Opini : TUNTUTAN KESEJAHTERAAN UNTUK KUWU DAN PERANGKAT DESA oleh Kobayashi Ritsu Gunawan

Kesejahteraan merupakan hak dari setiap individu atau kelompok masyarakat. Definisi kesejahteraan dalam konsep dunia modern menurut Ichwan Mujahid Nusantara dalam tulisannya tentang KONSEP Iman dan Kesejahteraan adalah, kondisi dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai yang dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status sosial yang mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama warga lainnya. Kalau menurut HAM, maka definisi kesejahteraan kurang lebih berbunyi bahwa setiap laki laki ataupun perempuan, pemuda dan anak kecil memiliki hak untuk hidup layak baik dari segi kesehatan, makanan, minuman, perumahan, dan jasa sosial, jika tidak maka hal tersebut telah melanggar HAM.

Merujuk pada Spicker (1995), Midgley, Tracy dan Livermore (2000), Thompson (2005), Suharto, (2005), dan Suharto (2006),pengertian kesejahteraan sedikitnya mengandung empat makna.

1. Sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Midgley, et al (2000: xi) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai “…a condition or state of human well-being.”Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya.

2. Sebagai pelayanan sosial. Di Inggris, Australia dan Selandia Baru, pelayanan sosial umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial (social security),pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan pelayanan sosial personal(personal social services).Edi Suharto/Welfare State/2006

3. Sebagai tunjangan sosial yang,khususnya di Amerika Serikat(AS), diberikan kepada orang miskin. Karena sebagian besar penerima welfare adalah orang-orang miskin, cacat, pengangguran, keadaan ini kemudian menimbulkan konotasi negative pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan,ketergantungan, yang sebenarnya lebih tepat disebut“social illfare” ketimbang “socialwelfare”

.4. Sebagai proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan,lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian pelayanan sosial (pengertian ke dua) dan tunjangan sosial (pengertian ketiga).

Merujuk tema tulisan ini, saya ingin mengkontekskan dengan realita di Indramayu, bahwa kemarin asosiasi kuwu dan perangkat desa dalam aksinya menuntut hak mereka kepada DPR RI dalam pemenuhan kesejahteraannya (radar Indramayu senin 8 November 2010). Menurut mereka, tuntutan ini harus di akomodir dalam sebuah Undang-undang tentang desa. Hal ini dikarenakan sudah ada piagam kesepakatan yang ditandatangani bersama antara Dewan Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara yang merupakan wadah/organisasi kuwu perangkat Desa seluruh nusantara dengan pimpinan DPR RI yang ditandatangani oleh wakil ketuanya Priyo Budi Santoso. Ada 10 point yang menjadi tuntutan mereka yaitu :

1. RUU tentang Desa

2. Membentuk Pansus Tentang Desa untuk dibahas dengan Komisi II DPR RI

3. Dana Alokasi Desa (ADD) minimal 10 % dari APBN

4. Jabatan Kuwu dari 6 Tahun menjadi 8 atau 10 tahun

5. Masa Jabatan Kuwu tidak dibatasi hanya 2 Periode

6. Biaya PILWU ditanggung 100% dari APBD Kabupaten

7. Batas maksimum umur jabatan kuwu dan perangkat Desa antara 60 samapai dengan 65 tahun

8. Ada penetapan dana purna bhakti kuwu dan perangkat desa apabila purna tugas

9. Adanya asuransi kesehatan dan kematian bagi kuwu, perangkat desa beserta keluarganya

10. Perlunya pembentukan kementrian khusus pedesaan atau nama lainya yg berkaitan langsung dengan desa.

Ada beberapa point tuntutan kuwu dan perangkat desa yang menurut saya kalau ini dituangkan menjadi undang-undang akan berdampak pada terciptanya rezim tirani ditingkat Desa. Contohnya tidak adanya batasan bagi seseorang untuk menduduki posisi jabatan kuwu di desanya.(point 5). Selama dia masih mampu “ menjadi Kuwu”, maka dia bebas untuk mencalonkan dirinya kembali. Berarti hilangnya orde kepimpinan Suharto (ORBA), kini muncul kembali sebuah system yang serupa. Hal ini dikuatkan dengan masa jabatan kuwu dari 6 tahun menjadi 10 tahun, dan batas maksimal umur bagi sesorang yang menjabat sebagai kuwu yaitu 60 sampai dengan 65 tahun.. Secara logika (mohon maaf) ketika usia seseorang sudah pada fase 60 tahun keatas maka secara fisik dan mobilitas akan sangat jauh dari hasil maksimal dalam memimpin desa. . Tidak hanya itu, hal ini akan memangkas potensi generasi muda desa yang mempunyai pemikiran yg kreativ dan inovatif dalam membangun desanya. Karena tidak mungkin, ketika seseorang sudah memegang kekuasaanya tanpa dibatasi, maka dia tidak akan membuat suatu system untuk melanggengkan kekuasaanya. Maka dari waktu ke waktu hanya dia (kuwu dan kroni-kroninya) yang akan memimpin dan menikmati kue kekuasan. Saya lebih sepakat bahwa batas usia maksimal seseorang untuk mejabat sebagai kuwu adalah 40 sampai 45 tahun. Dari kesepuluh tuntutan itu kebanyakan hanya memuat kepentingan individu kuwu dan perangkat desa saja. Kepentingan masyarakat desa secara keseluruhan hanya tercover dalam point 3, namun masih rentan dengan praktek korupsi.

Melihat definisi kesejahteraan diatas di sandingkan dengan tuntutan kuwu dan perangkat desa sangat kontradiksi sekali. Kita bisa lihat dalam realita di masyarakat, bahwa kesejahteraan seorang kuwu dan perangkat desa jauh lebih baik ketimbang masyarakatnya. Dimana seseorang yang menjabat menjadi seorang kuwu (kepala Desa) secara ekonomi dan status sosialnya lebih tinggi dari pada masyarakat desa pada umumnya. Alih-alih tuntutan ini diusung untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat namun (mohon maaf) hanya untuk memperkaya dirinya sendiri. Akan lebih baik jikalau kuwu, sebagai pemimpin di miniature pemerintahan negri ini, berfikir bagaimana mendahulukan kesejahteraan rakyat dan desanya, daripada memikirkan kesejahteraan dirinya. Karena pemimpin yang baik adalah pemimipin yang tahu bagaimana kondisi rakyatnya, dan mau berkorban untuk melayani dan mendedikasikan kinerjanya hanya untuk rakyat semata tanpa pernah pamrih apapun.

Indonesia sebagai sebuah Negara akan maju dan sejahtera, jika ditopang oleh desa yang kuat dan sehat, baik secara infrastruktur maupun masyarakatnya. Desa yang kuat dan sehat tentunya Makmur dalam segala hal, namun itu tidak hadir begitu saja, melainkan karena pemimpin di Desa yang memanifestasikan semua potensi desanya untuk tercapainya sebuah tujuan “Tata Titi Tentrem Karta Rahardja, Gema Ripah Loh Jinawe. Semoga.
(Menuju Gerbang Desa yang Merdesa)

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Wiralodra Indramayu

Komentar