahnya yang memerah, terselubung tawa cekikikan mendengar pujian yang menegangkan hatinya itu. Apalagi jika disebut kemampuannya melebihi Sang Master Limbad atau Kemampuan Dedi Colbuser, pasti sanubarinya gemeter keter-keter.
Jika ditimbang-timbang menyaksikan kemampuan mereka bekerja, tak perlu diterawang dengan kaca pembesar . Pasalnya sangat kelihatan dengan jelas dan bisa dibilang kasat mata orang normal. Hanya saja kelakuan mereka yang sebenarnya menyimpang itu tak mampu ditembus oleh berbagai permainan jujur apapun, karena gerakan sulap menyulap mereka itu sudah berlangsung sedemikian lama, kronis dan memasuki sistem besar pemerintahan, perekonomian dan jaringan proyek-proyek pusat dan daerah. Tak pelak para ahli hukum kesulitan menjerat para pesulap untuk diseret dalam pasal pelanggaran hukum karena semua prosedurnya sudah disulap sedemikian rupa sehingga dengan sejuta alasan apapun bisa terselamatkan. Kecuali jika dipandang dari sisi hidup bersih tanpa sulap menyulap dan ilmu Kebenaran Tuhan itu sendiri
Tak pelak rakyat kecilpun kemudian ikut-ikutan membuat kerangka sulap untuk melindungi dirinya dari birokrasi sulapan, aturan sulapan dan mekanisme sulapan. Ihwal kebersamaan saling sulap menyulap ini kemudian sudah bukan lagi rahasia umum, akan tetapi menjadi kultur baru yang notabenenya bagian dari Bangsa Pesulap tangguh. Jadi jangan heran jika ada anak kecil yang pandai menyulap sandal jeleknya menjadi bagus dengan alasan realisasi dari slogan sulap menyulap yang diamini bersama; "ambil yang baik buang yang jelek".
Begitu juga saat ada anggota masyarakat diminta mau menerima bantuan program penyelenggraan pendidikan Usia Dini yang jumlahnya dalam kwitansi Rp 50 juta diterima hanya Rp 30 juta saja. Sudah begitu si penerima diwajibkan membelanjakan uangnya membeli barang-barang sesuai RAB pada toko yang ditunjuk. Bahkan gilanya lagi dalam pelaporan semua pembelanjaan harus dihabiskan sejumlah Rp 50 Juta. Berikutnya setiap minggu si pemberi proyek menyebarkan isyue ke berbagai pelaku pengawas dan pemantau bantuan yang buntutnya minta bagian berapapun. Uang dana bantuan tersebutpun walhasil berubah jadi uang bancakan. Ketimbang ditolak dan kadung menerima, Karena bingung si penerima bantuan pun akhirnya mau saja diajari sulap menyulap yang akhirnya juga luput dari ancaman hukuman, karena sudah masuk dalam jaringan.
Kasus yang lain di tingkat kepala dinas instansi dimana setiap tahunnya memiliki 2 kali masa banjir proyek, berhasil mengajarkan aksi sulap menyulap dengan gaya yang lain. Suatu kali seorang kepala dinas menugaskan bawahannya untuk membuat rancangan program proyek pembangunan untuk tahun depan. Tentu saja biaya dan alokasi dana survey dan pembuatan gambar serta rencana proyek tersebut sudah disediakan melalui dana apbd sebagaimana ajuan tahun lalu. Tapi dasar pesulap, meski kepala dinas kerjanya hanya teken saja, ia tetap orang pertama dan yang paling besar mencaplok dana tersebut dengan alasan sejuta daya. Wal hasil para kasi dan kasubag di dinas tersebut pun tak kurang akal ikut bermain sulap. Mereka pun akhirnya mencari investor guna menambah penghasilan selain percikan dana operasional dan gaji bulanan. Tak pelak banyak kotraktor dan rekanan yang terpaksa mengeluarkan kocek jutaan rupiah tanpa perjanjian tertulis dengan alasan ikut merintis rencana proyek suatu instansi.Perkembangan permainan jenis ini berlangsung setelah munculnya banyak asosiasi dan ribuan pelaku bisnis yang menilih jadi kontraktor. Padahal prakteknya meski sudah ikut urun rembug membiayai rencana proyek, manakala dilelangkan proyek yang dinanti tak kunjung dtang. Saat ditanyakan rupanya para pesulap di bagian perencanaan sudah ganti tugas di kantor lain dan penggantinya tak tahu menahu. Wal hasil proyek di instansi tersebut ricuh. Buntutnya siapa yang mendekat dan punya pegangan erat dia dapat. Acara lelang meski sudah ada pemenang bisa diramu dengan seribu alasan akhirnya dikalahkan.
