ESAI BUDAYA: Peran Perempuan Dalam Pelestarian Batik Dan Tari Topeng Selarang Kabupaten Tegal

Peran Perempuan dalam Pelestarian Batik dan Tari Topeng Selarang Kabupaten Tegal
Oleh : Dyah Setyawati*

Diperuntukkan sebagai materi Seminar Nasional dengan Tema “Peran Perempuan dalam Melestarikan Seni Tradisional Kabupaten Tegal” 10 April 2011, di Gedung PKK Kab. Tegal.
Stasiun aman kendal weleri
aja Kawin ning dina sawiji
Peran perempuan Tegal muga lestari
Sapa Sing dingin juara siji

Penganten dugal, ora bisa turu
kepengine ngeteh gula batu
Kabupaten Tegal ora mung kupat tahu
Seni budayane ya nomor satu

Kabupaten Tegal dikenal sebagai daerah tingkat II yang memiliki sedemikian banyak potensi seni budaya yang patut dibanggakan. Kekayaan cultural ini tentu saja sudah seharusnya menjadi aset besar pemerintah daerah dan sekaligus kebanggan bagi masyarakatnya. Sebut saja dengan peristiwa ritual sedekah Bumi, Mapag Sri, Muludan, khaul, Nadran dan pesta giling atau pesta panen tebu menjadi peristiwa penting yang terus hidup dan dipertahankan di masyarakat kita.
Selain itu masih ada bentuk-bentuk ritual lainnya yang biasa dilakukan dalam bentuk acara hajatan, tasyakuran, ritual nebus weteng, dan lain-lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut biasanya masyarakat kita menyelenggarakan acara hiburan antara lain dengan mempergelarakan kesenian wayang kulit, wayang golek menak, sintren, tari topeng, tari kuntulan, angklung, terbang, braen, atau balo-balo dll.
Sayangnya sampai hari ini upaya pelestarian terhadap potensi seni budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Tegal tersebut belum dilakukan secara maksimal. Sebut saja untuk kesenian yang tidak perlu ‘sentuhan’ pemerintah dikarenakan sudah memiliki pasar tetap di masyarakat seperti seni Wayang Kulit dan ketoprak, malah beberapa tahun belakangan ini didanai secara besar-besaran. Padahal itu sebenarnya tidak perlu dan ketoprak pun bukan kesenian khas daerah kita. Hiburan wayang kulit atau wayang purwa di daerah kabupaten Tegal dan sekitarnya sudah memiliki pasar tersendiri. Jadi kalaupun pihak pemerintah tidak banyak membantu perkembanganya masyarakat sendiri justru sudah memberikan ruang besar penghargaan yang setimpal pada pelaku seninya. Semisal Group Wayang Kulit dan wayang golek menak yang dikomandoi Ki Dalang Entus Susmono, saya pikir tak usah diberi sentuhan bantuan dana pemerintah pun sudah mampu menghidupi keseniannya sediri. Begitu juga group organ/orjen tunggal.
Berbeda dengan Kesenian Tari Topeng yang belum lama ini pelaku seninya, Ibu Suwitri telah menerima Penghargaan dari Pemerintah RI melalui Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik. Secara pribadi Suwitri telah diberikan penghargaan sebagai Maestro Penari Topeng dari Dukuh Slarang, Slawi, Kabupaten Tegal. Dan, dengan diraihnya penghargan tersebut Ibu Suwitri memperoleh bantuan dana pembinaan dari Pemerintah Republik Indonesia sebesar Rp 7 juta setiap enam bulan sekali. Lalu selesaikah tugas pemerintah kabupaten hingga sampai disitu?.
