SYAYIDIN , PUNCAK PENANDA HADIRNYA ‘3D’
“ Pelukis Ekspresionis Indonesia asal Indramayu”
Oleh : Nurochman Sudibyo YS.
Perkembangan seni rupa Indonesia telah mencatat pelukis ekspresionis yang sukses meraih nama besar di dalam maupun di luar negeri. Sebut saja Affandi pelukis kelahiran Cirebon yang dikenal sebagai maestro ekspresionis berkelas dunia. Ia pada awalnya memiliki keakraban yang amat sangat, dengan berbagai unsur seni budaya masyarakat Pantura Cirebon-Indramayu.
Affandi pun mengakui pernah merintis karier sebagai tukang gambar wayang purwa gaya Cirebonan. Dari karya-karyanya kemudian lahir sapuan kwas dan gerakan tangan juga tubuh yang bermuara pada bentuk ukel, uget dan kruel sebagaimana bentuk-bentuk hias pada gambar wayang Cirebonan.
Meski demikian hingga akhir hayatnya Afandi memilih tinggal di Yogyakarta. Dan masyarakat bisa melihat karya-karya terbaiknya selain dikediaman para kolektor, juga di Musium Affandi, pojok jembatan pinggir kali Gajah Wong kota Yogyakarta.
Pilihan Affandi untuk menetap di Yogyakarta sungguhlah tepat, sebagai maestro ekspresionis dunia, kehadiran Affandi semakin memperkuat keberadaan Yogyakarta sebagai kota pusat seni budaya di Indonesia. Sehingga pendidikan seni dan kegiatan seni pun menempatkan Yogyakarta sebagai sentralnya. Karena itulah proses regenerasi dan penularan ilmu pegetahuan lahir dari pergaulan formal maupun non formal di kota ini.
Pengaruh pendidikan seni khususnya seni lukis di Indonesia memposisikan Yogyakarta secara signifikan. Hasilnya tampak di era 2000 –an hingga kini, kita mencatat nama besar pelukis ekspresionis asal Indramayu yang berhasil mengangkat seni rupa Indonesia di mata Internasional. SP Hidayat (Dayat) untuk saat ini disebut pelukis ekspresionis muda asal Indramayu yang sukses. Ia banyak menghasilkan karya-karya dengan obyek perempuan dan lelaki petani dengan latar budaya masyarakat tani Indramayu-Cirebon. Sapuan palet Dayat sangat terasa halus dan indah. Apalagi jika membentuk wanita dan lelaki desa. Obyek yang tampak pada kanvas tidak saja keindahan namun juga spirit hidup dan juga kejujuran.
Dayat dalam tulisan ini saya sebut D1, sebagai pemilik nama dengan huruf awal D yang pertama menjadi pelukis terkenal asal Indramayu. Selanjutnya menyusul D2, untuk Dirot pelukis ekspresionis menyusul keberhasilan Dayat, yang juga berhasil mencapai puncak prestasinya, meski ia memperoleh ilmu dan pengalaman berkeseniannya dari teman-teman pelukis Affandi. Kini D3 dicapai pula oleh Diding. Ia kembali meraih sukses sebagai pelukis ekspresionis Indonesia yang diperhitungkan setelah menyamai keberhasilan Dayat dan Dirot untuk dapat melanglang ke kota besar mulai dari Jakarta, Singapore, Hongkong, China, Eropa, Australia dan Amerika dengan karyanya.
Yang menakjubkan meski keberhasilan D3 dalam karier sama-sama memperoleh nama besar, namun ketiga pelukis ekspresionis tersebut masing masing memiliki kekuatan dan keunikan sendiri-sendiri. Dan para pengamat seni rupa di manapun mampu membedakan karya dari ketiga pemilik nama berawalan D tersebut. Hal itu dapat dikenal dari goresan, garis, dan sapuan paletnya. Dan saya berpendapat perbedaan mereka bukan hanya karena proses berkesenian, namun juga karena secara biografi mereka memiliki latar yang sangat berbeda.
