Saresehan Harjakab Brebes Ke 333 Th. Membangun Karakter Budaya & Ekonomi Berbasis Kearifan Budaya Lokal
Brebes, [ trpong.com ]
Prof. Bunasor Sanim .Guru Besar Fakultas Ekonomi & Manajemen IPB, Komisaris Utama PT. BRI,Tbk, pada saresehan dengan tema keguru-guruan “Makalah : Pembangunan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal; Kasus Kabupaten Brebes.” Memberikan penjelasan saat ini kondisi ekonomi dunia telah terjadi pergeseran keseimbangan ekonomi global (Maret 2002) dari dominasi negara-negara G7 ke negara-negara “New Emerging Market (BRIC) dan dalam kekuatan ekonomi dunia , G7 salah satu anggotanya adalah Indonesia.
Lebih Lanjut Prof Bunasor menjelaskan Indonesia memiliki SDA yang berlimpah (abundant & endowment). Sedang komponen utama negara menjadi kekuatan ekonomi dunia adalah SDM, tentu saja yang berkualitas dan memiliki kuantitas. Adapun SDM yang berkualitas sebagai “Energizer of development” undur utama comparative 7 competitive advantage.
“Untuk menuju Indonesia berkekuatan ekonomi global harus ada visi Indonesia pencapaian utama di tahun 2030. Dan ini sangat mungkin terjadi Indonesia menjadi negara maju yang unggul dlam pengelolaan kekayaan alam. Selain dicapai dari pendapatan perkapita USD 18,00, pemanfaatan kekayaan alam yang berkelanjutan, antara lain 10 besar tujuan wisata. Kualitas hidup modern dan merata Indonesia masuk 30 besar HDI di dunia. Dan 30 Perusahaan Indonesia di fortune 500 Companies mengalami kemajuan dan kepercayaan besar.
Adapun hambatan dan tantangan Indonesia menjadi kekuatan Ekonomi Global yang unggul dan maju adalah; karena Turbulensi alam dan katastropi karena wilayah Geografi Indonesia terletak pada “ring of fire” dengan puluhan gunung berapi yang aktif (vulcano eruption), Earth quake, flood & land slide serta sunami. Selain itu Terjadinya Turbulensi Ekonomi dikarenakan krisis moneter & finnsial global terjadi berulang kembali, tingkat pengangguran dan kemiskinan yang relatif tinggi, serta kualitas dan pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah.
Selain itu Fofesor yang juga menjadi komisaris Utama BRI , Tbk ini menegaskan perihal hambatan yang paling mengkhawatirkan dari Turbulensi Birokrasi Politik dan keamanan. Hal ini akibat dari gerakan reformasi (human right, democrazy) yang hampir kebablasan, Kondisi politik yang kurang stabil, moral hazard (rent sicker, free rider) dan korupsi yang resisten. Kekuranglancaran birokrasi, serta rendahnya capacity building aparat.
Sementra itu K.H. Ahmad Tohari, Novelis “Ronggeng Dukuh Paruk”, sebagai pembicara kedua berhasil Membandingkan keterpengaruhan Budaya Banyu Mas dengan masyarakat Brebes. Budaya yang berorientasi ke atas atau ke kraton. Ada lagi yang berorientasi pada orang banyak populis. Dan yang populis itu yang penting, untuk menjadikan bangsa yang berwatak republik.
“Perilaku wong Brebes itu khas. Wong Brebes suka masakan yang samar. Tidak Manis, tidak juga suka yang terlalu asin. Lagu macan kumambang juga tidak di Brebes juga lebih suka tos blong Balakasuta, tanpa memutar-mutar. Orientasi populis itulah gaya berfikir masyarakat Brebes. Mereka berorientasi ke bawah, sedang orang solo dan Yogya berorientasi ke atas, kepada kraton. Kritik masyarakat Brebes itu berorientasi ke bawah. Paradigma Pamreh, (Ke atas dan ke bawah),” tutur Ki Sobari.
Menilik karakter budaya wong Brebes menurut Ki Tohari sangat egaliter. Orang Banyumas itu sama dengan orang brebes seharusnya melayani masyarakat. Memberikan keteladanan, dalam konteks budaya, Gayus jika direnungkan dalam bentuk kebudayaan, memberika pencitraan gaya/ pola masa lalu, dimana kehidupan dianggap sebuah permainan. Kayaknya Gayus itu operator, onderdil yang diformat dengan gaya lama menyentuh tatanan pemerintahan saat ini, jelas Sastrawan senior itu pula.
