FIKSI EKLUSIF : PENARI ULAR

FIKSI EKLUSIF : PENARI ULARPENARI ULAR Oleh : Nurochman Sudibyo YS.

Susi sejak kecil akrab bergaul dengan ular. Maklum ayahnya selain pemain seruling juga pawang ular. Segala macam ular menjadi mainannya sehari-hari. Dari ular tak berbisa sampai yang beracun tampak jinak di tangan Susi. Menyaksikan perkembangan anak perempuannya yang luar biasa, terbersit dipikiran ayahnya untuk memamerkan potensi anaknya itu ke panggung sebagai tontonan yang memberikan tambahan penghasilan keluarganya.
Upaya Samad selaku bapak di tengah-tengah keluarganya pun berhasil. Jika semula ia hanya bagian dari pemain musik di group dangdut dengan bayaran tak seberapa, dengan keberanian menampilkan Susi penghasilan Samad pun bertambah. Susi mulai dikenal di berbagai desa dan menjadi kebanggan daerahnya. Ia selalu tampil menawan di atas pentas bersama penyanyi dangdut yang secara tidak langsung ikut terangkat pula namanya, begitu juga nama group kesenian yang jadi pendukung penampilan Susi.
Tidak puas dengan menjadi bintang tamu di group yang membesarkan namanya, Susi pun mulai belajar menari untuk dipadukan denan ulr-ularnya. Ini berkat saran teman-teman bapaknya. Jadilah Susi sang penari ular. Ia tidak hanya dibayar mahal oleh group-group dangdut yang mengajaknya tampil. Susi sudah biasa tampil di undangan pribadi, dengan atas namanya sendiri ia tampil menghibur masyarakat baik di daerah maupun di luar kota. Susi mulai sibuk dengan jadwal peentasnya. Dipilihlah Ratih, sosok ibunya sendiri yang kemana-mana mengantar dan menjaga sekaligus memenej setiap datang undangan pentas.

Dalam waktu setahun perkembangan ekonomi Susi dan keluarganya kian berubah. Ia berhasil membangun rumah orangtuanya yang dulu gubug bambu kini berubah jadi rumah yang megah. Rumah neneknya pun ia bangun dengan mewah. Tak terkecuali membeli beberapa sepedaa motor merk ternama dan dua buah kendaraan roda empat untuk jalan-jalan sekeluarga dan mobil mini bus bertuliskan “Krue Susi, Quin penari ular”. Ibunya sendiri mulai kewalahan mengatur jadwal pentas. Mulailah Susi membutuhkan tiem kreatif untuk setiap pertunjukannya. Maklum ia sudah menjalani kontrak main di beberapa stsiun TV swasta. Susi tidak ingin penampilan dalam setiap pentasnya selalu sama.
Nasib baik berpihak pada diri Susi. Pentas tariannya yang bergelut dengan ular-ular berbisa seperti ular King Kobra, Ular Belang dan Ular Bedug, memukau banyak divisi marketing barang-barang kebutuhan masyarakat. Ia pun kemudian menerima kontrak iklan, ada iklan obat perangsang dan kepekaan, obat nyamuk cair, obat tidur sampai dengan obat menanggulangi kematian secara dini. Karena luwes dan mewahnya penampilan Susi di setiap panggung hiburan dan di layar televisi, Susi pun menerima kontrak advertising dari prodak hand phond yang dampaknya laris seperti kacang goreng. Kini Susi juga menerima tawaran sebagai bintang sinetron dan layar lebar. Meski perannya hanya sebagai bumbu penghibur, namun ia tetap saja memperoleh bayaran yang mahal. Konon sekali teken kontrak ibunya memasang tarif Rp50 juta. Aneehnya dalam tiga tahun ini tak seorang pun berani menawar. Belum lagi kalau undangan pentas di luar pulau dan luar negeri. Biayanya pun beubah lebih besar lagi.
Nama Susi Susilawati yang tertulis di akte kelahirannya sudah tidak ia gunakan lagi. Ia lebih dikenal dengan “Snake Quin” Si Penari Ular atau dipanggil “Quin”. Karena keterkenalannya ia dan keluarganya sangat dihormati berbagai kalangan. Setiap Hari Ulang tahun pejabat bahkan Ulang Tahun Kota kelahirannya Susi atau Quin memperoleh penghargaan diundang pentas secara khusus. Meski pentas di daerahnya sendiri, Quin tetap mematok harga sesuai dengan aturan kontrak yang tertulis di manajemen. Meski begitu untuk pentas-pentas pribadi kawan atau pejabat kerabat dekat ayahnya, ia selalu mengurangi honornya untuk para penanggap asal daerahnya. Kebijakan ini sungguh sesuatu yang menarik bagi warga di tempat kelahiran Susi atau Quin ini.
Sampai pada suatu ketika pimpinan daerah dimana Susi dilahirkan butuh sarana pertunjukan yang dapat menghibur masyarakat. Dipanggilah samad dan Ratih oleh Bupati. Mereka kemudian sama-sama menandatangni kontrak pentas Ulang Tahun koyanya yang tercinta.