D1, Anak tani Pelukis Agraris.
Sebagai anak petani, S.P. Hidayat (Dayat) lahir di Tukdana Bangodua Indramayu, 17 Mei 1969. Setelah lulus SMA ia menamatkan pendidikannya di ISI (Institute of Fine Art in Yogyakarta), lulus 1996. Sejak kuliah di Yogyakarta ia sudah aktif mengikuti pameran dan memiliki berbagai prestasi di even seni rupa tersebut. Ia pernah mengikuti Exibiting in Academy ISI and FSRD ISI Yogyakarta 1989, Exhibition PEKSIMAS di Malang, CLING in Culture Park Surakarta dan HIMA Yogyakarta 1990, Group exhibition of young artists di Yogyakarta 1991, Exhibition FKY in Benteng Vredenburg, Yogyakarta 1992, Goup Exhibition Lingkar’89 di Yogyakarta 1993, Exhibition FSRD ISI Yogyakarta 1996, Solo Exhibition YSRI (Yayasan Seni Rupa Indonesia) “Philips Morris” 1998, Group exhibition di Jakarta 2000, Solo Exhibition di beberapa Hotel, gallery dan Musium di Jakarta, Singapura, Hongkong dan China sejak 2001-2010.
Karya-karyanya menjadi buruan para kolektor lukisan Indonesia, Jepang, Amerika, Singapura, Australia, German, Francis, Inggris, China dan negeri lainnya. Agus Darmawan T dalam Buku Selected Paintig of .SP. Hidayat 1-16 September 2001 produksi Linda Gallery mengatakan Dayat adalah ;”Impressionistic Expressionism of SP Hidayat”.
Melihat keberhasilan putra Indramayu, Jawa Barat, sebagai pelukis nasional yang berhasil bersaing di luar negeri, tentu saja menyimpan kebanggan bagi masyarakat Indramayu. Meski ia tinggal, menetap dan membuka studio di Pondok Cabe Pamulang sebagai tempatnya berproses, namun hampir setiap waktu luangnya ia manfaatkan untuk terus menggali potensi budaya Indramayu dan Cirebon yang tiada habis-habisnya. Jadi tidaklah heran jika kemudian Linda Galerry merekrutnya sebagai anggota perupa untuk gallerinya yang ada di berbagai kota besar di dunia. Hampir semua karya Dayat memotret kecantikan seorang gadis dan semangat lelaki Indramayu, baik figur masyarakat petani, pekerja jasa, tukang becak, nelayan, kuli bangunan ataupun pedagang buah yang tetap memberi simbol keragaman Budaya Indonesia.
Secara spesifik pula Dayat mengungkapkan sosok diri dan keluarganya menjadi inspirasi keceriaan dan keindahan lukisannya. Melalui palet ampuhnya pula Dayat menghasilkan bentuk keramaian lain seperti Gadis menari, menyanyi, memanen padi, panen buah, berjualan di pasar, bakul jamu, mencari air, menggendong anak, berdandan, menari bali, mencari kutu, dan berdandan merepresentasikan keindahan negeri ini dari sudut yang sangat lah luas.
D2 Anak Nelayan, Pelukis Maritim
Berlanjut ditahun 2006-2008 kita dicengangkan dengan keberhasilan Dirot Kadirah (Dirot) melakukan pameran tunggal di BRI Pusat dan Galeri Nasional. Dirot juga dikenal sebagai pelukis ekspresionis asal Indramayu yang mengaktualisasika karyanya dengan obyek gambar nelayan di sekitar Indramayu-Cirebon.
Aktifitas melukis Dirot Kadirah (Dirot) memang tidak lepas dari kegiatan keseharian. Melukis baginya sebagaimana menghembuskan nafas yang menghidupkan setiap gerak organ tubuhnya. Pria kelahiran 21 Februari 1972, di Kampung Lobener Indramayu Jawa Barat ini mengaku selalu total dalam menjalani proses aktivitas melukisnya sebagaimana proses alamiah yang tejadi pada dirinya.