Adapun perihal cablaka atau laku blakasuta, mengungkap keterusteranagan, kejujuran dan tanggungjawab. Ngempan papan dan sesuai dengan yang semstinya diucapkan. Blakasuta pro rakyat. Karakter orang brebes yang lebih egaliter dan berorientasi kebawah, agar tetap dijaga. Pelayanan yg lebih cepat melayani masyarakat. “Sekarang ini bukan jaman kerajaan, tetapi jaman rakyat yang harus dilayani.
Diceritakan pula, di Brebes pernah berkembang pengaruh besar ajaran Syeh Siti Jenar, Rakyat diberdayakan untuk pengganti Kawulo, Ketika paham ini berkembang Amangkurat I marah sangat besar. 5000 santri brebes dan lain-lain dikumpulkan di kartasura dan dipanahi. Semua itu melahirkan perkembangan pemikiran kerakyatan yang pernah dilakukan wong Brebes. Paradigma kerakyatan juga sudah dilakukan pada jaman Syeh Siti Jenar sampai muncul kemarahan Amangkurat I. Datanya tertulis lengkap di Leden Belanda. Sejarah Indonesia memang tidak mencatat itu. Ujar Ahmad Tohari.
Lain lagi menurut budayawan asal Cirebon Nurdin M. Noer selaku pembicara ketiga. Menjelaskan perihal Wewengkon di Pantura. Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu yang membuktikan empat daerah ini lepas dari feodalisme mataram. Isun, Cirebon, Reang Indramayu, Nyong, Brebes, Inyong, Tegal adalah ungkapan diri dari bentuk perlawanan terhadap kraton. Terbukti Cirebon saja yang memiliki 3 Kraton, dengan Kasepuhan sebagai Kraton utamanya tidak memiliki dukungan politik dari rakyat Cirebon. Buktinya disaat nyalon bupati, walikota atau gubernur, tak pernah ada seorang sultan pun berhasil memperoleh dukungan.
Pemberontakan Syeh Siti Jenar, juga merupakan bukti sejak dulu ada upaya memisahkan antara Kawula dan Gusti. Reang- Rehyang. (laki-laki) untuk Perempuan, Kita. Uajar Nurdin yang telah menulis buku, “Manungsa Cerbon”. Antara masyarakat Brebes dan daerah kota-kota lain di Pantura, sama dengan masyarakat Cerbon memiliki sikap dan watak Blakasuta (bicara apa adanya). Mereka jauh dari kata-kata feodalisme . Heter Saterlen, pemisahan antara Priyayi- dan Para kyai.
Lebih lanjut dikatakan oleh Nurdin, di Cirebon tidak ada penyekutuan. Sedang Di Yogyakarta itu hanya ada satu calon Gubernur. Jadi Raja Cerbon tidak bisa jadi pemimpin daerah. Hubungan anatara Pangeran hanya dengan pengeran. Tuhan dengan tuan.
Menurut Nurdin M Noer pula , saat ini telah terjaadi Silang budaya dengan daerah perlintasan. Adapun Imbas budayanya Brebes, masih terasa di wilayah timur. Begitu juga . Indie Genius, dan lokal genius-nya. Indi genius termakan oleh perkembangan budaya global. Indie Genius yang nyata; Fisi abadi bernilai dasar. Siapapun kepala daerahnya, harus selalu patuh pada mangesti budaya dan pengaruh masyarakat biasa.
‘Visi bukan kalimat kerja.
Ora ngersati cara ebahing ing Paja.
Gerakan Endog asin dan gerakan warteg, menurut Nurdin sama dengan Gerakan sega jamblang. Begitu juga gerakan warung lamongan, Gerakan BRI, (Bubur Roko dan indomie). Gerakan warteg. Yang membunuh gerakan perekonomian rakyat. Cirebon, Caruban Madani campuran. Wali = Kanjeng Sunan, asal kata dari Susuhunan. Sebutan Cirebon kota wali, adalah ketersesatan. Kota wali, muncul karena Imbas dari kebudayaan Brebes dan Cirebon karena mereka saling bersinggungan.