“Ini pentas untuk masyarakat Pk Samad. Aku pun akan muncul satu panggung dengan Nak Susi,” ujar bupati membuka pembicaraan.
“Bapak Bupati juga senang main musik?,” tanya Susi.
“Oh, tidak. Bapak lebih memilih nyanyi, meski bapak dinilai teman-teman piawai main gitar, piano dan saksofound. Bapak sudah kelas pentium 4 lho Nak susi untuk soal memetik gitar,” jawab Bupati bangga.
Susi pun kemudian tertawa bersama. Kebahagiaan pun bersambung dengan mulai membicarakan mekanisme pembayaran.
“Begini ya Pak Samad sekeluarga, karena yang nanggap ini bukan saya pribadi tetapi pemerintah kabupaten, maka pembayaran pun melalui mekanisme birokrasi. Artinya Pemerintah menggunakan APBD untuk pentas nak Susi, nanti. Awas ya dik Susi uang ini milik rakyat. Setiap waktu diawasi oleh lembaga yang berkompeten,”
“Jadi kami harus menyesuaikan birokrasi. Lalu bagaimana dengan peran manajemen yang selama ini sudah terbukti kinerjanya,Pak? Ini tentu akan merepotkan peengadministrasian usaha kami yang sudha tertata semenjak lama, Pak Bupati?” sergah Bu Ratih.
“Sabar ya bu, saya belum habis menjelaskan soal mekanisme. Begini secara aturan pemerintah, pembayaran akan dilakukan setelah pentas Nak Susi dilakukan. Tidak mungkin toh bagian keuangan Pemda mengeluarkan dana yang bersumber dari uang rakyat sebelum kegiatan Nak Susi berlangsung. Untuk itu saya akan mengikuti aturan dalam menejemen Nak Susi eh Quin, dengan membayar preskot sepuluh juta dulu. Ini pun saya peroleh dari dana talangan. Artinya dana yang saya pinjam dari pihak swasta dengan prosedur setelah pentas Nak Susi selesai dan Panitia melakukan pembayaran serta penyelesaian tetk bengek administrasi dihadapan saya lagi. Saya kan nggak mau rugi karena beban pinjaman ini!”
“Kenapa panitia tidak transfer saja ke rekeningku,” ujar Bu Ratih.
‘Sekali lagi mekanisme pengeluaran dana APBD itu harus sesuai dengan Penmendagri. Semua dilengkapi dengan surat-surat yang ditandatangani oleh berbagai pihak yang terkait. Selain ditandatangani oleh Nak Susi atau pihak manajemen, panitia, serta instansi yang bertanggungawab membawahi kegiatan tersebut, sekaligus nama-nama pengawas dan pimpinan lembaga juga bendahara bersama kasir di bagian keuangan Pemkab harus ada, di surat-surat perjanjian pentas dan pembayaran atas kegiatan yang telah berlangsung ini nantinya,”
“Rumit sekali ya pak, ngurus negara?” sela Susi.
“Oh ya nggak sulit-sulit amat sih. Persoalannya bagi yang baru mendengar dan terlibat memang serasa sulit. Tapi bagi yang sudah terbiasa ya bukan lagi masalah, atau jadi masalah. ”
Baiklah kalau begitu sekarang kami harus bagaimana, Pak Bupati?” tanya Pak Samad.
“Kalian kan warga kami yang baik. Dan, karena Susi sebelumnya sudah cerita untuk pentas di desa dan dikota kelahirannya ia hanya menerima seperempat saja dari nilai harga pentas di luar kota. Jadi kalau sekarang ini kalian menandatangani Rp 10 juta sebagai uwang presekot atau DP, yang kalian terima adalah 2,5 juta saja. Tiga perempatnya itu milik kami. Jelaskan?”
Maksud Pak Bupati bagaimana? Kok kami 2,5 juta bapak dapat 7,5 juta. Namanya bukan preskot dong? Kok bapak malah dapat enaknya. Kami mau main di HUT kota ini tapi dengan syarat sebagaimana kebiasaan managemen menerima DP Rp 10 juta,” Sergah Bu Ratih mencoba tegas aturan.
“Sabar bu Ratih. Sejak awal kan sudah saya jelaskan ini mekanisme di pemerintahan. Dan Susi sendiri sudah menjalankan sumpahnya untuk hanya menerima seperempat saja dari nilai kontrak tanggapan di dalam kotanya sendiri. Bagaimana, setuju? Kalau tidak ya saya panggil semua aparat karena pernyataan susi yang mencintai kota dan daerahnya itu sedah dicatat dalam arsip dan didata dalaam bentuk rekaman dari seluruh media masa. Jika mau dianulir boleh, tapi besok citra anak panjenengan bisa rubah dan saya yakin kebohongan publikya akan mempengaruhi reputasi dan eksistensi Susi yang sudah jadi baagian dari kalangan artis dan selebritis di negeri ini,” jelas Bupati agak mengancam.
“Bailklah Pak Bupati, kami menuruti saja apa yang sudah diatur oleh bapak yang tadi disebut-sebut sebagai mekanisme itu. Tapi apa boleh tanya uang yang Rp7,5 juta itu nantinya dikemanakan? Dikembalikan ke kas APBD atau untuk siapa?” sela Susi.