Dirot adalah lelaki sederhana berpenampilan kalem. Dibalik sikap sederhananya itu ia menyimpan sikap yang keras dan tak pernah puas dalam menggali inovasi kreatif dalam karyanya. Hampi setiap tahunnya ia lahirkan corak baru lahir dari ide yang dituangkan dalam lukisannya. Perjalanan karier berkeniannya berhasil ditempuh dengan gemilang setelah bertahun ia lakukan “kenekatannya”
Dengan hanya memiliki kemampuan melukis secara otodidak, ia melancong ke Bali. Selepas SMA di tahun 1992 ia belajar melukis pada Sudarso—Pelukis kenamaan satu generasi dengan almarhum Affandi. Ia mampu hidup amndiri di Pulau Dewata dengan mengikuti berbagai exhibition di galleri Bali. Usai belajar pada Sudarso, ia kembali ke kota kelahirannya. Kemudian ia lebih banyak melukis dan mengikutsertakan karyanya pada beberapa even painting exhibition di berbagai forum internasional diantaranya Amerika dan Singapura.
Pengembaraan dirot dari Bali, dilanjutkan dengan eksperimennya selamaberama di Bali 3 tahun ternyata membuahkan hasil yang nyata. Lukisan-lukisannya di beberapa tahun terakhir 2007-2010 telah banyak diburu para kolektor Internasional, nasional dan regional. Bahkan Sekjen PDIP Pramono Anung bangga dengan puluhan karya Dirot yang dikoleksinya karena bentuk-bentuk ekspresionis dari kedahsyatan palet pelukis seri ikan dan nelayan ini bisa dibilang sulit dicari.
Dirot, memiliki pengalaman pameran bersama di Hotel Nusa Dua Bali 1994, Pameran bersama di Danlin Gallery, Bali, Pameran bersama di Puri Bukit Mas, Bali , Hotel Hilton Jakarta dan Kuta Center di tahun 1996. Mulai tahun 1997 ia mengikuti pameran bersama di JCC Jakarta, Hotel Hilton dan WTC Jakarta di tahun 1998, sukses pula di pameran bersama di WTC dan Hotel Sahid ,Jakarta tahun 1999. Pameran berssama di Bizzet Gallery tahun 2000, dan ditahun 2002 ia juga merasa puas dengan mengikuti pameran bersama di D Gallery, Bizzet Gallery, WTC dan pameran Dua Warna di Musium Nasional Jakarta.
Pameran yang juga sukses pernah pula ia ikuti di Pameran Kebangkitan Nasional di Crown Hotel, dan Galerry Santi jakarta tahun 2003. Baru ditahun2004 ia mulai melakukan pameran tunggal di Hotel Mulia , Isabrina Gallery dan pameran bersama di hotel Nico Jakarta. Selainitu ia juga sukses mengikuti pameran bersama di Soka Gallery, Pantai Mutiara House jakarta tahun 2005. Dan selanjutnya ditahun2005 ia juga berhasil me .
D3, Anak Pegawai Pelukis budaya desa dan kota
Dan kini diparuh tahun 2010 hingga menapaki tahun 2011, Kembali Indonesia mencatat pelukis ekspresionis asal Indramayu yang berhasil menggebrak jagat seni lukis dengan aneka sapuan palet-nya membentuk wanita-wanita berwajah legenda. Jagat seni lukis ekspresionis Indonesia pun diperkuat dengan kehadiran Diding sebagai pelukis asal Indramayu yang secara spesifik menyuguhkan obyek wanita pekerja, juga penari, dan pemusik yang sekaligus juga petani sebagaimana lokal genius yang memberi pengaruh dalam kreatifitas seni dan budaya masyarakat sekitar Indramayu-Cirebon.