Selanjutnya ia menegaskan kembali kebudayaan desa. Nurdin mengajak agar masyarakat Brebes Jangan takut menyebutkan keaslian diri, Kampungan atau kedaerahan yang membuat orang-orang kraton jadi panas hati. “Lihat saja, Raja Cirebon hanya jadi Raja hanya pada saat muludan, kan ironis?” tuturnya . Selebihnya menurut Nurdin, Perbedaan daya kritis wong pantura, berbeda dengan Surakarta, Yogyakarta dan Cirebon.
Dalam acara saresehan tersebut juga dihadiri para tokoh Brebes, seperti H. Muhadi, Anggota DPRD Brebes, Jajaran LSM, Unsur pemuda, kepengurusan Dewan Kesenian Brebes dan tokoh masyarakat pemuda juga kalangan wartawan dari berbagai kota. Dukuk di jajaran depan bareng dengan para pembicara diantaranya Kapolres Brebes, Ketua Pengadilan negeri, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Mas Agung (wakil bupati Pemalang yang baru terpilih dan belum dilantik saat itu) adik Walikota Tegal H. Ikmal Jaya, serta Ka Humas Brebes Atmo Tan Sidik.
Dalam puncak acara Ka Humas Atmo Tan Sidik membacakan beberapa puisi yang disambut serempak oleh audien “Palsuuuu!” karena ia bersemangat membacakan puisi “Palsu”. Dan selanjutnya acara diwarnai dengan tanya jawab yang kurang memperoleh waktu yang cukup. Apalagi panitia baik Atmo Tan Sidik maupun Wijanarko langsung menghilang, sebelum tamu-tamu dari berbagai daerah pulang setelah menikmati hidangan. Yang paling disayangkan disaat peringatan yang disimbolkan dengan wacana kecerdasan tersebut, Wakil Bupati Brebes Agung Widyantoro, Msi, tidak bisa hadir. Ultah Brebes ke 333 pun akhirnya senyap meninggalkan sisa spanduk bertuliskan wacana klasik yang bergaya Guru pendidikan dasar “Membangun Karakter Budaya & Ekonomi Berbasis Kearifan Budaya Lokal”. ***Dyah Setyowati –Noors
Prof. Bunasor Sanim .Guru Besar Fakultas Ekonomi & Manajemen IPB, Komisaris Utama PT. BRI,Tbk, pada saresehan dengan tema keguru-guruan “Makalah : Pembangunan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal; Kasus Kabupaten Brebes.” Memberikan penjelasan saat ini kondisi ekonomi dunia telah terjadi pergeseran keseimbangan ekonomi global (Maret 2002) dari dominasi negara-negara G7 ke negara-negara “New Emerging Market (BRIC) dan dalam kekuatan ekonomi dunia , G7 salah satu anggotanya adalah Indonesia.
Lebih Lanjut Prof Bunasor menjelaskan Indonesia memiliki SDA yang berlimpah (abundant & endowment). Sedang komponen utama negara menjadi kekuatan ekonomi dunia adalah SDM, tentu saja yang berkualitas dan memiliki kuantitas. Adapun SDM yang berkualitas sebagai “Energizer of development” undur utama comparative 7 competitive advantage.
“Untuk menuju Indonesia berkekuatan ekonomi global harus ada visi Indonesia pencapaian utama di tahun 2030. Dan ini sangat mungkin terjadi Indonesia menjadi negara maju yang unggul dlam pengelolaan kekayaan alam. Selain dicapai dari pendapatan perkapita USD 18,00, pemanfaatan kekayaan alam yang berkelanjutan, antara lain 10 besar tujuan wisata. Kualitas hidup modern dan merata Indonesia masuk 30 besar HDI di dunia. Dan 30 Perusahaan Indonesia di fortune 500 Companies mengalami kemajuan dan kepercayaan besar.
Adapun hambatan dan tantangan Indonesia menjadi kekuatan Ekonomi Global yang unggul dan maju adalah; karena Turbulensi alam dan katastropi karena wilayah Geografi Indonesia terletak pada “ring of fire” dengan puluhan gunung berapi yang aktif (vulcano eruption), Earth quake, flood & land slide serta sunami. Selain itu Terjadinya Turbulensi Ekonomi dikarenakan krisis moneter & finnsial global terjadi berulang kembali, tingkat pengangguran dan kemiskinan yang relatif tinggi, serta kualitas dan pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah.