Jika dibandingkan dengan perkembangan seni Tari topeng di daerah lain seperti di Cirebon dan Indramayu, Seni Tari Topeng seperti yang diperjuangkan oleh keluarga Ibu Suwitri dari desa Slarang Dukuh Waru Kabupaten Tegal, memperoleh sambutan yang luar biasa dari pemerintah setempat dan masyarakatnya. Sebagaimana penganugerahan gelar maestro terhadap Ibu Sawitri, penari Topeng Losari Cirebon (almarhum) dan almarhum Ibu Rasinah Penari Topeng dari Pekandangan Indramayu. Dalam waktu tak kurang dari lima tahun setelah penganugerahan maestro pada dua tokoh penari topeng tersebut, terbentuk sanggar-sanggar tari topeng di dua daerah kabupaten dimana mereka tinggal. Bahkan perkembangannya sampai masuk juga ke kota madya dan kabupaten tetangga.
Hampir di berbagai tempat terbentuk kelompok-kelompok seni tari topeng sebagai bentuk pelestarian dan kaderisasi. Tak pelak kesenian ini pun kerap kali bisa ditampilkan dalam setiap momen apapun, penyelenggaraan berbagai acara resmi pemerintah maupun hiburan di masyarakat. Bahkan ada kesan belum menjadi warga Cirebon atau Indramayu kalau kaum perempuannya belum bisa menari topeng. Lalu bagaimana dengan seni tari topeng dari Slarang Kabupaten Tegal yang kini malah lebih dikenal oleh masyarakatnya menjadi “Tari Endel”? Hal ini karena ulah kita yang sembarangan mensosialisasikan Seni Tari Topeng dari Selarang Slawi Kabupaten Tegal menjadi seni “Topeng Endel”. Karena “Endel adalah salah satu dari 6 nama jenis tarian topeng dari Selarang Dukuh Waru Slawi Kabupaten Tegal yang dikuasai Ibu Suwitri. Dan kita tidak menyebutkan tempat dimana Ibu Suwitri memperjuangkan keseniannya sebagaimana tokoh penari Topeng di Cirebon dan Indramayu.
Padahal, jika dibanding dengan potensi seni tari topeng didaerah lain, untuk jenis Tari Topeng di Kabupaten Tegal, justru memiliki jenis tarian yang lebih banyak macamnya. Jika di Cirebon dan Indramayu hanya memiliki seni tari Topeng Panji, Topeng Samba, Topeng Rumyang, Topeng Patih dan Topeng Klana, di Kabupaten Tegal justru ada 6 jenis tarian yang dikuasai oleh Ibu Suwitri, bahkan ibunya Suwitri malah menguasai 12 tarian Topeng dari Leluhurnya. 6 jenis tarian topeng yang dikuasai Ibu Suwitri dari Selarang Dukuh Waru Slawi Kabupaten Tegal tersebut yaitu Tari Topeng Endel, Tari Topeng kresna, Tari Topeng Arjuna, Tari Topeng Pamindo, Tari Topeng Patih dan Tari Topeng Minakjingo untuk menyebut tokoh Topeng Klana gaya Tegal-an.
Sayangnya sebegitu besar potensi seni tari topeng Selarang Dukuh Waru Slawi Kabupaten Tegal, pada gilirannya hanya satu yang dikenal oleh masyarakat dan pihak pemerintah pun melegitimasi Seni Tari Topeng Slarang Dukuh Waru Kabupaten Tegal yang kini disebut sebagai seni “Tari Endel”. Jika ini diteruskan hingga akhir hayatnya, Ibu Suwitri tentu hanya mampu mewarisan sebutan ini, karena dibiarkan dan diteruskan secara turun menurun, maka jumlah tarian Seni Topeng Selarang Dukuh Waru Slawi Kabupaten Tegal pun akan berkurang jenisnya dari sejumlah 12 tarian, kini tinggal 6 dan jika disosialisasikan dengan sebutan “Tari Endel”, maka generasi muda kita di masa depan hanya akan mampu melestarikan satu jenis tarian dari Kesenian Tari Topeng Selarang Dukuh Waru Slawi, Kabupaten Tegal dengan sebutan “Tari Topeng Endel”.