Kisah pesulap yang lain terjadi manakala ada dua orang pemuda utusan dari karangtaruna desa tetangga bermaksud meminta sumbangan kegiatan turnamen sepak bola sebagai imbas dari film sinetron "Tendangan Si Madun". Dua pemuda tadi critanya datang ke tokoh kaya raya dan terpandang di kotanya. Saat berada di rumah orang yang dituju, ia terkesima dengan penerimaan tuan rumah yangs elalu sibuk mengumpulkan orang dan mempersilahkan makan dan minum di ruang yang sengaja dibuatnya selama bertahun-tahun. Saat makan minum di rung tunggu itulah ia kemudian terpacing pembicaraan dengan juru pandu para tamu tuan rumah yangs elalu bicara soal kebijakan dan gerakan melakukan perubahan.
Dua pemuda yang semula bertujuan meminta sumbangan itu kemudian bercerita soal lahan milik desanya yang kini sudah ditukar guling dan dijual pemerintah tanpa pengganti yang jelas. Lahan itu padahal milik desa yang saat ini masih dijadikal lapangan olah raga sepak bola. Adapun yang oknum yang menjualnya adalah camat yang sudah meninggal. Wal hasil Lurah yang baru tak bisa meikmati atau memiliki tanah desa yangs emestinya jadi ast dalam pemerintahan didesanya. Karena asik ngobrol soal kronologis hilangnya tanah desa, dua pemuda tadi pun laksana dibakar semangat perubahan. Begitu juga tat kala ia dipersilahkan menghadap orang kaya yang mau ia ajak ngobrol, saat ditanya ada kepentingan apa?
Sang juru tamu yang sebelumnya menerima dua pemuda tersebut menyaut permasalahan tanah sengketa yang menimpa desa kedua pemuda tersebut. Wal hasil kedua pemuda ini tak punya kesempatan menyodorkan proposal mohon dukungan kegiatan sepak bola yang tengah berlangsung karena tiba-tiba si tuan rumah malah mempersilahkan menggodog ulang dengan tim pendobrak untuk soal penyalah gunaan wewenang yang menimpa desanya bersama si juru terima tamu. Si tuan Rumah mengambil inisiatif begitu karena hari itu ia dituntut memimpin rapat panitia peresmian bangunan yang tengah didirikannya. Ia spontan lupa dengan inti dari kepentingan dua pemuda tadi yang lebih mengutamakan menceritakan latar histori lahan olah raga milik desanya ketimbang ke persoalan inti meminta sumbangan pembelian konsumsi untuk para peserta yang berasal dari berbagai daerah itu.
Terjadilah sulap menyulap yang berbuntut saling silang dan tak mau disalhkan bahkan untuk dikalahkan karena dua duanya sama salah langkah dan sama kurang pahamnya pada inti persoalan. Saat dua anak lelaki itu pergi si Tuan rumah bertanya pada juru tamu. Ia jawab nggak ngarti sulit, wong katanya masalah tanah itu sudah lama jadi sengketa dan ia punya keinginan untuk bicara sendiri dengan sampeyan,' ujar juru tamu. Tak beberapa lama Tuan rumah memperoleh esemes dari pemuda tadi. "kami tidak lagi simpati dengan anda," tulisnya. Tuan rumah jadi bingung. Lalu membalas "jadi apa keinginanmu?" esemes pun kian dberbalas "kami sudah tidak simpati dengan anda, anda congkak, dan tak berbudi. Balas pemuda itu .
Karena kesal rapat yang diipimpin tuan rumah pun terhenti. Si orangn kaya pun bertanya pada segenap peserta rpat. Apa di antara kalian ada yang mengerti dengan kehadiran dua pemuda ini? Salah seorang peserta rapat pun menjawab. Saya tau tuan. Mereka bermaksud meminta sumbangan kegiatan turnamen sepak bola yang sedang berlangsung Tuan. Memangnya kenapa tuan? Si tuan rumah langsung nggerendeng sendiri. Kenapa kalau mau minta sumbangan kok bicaranya dimulai dari sejargini begitu yah....lah sudah mari kita lanjutkan pembicaraan ujarnyaah desa dan hilangnya aset desa. Hemm...kirain ingin minta bantuan melakukan demo dan gerakan masa. Eh bocah ...kenapa harus bicara
Ngalor ngidul.