Syayidin, saya kenal karena tetangga satu kampung di Sindang Indramayu. Di Awal tahun 80-an saya sudah terlihat gejolak jiwanya berdesah terutama karena kecintaan pada seni budaya, Indramayu. Saat itu saya mulai mengenal karya-karyanya yang merepresentasikan ciri khas indramayu. Pandangan hidupnya cukup sederhana. Ia memiliki kesadaran akan kuatnya pengaruh tradisi kedaerahan dengan kekhasan jatidiri budayanya. Beberapa ikon budaya Indramayu tak pernah lepas menjadi pilihan representasinya. Saya pun memahami, keberangkatannya itu sebagai sisi pandang kehidupan yang dicita-citakannya.
Di periode awal Syayidin berusaha menghadirkan ke-khasan Indramayu (ikon Dermayu) seperti, perempuan Indramayu, bahkan wajah Ibunya sendiri. Nuansa pantai dan debur ombak dengan perahu-perahu nelayan, serta tokoh-tokoh yang memberi pengauh kehidupan sosial anak-nak desa, serta sejumlah ikon lain yang menyentuh realitas kehidupan keseharian. Saat itu Syayidin dengan kekuatan kualitas teknis realisnya menggebrak jagat seni rupa di kotanya sendiri. Jebolan ISI Yogyakarta ini memang pandai mengungkapkan bentuk realisnya namun ternyata wilayah gagasnya ini tidak menjadi pilihannya.
Syayidin pun mengakui adanya nilai-nilai estetik dalam bahasa rupa yang terus dibangunnya secara luas. Apalagi disaat dirinya dipenuhi oleh gejolak ekspresi jiwa dengan kesadaran adanya tekanan kekuatan budaya daerahnya. Ia pun harus mengambil pilihan yang paling tepat. Yaitu memunculkan bentuk-bentuk kekhasan diri menjadi sebuah konsekuensi yang harus ia jalani. Pencarian panjang dan pilihan nuansa estetik yang merupakan representasi diri itu, dilalui dengan pandangan hidupnya dengan ketulusan dan kejujuran serta jerih payah yang tak ternilai. Saya pun kemudian mengetahui manakala jalan pilihan hidupnya secara total dilakukan guna menemukan dirinya, meski semua itu tidaklah sesederhana yang kita bayangkan.
Sampai suatu hari di tahun 97-an dalam kenangan saya Syayidin berniat membeli lukisan yang pernah dijualnya pada saya. “Gadis Penari Bali” dalam paduan tehnik kuas bercampur palet, oil on canvas 120x80 cm. Namun saya tak mengabulkannya. Ia pun kemudian merayu bagaimana kalau ada kolektor yang akan membelinya dengan nilai jutaan. Saya menjawab sekali lagi tidak. Syayiidin merasa puas karna alasanku mempertahankannya agar anak dan cucu saya dikemudian hari bangga kalau bapaknya punya karya dari seorang teman pelukis Indramayu yang berhasil menjadi pelukis Indonesia bahkan kemudian termashur di dunia karna ketulusannya.
Migrasi dari Suluk ke Simphoni
Syayidin memang telah berhasil menentukan metoda-metoda gagasnya sebagai upaya merepresentasi dirinya. Sejak tahun 2000-an Syayidin telah menemukan jati dirinya dengan konsekwensi lebih kontinyu dan intens dalam alur seni lukis ekspresionis. Ia meninggalkan pengaruh visual realistis dan menggantinya dengan gerakan palet yang menyebarkan irama suluk yang menghanyutkan. Persentuhannya di arus seni lukis nasional dan pergulatan panjang proses kreatifnya, tampaknya mengantarkan Syayidin pada pilihan yang membuncahkan jiwanya. Sapuan palet yang gelisah menjadi pilihannya yang semakin yakin dan memantapkan dirinya hingga kemudian menemukan jati diri karyanya. Syayidin kini telah menentukan diri dalam karyanya sebagaimana “migrasi dari sapuan suluk selendang sutra menuju irama harmoni yang membawanya terbang melanglang buana ke negeri yang jauh bersama laut, udara dan mega-mega”.