Mari kita sadari bahwa upaya pelestarian seni tradisional tidak hanya menjadi tanggungjawab Pemerintah dan lembaga-lembaga yang secara khusus membidangi kegiatan tersebut. Begitu juga dengan tanggungjawab gerakan pelestrian seni budaya ini, bukan hanya diperuntukkan untuk kaum laki-laki saja, Kaum perempuan pun bahkan memiliki tanggungjawab besar untuk ikut serta dalam upaya pelestarian seni budaya tradisional di daerahnya. Bagaimana tidak, dari sekian banyak potensi jenis seni budaya yang kita banggakan di Kabupaten Tegal, hampir 90 persen di lakukan oleh kaum perempuan.
Menyadari perannya yang besar tersebut, berbagai upaya sudah semestinya dilakukan untuk memajukkan peran perempuan di berbagai daerah terhadap potensi seni budaya yang dimilikinya. Lihat saja kesenian Tari hampir disemua jenis dilakukan oleh wanita. Demikian juga seni batik tulis di Kabupaten Tegal pun dilakukan oleh tangan-tangan lembut kaum perempuan. Untuk itulah saya bermaksud mengajak kepada khususnya kaum perempuan untuk ikut serta menggalang kebersamaan guna melakukan tindak lanjut pelestarian seni budaya adiluhung yang kita miliki sekarang ini.
Adapun upayanya untuk sementara saya fokuskan pada dua jenis kesenian yang memang memerlukan tangan-tangan perempuan guna meningkatkan perannya dalam upaya pelestarian dan penyelamatan seni budaya di Kabupaten Tegal. Yaitu melalui pengembangan seni Tari Topeng Selarang Dukuh Waru Slawi Kabupaten Tegal agar disebarluaskan ke berbagai lini di dunia pendidikan. Programnya untuk anak-anak usia Taman Kanak-kanak dan sekolah Dasar cukup dilatih dengan jenis Tari Topeng Kresna, selanjutnya di Usia SMP diajarkan dua jenis tarian yaitu Tari Topeng Arjuna dan Tari Topeng Minakjingga.
Untuk selanjutnya setiap anak-anak yang telah menguasai beberapa jenis Tari Topeng Selarang Dukuh Waru Slawi Kabupaten Tegal, diperkenankan menambah ilmu dan melengkapi beberapa jenis tarian lainnya. Berikutnya mereka dibolehkan membuka sanggar tari Topeng Selarang, tentu saja setelah memperoleh sertivikat sebagai “Perempuan Tegal yang menguasai 6 jenis tari Topeng Slarang Dukuh Waru Slawi Tegal”.
Begitu juga dengan kesenian Batik Kabupaten Tegal yang memiliki 3 daerah pengembangan, yaitu di Dukuh Salam, Dukuh Benda Pangkah dan Desa Langgen Talang. Seni Batik Tulis yang merupakan warisan leluhur dan kini dikembangkan di 3 tempat di Kabupaten Tegal ini sudah semestinya memperoleh perhatian besar dari pemerintah dan khususnya kaum perempuan sebagai warga Kabupaten yang bertanggungjawab melestarikan kesenian adiluhung ini.
Mengapa Seni Batik Tulis dari Kabupaten Tegal ini begitu penting dan menaruh harap sentuhan besar kaum perempuan? Selaku warganegara dan pewaris budaya bangsa ini, kaum perempuan memang tokoh nomor satu yang berhak ikut tampil melestarikannya. Selain dikarenakan seni Batik tulis gaya Tegal-an ini memang sejak beratus tahun lalu menjadi buah kerajinan kaum perempuan, penggunanya pun memang secara makro lebih banyak diperuntukkan bagi kaum perempuan.
Berdasarkan riset yang telah saya lakukan bersama suami saya yang juga peneliti dan pencatat batik di Indonesia, secara khusus Seni Batik Tulis Kabupaten Tegal akan punah dalam kurun waktu yang tidak sebegitu lama. Dan, kita kelak hanya bisa menikmati batik gaya Tegalan dalam bentuk cap dan produksi pabrik bukan asli karya tangan-tangan trampil masyarakat Kabupaten Tegal. Hal ini dikarenakan minimnya kaum perempuan yang tertarik menekuni Seni Batik Tulis Tegal-an. Lihat saja baik di Dukuh Salam, Dukuh Benda Pangkah dan Langgen Talang kalaupun masih bertahan hanya dilakukan oleh kaum ibu dan nenek-nenek yang usianya sudah lanjut, bahkan hampir-hampir sudah tidak produktif lagi.