Esoknya si tuan rumah gelagapan dapat esemes dari teman-temannya karena di tanah lapang yang tengah jadi arena turnamen sepak bola tebentang nama tuan kaya yang kemarin tak memberi sumbangan dengan tulisan "Jangan dukung Tuan Kondang nan kaya yang cuma pandai bicara dan tak peduli siapa-siapa" Sudah barang tentu karena menyerempet soal nama baiknya si Tuan kaya pun melaporkan adanya spanduk yang mendeskriditkan dirinya. Polisipun akhirnya turun tangan dan meminta spanduk tersebut diturunkan, selanjutnya dengan berbagai adegan sulap kejadian pun lenyap tanpa tahu asal muasalnya. Bagi yang mendengar keluhan sepihak maka mereka pun ikut ikutan membenci ulah dan langkah Tuan kaya. Sedang Si Tuan kaya hanya merasa apa yang dilakukan kedua anak muda itu cukup disitu dan dijadikan persoalan biasa.saja Padahal yang biasa malah menjadi luar biasa dalam aktifitas sulap menyulap di negeri ini.
Buktinya sebulan kemudian saat ada acara duduk bareng tokoh masyarakat menyambut ulang tahun kotanya, Tuan kaya ternyata tak diundang. Namun karena menyangkut opini yang bakal muncul negatif, si tuan kaya pun datang tanpa undangan dan langsung angkat bicara. Di arena duduk bareng itu ia memperoleh lawan bicara yang tak seimbang karena masing-masing menyimpan prasangka hasil sulapan. Obrolan saling silang pun tak ada ujung pangkalnya karena mereka telah disulap oleh isyue dan prasangka hasil para pesulap yang telah jadi menu para pesulap juga. Akhirnya acara pun berubah sendu konon begitu menurut pendapat para tamu yang hadir dari dekat maupun dari pendengar kisah sepanjang jalanan.
Belum habis dengan kisah sulap menyulap isyue terdengar kabar ada pesulap dari kota yang saat ini terkenal berhasil mengalahkan kemampuan Limbad bahkan david Coverfile. Konon si pesulap piawai merubah penampilan bokong semar menjadi bau busuk yang merasuk ke segenap jiwa siapa saja dan kemudian jadi arena permainan kota yang menguntungkan penguasa dan ibundanya.
Ikhwal kemampuan si pesulap yang dengan berani menyulap bokong semar yang dalam cerita pewayangan saja merupakan milik negara pewayangan, dengan beraninya akan dirubah ceritanya menjadi milik pribadi dan disulap dengan kemampuan supernaturnaturalnya, berhasil dilakukan. Bahkan hampir saja tidak ada instansi yang bisa menunjukkan bukti itu hasil sulapan karena dikiranya hal yang biasa saja. Sudah barangtentu teka-teki tentang sulapan bokong semar menjadi arena bau busuk yang kerap akan menghilangkan perhatian publik itu malah menjadi area tujuan perhatian publik. Beberapa orang yang berani mendekat dengan terpaksa disingkirkan dengan berbagai syarat dan doa doa pengikat sukma, hijib asihan dan sembar sembur picisan..
Karena aksi pesulap kota itulah kemudian tersebarlah khabar bahwa kelak area bau tak sedap di situ akan menjadi wilayah baru bagi sebuah perluasan kota yang tentu saja siapapun yang punya lahan disitu jika awalnya cuma beli seperak akan memperoleh beribu perak dan jika yang sebelumnya cuma tanah garam akan disulap jadi lahan mas berlian. Tentu saja sulapan ini bakal berhasil jika pemilik kebicakan berhasil membuat wilayah tersebut menjadi area perkotaan dalam kancah tata kota. Hemm..pesulap bermain sulap terus menyulap apa yang bisa disulap. Yang nonton dan membaca tulisan ini pun ikut disulap dan tersulap bisu, sembari berfikir kapan ikut menjadi pesulap atau jadi benda mati yang tersulap. (Noors).
Komentar