Selain itu Fofesor yang juga menjadi komisaris Utama BRI , Tbk ini menegaskan perihal hambatan yang paling mengkhawatirkan dari Turbulensi Birokrasi Politik dan keamanan. Hal ini akibat dari gerakan reformasi (human right, democrazy) yang hampir kebablasan, Kondisi politik yang kurang stabil, moral hazard (rent sicker, free rider) dan korupsi yang resisten. Kekuranglancaran birokrasi, serta rendahnya capacity building aparat.
Sementra itu K.H. Ahmad Tohari, Novelis “Ronggeng Dukuh Paruk”, sebagai pembicara kedua berhasil Membandingkan keterpengaruhan Budaya Banyu Mas dengan masyarakat Brebes. Budaya yang berorientasi ke atas atau ke kraton. Ada lagi yang berorientasi pada orang banyak populis. Dan yang populis itu yang penting, untuk menjadikan bangsa yang berwatak republik.
“Perilaku wong Brebes itu khas. Wong Brebes suka masakan yang samar. Tidak Manis, tidak juga suka yang terlalu asin. Lagu macan kumambang juga tidak di Brebes juga lebih suka tos blong Balakasuta, tanpa memutar-mutar. Orientasi populis itulah gaya berfikir masyarakat Brebes. Mereka berorientasi ke bawah, sedang orang solo dan Yogya berorientasi ke atas, kepada kraton. Kritik masyarakat Brebes itu berorientasi ke bawah. Paradigma Pamreh, (Ke atas dan ke bawah),” tutur Ki Sobari.
Menilik karakter budaya wong Brebes menurut Ki Tohari sangat egaliter. Orang Banyumas itu sama dengan orang brebes seharusnya melayani masyarakat. Memberikan keteladanan, dalam konteks budaya, Gayus jika direnungkan dalam bentuk kebudayaan, memberika pencitraan gaya/ pola masa lalu, dimana kehidupan dianggap sebuah permainan. Kayaknya Gayus itu operator, onderdil yang diformat dengan gaya lama menyentuh tatanan pemerintahan saat ini, jelas Sastrawan senior itu pula.
Adapun perihal cablaka atau laku blakasuta, mengungkap keterusteranagan, kejujuran dan tanggungjawab. Ngempan papan dan sesuai dengan yang semstinya diucapkan. Blakasuta pro rakyat. Karakter orang brebes yang lebih egaliter dan berorientasi kebawah, agar tetap dijaga. Pelayanan yg lebih cepat melayani masyarakat. “Sekarang ini bukan jaman kerajaan, tetapi jaman rakyat yang harus dilayani.
Diceritakan pula, di Brebes pernah berkembang pengaruh besar ajaran Syeh Siti Jenar, Rakyat diberdayakan untuk pengganti Kawulo, Ketika paham ini berkembang Amangkurat I marah sangat besar. 5000 santri brebes dan lain-lain dikumpulkan di kartasura dan dipanahi. Semua itu melahirkan perkembangan pemikiran kerakyatan yang pernah dilakukan wong Brebes. Paradigma kerakyatan juga sudah dilakukan pada jaman Syeh Siti Jenar sampai muncul kemarahan Amangkurat I. Datanya tertulis lengkap di Leden Belanda. Sejarah Indonesia memang tidak mencatat itu. Ujar Ahmad Tohari.
Lain lagi menurut budayawan asal Cirebon Nurdin M. Noer selaku pembicara ketiga. Menjelaskan perihal Wewengkon di Pantura. Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu yang membuktikan empat daerah ini lepas dari feodalisme mataram. Isun, Cirebon, Reang Indramayu, Nyong, Brebes, Inyong, Tegal adalah ungkapan diri dari bentuk perlawanan terhadap kraton. Terbukti Cirebon saja yang memiliki 3 Kraton, dengan Kasepuhan sebagai Kraton utamanya tidak memiliki dukungan politik dari rakyat Cirebon. Buktinya disaat nyalon bupati, walikota atau gubernur, tak pernah ada seorang sultan pun berhasil memperoleh dukungan.