Sangat disayangkan jika anak-anak perempuan mereka saja yang tinggal di 3 desa tesebut tak ada lagi yang tertarik dengan Seni Batik Tulis kebanggaan daerahnya, apalagi anak-anak atau kaum perempuan dari desa yang lain. Jadi tidak salah bukan jika dalam beberapa tahun ke depan seni batik tulis kabupaten Tegal akan punah. Jika kaum perempuan dan pihak pemerintah tidak melakukan gerakan penyelamatan, kesenian adiluhung ini bakal sirna. Padahal saya dalam beberapa tahun ini telah berhasil melakukan promo besar-besaran ke berbagai daerah mengenai dahsyatnya motif Seni Batik Tulis kabupaten tegal.
Secara harga batik kita memiliki nilai jual yang cukup mahal. Secara motif jenis Seni Batik Tulis Kabupaten Tegal juga variatif dan sangat menarik perhatian masyarakat pecinta batik di Indonesia dan Mancanegara. Tapi bagaimana bisa memenuhi permintaan pasar, jika para pengrajin dan pelaku seninya tidak malah bertambah banyak, eh malah kian punah karena anak-anak mereka para pembatik banyak yang bekerja ke luar negeri, dan menjadi istri dari suami-suami mereka yang tinggal di luar daerah dan melarang istrinya membuka usaha batik dengan alasan kurang menguntungkan tersebut.
Untuk itu saya mengajak kepada kaum perempuan di Kabupaten Tegal untuk bersama-sama pihak pemerintah daerah Kabupaten Tegal, secara besar-besaran melakukan gerakan yang representatif terhadap upaya pengembangan dan penyelamatan juga pelestarian seni budaya batik. Melalui upaya peningkatan rasa cinta kita dalam memiliki kekayaan daerah berupa Seni Batik Tulis Kabupaten Tegal. Yang kemudian dikenal luas sebagai Batik gya Tegal-an.
Upayanya tentu saja dengan melakukan diklat-diklat di berbagai tingkatan jenjang sekolah, Bahkan akan lebih baik lagi jika Seni Batik Kabupaten Tegal menjadi materi muatan lokal pelajaran kesenian di sekolah-sekolah.
Selanjutnya pihak Pemerintah Daerah juga dapat dengan segera melakukan pendokumentasian jenis-jenis motif hias Batik Tulis Gaya Kabupaten Tegal, dan dengan segera pula menentukan jenis motif terbaiknya untuk menjadi “ikon” yang memiliki jiwa dan makna filosofi yang tinggi semisal pada Batik Tulis motif hias “Tapak Kebo” (yang artinya pijakan peran serta rakyat. Tapak=Pijakan dan Kebo Simbol rakyat jelata) atau motif hias batik tulis kabupaten Tegal “Welut Gumbel” (yang maknanya jadilah seperti belut yang nggumbel atau jadilah orang yang lincah dan jangan mudah diperdaya).
Jika sudah mampu menentukan motif yang baik dengan makna dan filosofi yang membumi tersebut, segera Pemerintah Daerah menentukan motif-motif baru yang agak mirip dengan motif yang dipilih menjadi ikon dan jiwa Masyarakat Kabupaten Tegal tersebut, untuk diproduksi secara pabrikasi. Hasilnya ditentukan pula mana batik dengan motif batik tulis sesuai ikon Kabupaten Tegal yang diperuntukkan guna menjadi seragam anak-anak sekolah di tingkat taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, SLTP, SMA,dan Perguruan tinggi serta pegawai kantor negeri dan Pegawai kantor swasta. Motif-motif tersebut kemudian jangan sama antara satu dan lainnya, namun sejiwa . Misalkan saja yang terjadi pada motif Batik “Mega Mendung” yang dijadikan ikon dan jiwa masyarakat Kota dan Kabupaten Cirebon, kan berbeda-beda, bahkan batik mega mendungnya pun tetap tidak terpengaruh nilainya meski telah menjadi seragam, gorden, taplak meja, dan motif hias bangunan, karena yang aslinya tetap batik tulis sedang yang dipabrikasi dan yang dijadikan ikon adalah stilasinya yang merupakan hasil pencerahan para seniman perupa bekerja sama dengan budayawan dan ahli filosofi lainnya.