Sapuan-sapuan palet yang begitu ekspresif telah menjadi pilihan dirinya sebagaimana gerak penari Indramayu yang dalam pengalaman empiriknya bukanlah sesuatu yang asing untuk diangkat sebagai nuansa estetis. Irama suluk kiser Dermayon, Tembang sinden dan kidung pujangga laksana irama debur ombak yang cukup lama berdiam dalam angan dan fikirannya. Syayidin mengalami proses perpindahan estetis atau misgrasi dari pengalaman empiriknya yang kemudian disajikan dalam bentuk lain sebagaimana irama lagu menjadi harmoni dalam kesatuan endapan yang diungkapkannya dalam karya. Itulah sebabnya saya melihat langsung bagaimana dalam semalam Syayidin mampu menyelesaikan 5 karyanya dengan sebegitu cepat, sembari ngobrol aneka perkembangan seni di Indramayu di studionya yang tenang,
Dari pengalaman estetis yang mengendap semenjak lama itulah kemudian Syayidin sedemikian mudah menuangkan ide dan gagasannya dan kemudian berulang ia temukan berjuta nilai dalam kanvas-kanvasnya yang terus mengalirkan karya.
Sapuan palet yang mendengungkan kidung itu kemudian menjadi nuansa estetik dari semua karya Syayidin. Dan Syayidin berhasil menuangkan gerak dan irama imaginya lewat jiwa dan kegelisahannya akan suara tembang kiser Dermayon yang mistis dan membahana. Hampir pada setiap karyanya terdapat dinamika gerak dan lagu yang merepresentasi setiap karyanya. Sehingga suara tembang, kidung dan kiser Khas Indramayu seolah membebaskan jiwanya, bahkan memberikan pencitraan yang luas, dan mendalam, laksana energi yang bergejolak.
Gejolak itulah yang kita rasakan pada saat menikmati karya-karya Syayidin. Ia seolah tak memberikan ruang sunyi dalam kesenyapan. Sapuannya berkekuatan dingin mengairahkan. Ini yangs elalu hadir sebagaimana tembang Idramayu yang rasa melangut namun bersemangat. Mengapresiasi karya-karya Syayidin terasa bagai dielus oleh kelembutan siulan seruling bambu dan sayup-sayup kidung dan suluk dermayon mebgiring irama ki dalang sebelum kemudian mengisahkan seluruh cerita yang ada dalam benaknya lewat wayang dalam kesadaran melukis. Sapuan palet Syayidin pun menjadi alunan irama tembang-tembang sinden di saat interlud ki dalang dengan wayangnya. Terbentuklah kemudian selendang mayang yang bertaburan, gerak sabetan, dengung irama gending, bahkan ketika datang irama dari alat yang lain baik saksofound, biola, klarinet, piano, harfa dan lainnya bermunculan, dinamika sapuan paletnya tetap bertenaga. Syayidin berhasil mengungkapkan pengalaman estetisnya itu melalui irama bahkan birama di tiap hembusan detak jantungnya yang berdegub.
Tema-tema pada karya Syayidin pun tak pernah lepas dari pandangan Syayidin dalam kehidupan kesehariannya. Ia memiliki sensitivitas estetis dan kepekaan sosial. Objek pilihan dalam figur-figur perempuan dengan kerja kerasnya, ketulusan, dan tentu saja keindahannya diungkapkan dalam bagasa tembang. Dunia seni panggung hiburan dan seni tradisi yang ada di sekitarnya lekat dengan dirinya. Lahirlah banyak perempuan-perempuan yang memainkan alat musik, perempuan-perempuan yang berpeluh-peluh berjuang, dan momen-momen indah perempuan lainnya dengan bingkai nuansa estetik.