“Nak Susi, Secara mekanisme uang itu tentu saja dikembalikan ke kas daerah, apabila dalam kegiatan pentas Nak Susi nanti pada kenyataannya tidak memerlukan dana tambahan. Persoalannya kan kita menyediakan Panggung Treler, Tenda Menara, Jenset yang besar, Lighting termewah, Dekorasi dan peralatan tehnik menyangkut sound sistem yang serba maksimal tentunya. Belum lagi pengamanan, dan dana untuk mobilisasi juga kontroling dan membayar musik pendukung dimana saya juga ikut main. Jadi jelas bukan, angka segitu bukan sesuatu yang besar untuk kami, maaf yah, kami bukan saya,” jelas bupati lagi.
“Baiklah jika begitu, saya eh...kami setuju dan kami terima apa yang jadi mekanisme di sini,”
“Nah begitu baru beres, Pak Somad. Ayu sembari diminum,” Bupati menawarkan rasa lega.
Sejak pertemuan dengan Pak Bupati, Susi menjadi asem wajahnya. Ia merasa terpukul dengan komitmennya sendiri. Ia pikir dengan cukup menerima seperempat dari biaya yang diperoleh masyarakat di desa dan di kotanya, ia akan semakin akrab menambah semangat masyarakat untuk ikut mendukung karier dan menjadi bagian dari tali persaudaraan yang dibangun. Tidak terpikir oleh Susi, manakala mekanisme pemerintah atas komitmennya itu membuat nada yang lain. “Pemerintah sekarang dipimpin oleh orang-orang politik. Ucapan dan perlakunya tidak sama dengan hatinya. Langkahnya memang tak nampak bersalah, namun pada kenyataannya tidak searah. Rakyat hanya jadi permainan mekanisme. Semakin tertib aturan yang berlaku, semakin tinggi cara dan kelas permainan untuk mengakali aturan yang berlaku tersebut,” gerutu susi .
Susi pun kemudian menugaskan tiem kreatifnya untuk mencari tahu apa yang dimaksud dengan mekanisme dalam pemerintahan tersebut. Ia dengan cepat memperolehnya. Benar saja dugaan Susi. Uang yang dimaksud dana talangan itu tentu saja uang pribadi bupati, hanya saja dibuat seakan-akan dana talangan. Lagian mana ada sih sekelas Bupati meminjam uang ke BPR hanya untuk urusan uang Rp10 juta untuk preskot nanggap Susi lagi.
Dalam merenung Susi juga berfikir mendalam. “Pasti orang-orang di kanan-kiri Bupati juga setiap harinya memperoleh fiee, belum lagi bagian keuangan, pelaksana kegiatan dan dinas yang membawahi urusan pentas kesenian semacam ini. Aku yakin pula dana keamanan, sewa alat musik, soun sistem dan lainnya sudah dianggarkan sampai ratusan juta rupiah. Dan aku yakin pula semua pemilik alat-alat tesebut nggerundel seperti yang aku rasakan. Dan, mereka yang terlibat mengolah pengalaman kesehariannya sebagai bagian dari mekanisme yang dibenarkan. Huh....rasakan pembalasanku,” geram Susi.
Sampai pada waktu pementasan, Susi memeperoleh sambutan hangat dari ribuan penggemarnya. Meski di kotanya sendiri, ia selalu mendapat aplaus meriah. Hal ini karena sikap susi yang selalu merendah, tidak sombong dan gemar melakukan kegiatan sosial, itulah yang membuat nama Susi hinggaa 10 tahun terakhir ini lebih mashur dari nama Bupatinya.
Seminggu kemudian usai ia melakukan penandatanganan pembayaran kontraknya sebesar Rp 50 juta dan menerima uang hanya Rp 10 juta saja, Bupati yang ia banggakan dengan kepintaran dan kepiawaiannya sebagai pimpinan daerah itu masuk bui. Ia mendapat hadiah pukulan palu hakim untuk selama 5 tahun tinggal di hotel prodeo.
Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh aparat hukum Bupati yang pandai berkelit dalam menghadapi kasus dugaan korupsi yang merugikan uang rakyat dan negara itu akhirnya sekarat. Ia memang Bupati yang kondang dan lihai bak belut mandi di oli. Sepele saja ia pun akhirnya terjerat pasal penggunaan narkoba. Bupati tidak hanya terbukti menggunakan narkoba jenis sabu-sabu untuk konsumsi sendiri, tetapi juga telah merambah dengan mengajak keluarga, kawan-kawan politik, sahabat pengusaha dan tentu saja ia juga masuk jaringan perdagangan narkoba di negeri ini.
Hebatnya aparatur hukum untuk masalah yang satu ini tida pandang bulu. Mau ia aparat atau pejabat, kalau sudah ketahuan oleh malaikat, Allah melaknat, dan masyarakat mau tirakat, pasti Petugas hukum pun langsung Menyikat sampai kemudian kisah dan perannya yang jahat pun, tamat. (***)
Jakarta edisi Juni 2011

Komentar