Lalu peran perempuan kita harus bagaimanakah setelah melihat dua potensi yang dikembangkan tadi? Kita kaum perempuan harus dengan segera ikut serta mendorong upaya mencari solusi tenaga kerja pembatik. Dan yang terbaik kaum perempuan khususnya yang ada di elemen pemerintahan, lembaga kepemudaan, karang taruna dan LSM tentunya bisa melakukan upaya pembelajaran secara langsung di lokasi pembatik di 3 tempat di Kabupaten Tegal yang kita cintai.
Sebagai penutup ingin kiranya saya usulkan ikon untuk Kabupaten Tegal. Sebagi ikon tentu saja tidak cukup sebagai simbol kebanggaan pemerintah atau masyarakat saja. Sebuah ikon yang baik sudah barangtentu diambil dari salah satu jenis atau bentuk yang memiliki filosofi dan mampu menjadi jiwa bagi masyarakat dan memiliki nilai juang untuk masyarakatnya. Sebagai contoh Negara Singapura dengan ikon Kepala singa dan tubuh ikan, Yang menjadi simbol negara dan jiwa masyarakatnya yang selalu meraja dalam segala hal dan memberi banyak keuntungan sebagaimana makna filsofi ikan.
Insya Allah dengan melakukan upaya pelestarian seni budaya Tari Topeng Selarang Dukuh Waru Slawi Kabupaten Tegal dan Batik di Dukuh Salam, Dukuh Benda Pangkah dan Batik Tulis Langgen Talang, kaum perempuan di Kabupaten Tegal masuk kategori perempuan yang tidak dilaknat oleh Allah karena menanggung dosa kultural dan dosa sosial politik bangsanya.***
Stasiun aman kendal weleri
aja Kawin ning dina sawiji
Peran perempuan Tegal muga lestari
Sapa Sing dingin juara siji

Penganten dugal, ora bisa turu
kepengine ngeteh gula batu
Kabupaten Tegal ora mung kupat tahu
Seni budayane ya nomor satu

dyah setiawati, budaya tegal slawi* BIOGRAFI PENULIS;
Diah Setyowati, Lahir di Tegal (Jateng), 17 Desember 1960.Esai dan pemikiran tentang budayanya banyak dimuat di bebagai media. Antologi Puisi tunggalnya : “Nyanyian Rindu Anak Pantai” (1979),” dan “Tembang Jiwangga”(1999). Selain itu puisinya terhimpun dalam kumpulan Penyair Jawa Tengah “Pasar Puisi” (1998), “Jentera Terkasa” (2000). “Inilah saatnya” (2008), Antologi Pendhapa 7 TBJT “Persetubuhan kata-kata” (2009),Antologi Puisi Tegalan “Ngranggeh Katuranggan” (2009), Antologi Kakawin “Pangikat Serat Kawindra” (2010), Antologi Pendhapa 10 “Perempuan dengan Belati di Betisnya” (2010). Selain sebagai pengurus Dewan Kesenian Kab.Tegal juga Kepala suku Komunitas Asah Manah Tegal. Sejak awal 2010 bersama Suami Nurochman Sudibyo YS berkeliling mementaskan lakon puisi dan geguritan. Tinggal di Gang Sadewo, no 22. Dukuh Sabrang Rt.02/Rw.04 Kelurahan Pangkah, Kecamatan Pangkah, SLAWI Kabupaten Tegal. Phond Mobile: 085642545777.

Komentar