Syayidin (Diding) Lahir di Sindang Indramayu, 11 September 1967. Lulus Institut Seni Indonesia (ISI), Fakultas Seni Rupa Desain (FSRD) Yogyakarta Tahun 1987 – 1992. Memilih Pekerjaan hanya sebagai Pelukis. Ia sosok lelaki yang shaleh dalam beragama Islam. Menjalani hidup berkeluarga secara damai dengan wanita pendampingnya, Iis Istiqomah ( istri ), dikaruniai dua anak, Idzaa Qiila ( putri ), Sultan Yusuf ( putra ). Mereka hidup bersahaja sembari berkarya di Studio Lukis Griya 26, Jl. Kapten Arya Gg 26 Karangmalang Indramayu, Jawa Barat Indonesia. Diding melakukan komunikasi dengan siapapun melalui Email: syayidinadiding@yahoo.co.id dan dengan setia pula ia pun menyambut tamu-tamunya lewat HP . Mobile; 08179085488.
Tahun 2011 ini ia pameran lukisan berdua dengan tema “Sprit and Rhytm”, Syayidin-Iswanto, sekaligus peluncuran buku lukisan Syayidin-Iswanto, di Alfa Vaganza, Plaza Indonesia, Grand Indonesia Jakarta. Tepatnya 2 Maret 2011.
Sedang ditahun 2010 ia sukses melakukan Pameran lukisan Indonesia Urban, lintas Jawa–Bali, Dewan Kesenian Indramayu, di Indramayu. Pameran lukisan “Expressionist Contemporer” Four Season, Jakarta. Pameran lukisan seleksi Shangrilla Hotel, Jakarta. Pameran lukisan “Dua Karakter” Four Season, bersama pelukis Perancis, Jakarta. Di tahun 2008 Pameran lukisan di Gallery Denindo, Jakarta. Pameran lukisan di Lindra Gallery, Jakarta.
Di tahun 2007 mengikuti Pameran lukisan peringatan 100 hari wafatnya pelukis Barli Sasmita, di Museum Barli, Bandung. Pameran lukisan “Peduli Aceh”, Gedung GAPENSI Sudirman, Jakarta. Untuk tahun 2006 Pameran lukisan seleksi di Gedung WTC Jakarta. Pameran lukisan di Sahid Jaya Hotel, Jakarta. Pameran lukisan “Figur Wanita” Hotel Kartika Chandra, Jakarta Pameran lukisan “Dalam Pening” Gedung Arsip Nasional, Jakarta Pameran lukisan “Expressionist Landscape” Pusat Penelitian Nuklir, Jakarta Pameran lukisan lintas Jawa-Bali, Peluncuran Sekolah Alam Jurang Kandang Doang, Tangerang. Tahun 2004 Pameran lukisan “Napak Warsa 2004”, Sahid Jaya Hotel Jakarta. Pameran lukisan “Tiga Generasi Perupa Nasional”, Gedung WTC Jakarta. Pameran lukisan “Tebar Warna 2004”, Silaturahmi besar nasional Himpunan Pelukis Ubud di Bali Galeri, Bharata Gallery 9, Dewata Gallery di Bali Pameran lukisan “Harmony 2004”, Sahid Jaya Hotel Jakarta.
Di Tahun 2003 pernah Pameran lukisan bertiga,di Sanggar Telaga, Shangrilla hotel, Jakarta. Ancol 8th Art Festival, di Pasar Seni Ancol Jakarta. Pameran lukisan “Selaras”,di Gedung WTC Jakarta. Pameran lukisan di Beverly Hill Gallery,Taiwan. Pameran lukisan Pesona Ramadhan, Sahid Jaya Hotel Jakarta.1998 Pameran lukisan “Ciayumajakuning” ,Pendopo Kab.Cirebon. Adapun di tahun 1996 Pameran lukisan “Gebyar Pesona Kanvas”, Taman Budaya Bandung. Di tahun 1995 Pameran lukisan Kelompok Tujuh “50 Tahun Indonesia Merdeka”, di Graha Abdi Negara, Indramayu.