Pemberontakan Syeh Siti Jenar, juga merupakan bukti sejak dulu ada upaya memisahkan antara Kawula dan Gusti. Reang- Rehyang. (laki-laki) untuk Perempuan, Kita. Uajar Nurdin yang telah menulis buku, “Manungsa Cerbon”. Antara masyarakat Brebes dan daerah kota-kota lain di Pantura, sama dengan masyarakat Cerbon memiliki sikap dan watak Blakasuta (bicara apa adanya). Mereka jauh dari kata-kata feodalisme . Heter Saterlen, pemisahan antara Priyayi- dan Para kyai.
Lebih lanjut dikatakan oleh Nurdin, di Cirebon tidak ada penyekutuan. Sedang Di Yogyakarta itu hanya ada satu calon Gubernur. Jadi Raja Cerbon tidak bisa jadi pemimpin daerah. Hubungan anatara Pangeran hanya dengan pengeran. Tuhan dengan tuan.
Menurut Nurdin M Noer pula , saat ini telah terjaadi Silang budaya dengan daerah perlintasan. Adapun Imbas budayanya Brebes, masih terasa di wilayah timur. Begitu juga . Indie Genius, dan lokal genius-nya. Indi genius termakan oleh perkembangan budaya global. Indie Genius yang nyata; Fisi abadi bernilai dasar. Siapapun kepala daerahnya, harus selalu patuh pada mangesti budaya dan pengaruh masyarakat biasa.
‘Visi bukan kalimat kerja.
Ora ngersati cara ebahing ing Paja.
Gerakan Endog asin dan gerakan warteg, menurut Nurdin sama dengan Gerakan sega jamblang. Begitu juga gerakan warung lamongan, Gerakan BRI, (Bubur Roko dan indomie). Gerakan warteg. Yang membunuh gerakan perekonomian rakyat. Cirebon, Caruban Madani campuran. Wali = Kanjeng Sunan, asal kata dari Susuhunan. Sebutan Cirebon kota wali, adalah ketersesatan. Kota wali, muncul karena Imbas dari kebudayaan Brebes dan Cirebon karena mereka saling bersinggungan.
Selanjutnya ia menegaskan kembali kebudayaan desa. Nurdin mengajak agar masyarakat Brebes Jangan takut menyebutkan keaslian diri, Kampungan atau kedaerahan yang membuat orang-orang kraton jadi panas hati. “Lihat saja, Raja Cirebon hanya jadi Raja hanya pada saat muludan, kan ironis?” tuturnya . Selebihnya menurut Nurdin, Perbedaan daya kritis wong pantura, berbeda dengan Surakarta, Yogyakarta dan Cirebon.
Dalam acara saresehan tersebut juga dihadiri para tokoh Brebes, seperti H. Muhadi, Anggota DPRD Brebes, Jajaran LSM, Unsur pemuda, kepengurusan Dewan Kesenian Brebes dan tokoh masyarakat pemuda juga kalangan wartawan dari berbagai kota. Dukuk di jajaran depan bareng dengan para pembicara diantaranya Kapolres Brebes, Ketua Pengadilan negeri, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Mas Agung (wakil bupati Pemalang yang baru terpilih dan belum dilantik saat itu) adik Walikota Tegal H. Ikmal Jaya, serta Ka Humas Brebes Atmo Tan Sidik.
Dalam puncak acara Ka Humas Atmo Tan Sidik membacakan beberapa puisi yang disambut serempak oleh audien “Palsuuuu!” karena ia bersemangat membacakan puisi “Palsu”. Dan selanjutnya acara diwarnai dengan tanya jawab yang kurang memperoleh waktu yang cukup. Apalagi panitia baik Atmo Tan Sidik maupun Wijanarko langsung menghilang, sebelum tamu-tamu dari berbagai daerah pulang setelah menikmati hidangan. Yang paling disayangkan disaat peringatan yang disimbolkan dengan wacana kecerdasan tersebut, Wakil Bupati Brebes Agung Widyantoro, Msi, tidak bisa hadir. Ultah Brebes ke 333 pun akhirnya senyap meninggalkan sisa spanduk bertuliskan wacana klasik yang bergaya Guru pendidikan dasar “Membangun Karakter Budaya & Ekonomi Berbasis Kearifan Budaya Lokal”. ***Dyah Setyowati –Noors
Komentar