1993 mengikuti Pameran lukisan “Hari Pendidikan”, Bekasi. 1992 Pameran Tugas Akhir Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Yogyakarta. 1991 Pameran Kelompok 9 Perhimpunan Persahabatan Indonesia–Amerika,di Surabaya. Th 1990 Pameran Kelompok 9 di Joglo Taman Sriwedari, Surakarta–Solo. 1989 Pameran Hima Fakultas Seni Rupa Desain ISI Yogyakarta di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pameran Hima Fakultas Seni Rupa Desain ISI Yogyakarta di Sasana Adjiyasa, Yogyakarta. Th 1988 Pameran Hima Fakultas Seni Rupa Desain ISI Yogyakarta di Benteng Vanderburg, Yogyakarta. Th 1987 Pameran lukisan Hari Jadi Kota Indramayu. 1986 Pameran lukisan Hari Kesaktian Pancasila, Indramayu. 1985 Pameran lukisan Hari ABRI, Indramayu.
1984 Pameran lukisan OSIS SMP Negeri 2 Indramayu. 1983 Pameran lukisan Hari Jadi Kota Indramayu 1982 Pameran lukisan Hari Jadi Indramayu, Indramayu. 1981 Pameran lukisan Hari Kesaktian Pancasila, Indramayu. Pameran Tunggal 2008 Pameran lukisan “Landscape On The Spot” Lindra Gallery,Jakarta. Th 2005 Pameran lukisan “The Violin” Mega Mie Art Bintaro, Tangerang. Th 2000 Pameran lukisan “Peralihan Abad”, Sanggar Mulya Bhakti Indramayu. Pameran lukisan “Retrospeksi Syayidin” di Gedung Kesenian Wisma Dharma Indramayu.
Art Performance 2010 Demo lukis model Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanegara, Art Area Tangerang, Banten. Di Th 2009 Kolaborasi lukisan dan Tari Topeng Klana Sanggar Mulya Bhakti, Maestro muda Topeng Wangi Indriya, dalam peresmian Sanggar Mulya Bhakti yang didanai Media Kompas Jakarta, Indramayu. Kolaborasi lukisan dan Tari Topeng Tumenggung bersama Aerly Rasinah, dengan Sanggar Maestro Topeng Rasinah, dalam “Ngunjung Budaya”, Indramayu.
Kolaborasi lukisan dan piano klasik, Fahrezi Music Studio, Gedung Panti Budaya Indramayu Melukis tari Ronggeng Ketuk, TV Nusantara, Jakarta. Tahun 2008 Kolaborasi lukisan dengan Tari Kuda Lumping “Semangat Kebersamaan”, Periskop Metro TV Jakarta, Indramayu. Kolaborasi lukisan dan Brazilian Music, Lindra Gallery, Jakarta. 2007 Demo lukis model Nok Indramayu 2007 Demo lukis memperingati 1 Abad Maestro lukis Raden Saleh “Impresi Warna” Bengkel Seni Kampus Universitas Wiralodra, Indramayu. 2005 Demo lukis model “Annisa Pohan” di Sekolah Alam Jurang Kandang Doang Jakarta. Memeperoleh Prestasi di tahun 2008 Bea siswa studi banding Shanghai Art Contemporery, Shanghai Art Bienalle, dari Jakarta Auction di Shanghai.
Tahun 2003 meraih Karya Terbaik I Lomba Maskot PORDA IX Jawa Barat, di Indramayu. Harapan I Lomba Lukis Buku Cerita Depdiknas Tingkat Nasional, di Jakarta. 2001 Karya Terbaik I Lomba Lukis Buku Cerita “Muto sang Penasehat” Depdiknas Tingkat Nasional, di Jakarta. Di tahun 1996 meraih Karya Terbaik I Lomba Lukis Poster Ulang Tahun GOLKAR ke 30 Jawa Barat, di Bandung. Karya Terbaik II Lomba Lukis Macan Siliwangi, Ulang Tahun Kodam Siliwangi ke 50, Tingkat Jawa Barat, Bandung. 1998 Karya Terbaik Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Fakultas Seni Rupa dan Desain. Di tahun 1984 Penghargaan Seni Rupa dan Fotografi dari SMP Negeri 2 Indramayu. 1981 Lukisan Anak-anak Terpilih Tingkat Nasional Versi Majalah Bobo Jakarta. 1979 Lukisan Anak Terbaik Tingkat Kabupaten Indramayu. Itulah Syayidin dengan segudang prestasinya. Ia juga disebut sebagai pelukis yang multi talenta, karena diluar kesibukannya melukis iapun piawai memainkan berbagai alat musik tradisionil dan yang modern termasuk keyboard, piano, biola dll termasuk mencipta lagu dan menyanyi. Itulah Mengapa saya menjuluki sapuan palet di kanvas yang menjadi karyanya “Migrasi dari suluk ke harmoni” . *** Penulis adalah penikmat seni rupa.
“ Pelukis Ekspresionis Indonesia asal Indramayu”
Oleh : Nurochman Sudibyo YS.
Perkembangan seni rupa Indonesia telah mencatat pelukis ekspresionis yang sukses meraih nama besar di dalam maupun di luar negeri. Sebut saja Affandi pelukis kelahiran Cirebon yang dikenal sebagai maestro ekspresionis berkelas dunia. Ia pada awalnya memiliki keakraban yang amat sangat, dengan berbagai unsur seni budaya masyarakat Pantura Cirebon-Indramayu.
Affandi pun mengakui pernah merintis karier sebagai tukang gambar wayang purwa gaya Cirebonan. Dari karya-karyanya kemudian lahir sapuan kwas dan gerakan tangan juga tubuh yang bermuara pada bentuk ukel, uget dan kruel sebagaimana bentuk-bentuk hias pada gambar wayang Cirebonan.
Meski demikian hingga akhir hayatnya Afandi memilih tinggal di Yogyakarta. Dan masyarakat bisa melihat karya-karya terbaiknya selain dikediaman para kolektor, juga di Musium Affandi, pojok jembatan pinggir kali Gajah Wong kota Yogyakarta.
Pilihan Affandi untuk menetap di Yogyakarta sungguhlah tepat, sebagai maestro ekspresionis dunia, kehadiran Affandi semakin memperkuat keberadaan Yogyakarta sebagai kota pusat seni budaya di Indonesia. Sehingga pendidikan seni dan kegiatan seni pun menempatkan Yogyakarta sebagai sentralnya. Karena itulah proses regenerasi dan penularan ilmu pegetahuan lahir dari pergaulan formal maupun non formal di kota ini.
Pengaruh pendidikan seni khususnya seni lukis di Indonesia memposisikan Yogyakarta secara signifikan. Hasilnya tampak di era 2000 –an hingga kini, kita mencatat nama besar pelukis ekspresionis asal Indramayu yang berhasil mengangkat seni rupa Indonesia di mata Internasional. SP Hidayat (Dayat) untuk saat ini disebut pelukis ekspresionis muda asal Indramayu yang sukses. Ia banyak menghasilkan karya-karya dengan obyek perempuan dan lelaki petani dengan latar budaya masyarakat tani Indramayu-Cirebon. Sapuan palet Dayat sangat terasa halus dan indah. Apalagi jika membentuk wanita dan lelaki desa. Obyek yang tampak pada kanvas tidak saja keindahan namun juga spirit hidup dan juga kejujuran.
Dayat dalam tulisan ini saya sebut D1, sebagai pemilik nama dengan huruf awal D yang pertama menjadi pelukis terkenal asal Indramayu. Selanjutnya menyusul D2, untuk Dirot pelukis ekspresionis menyusul keberhasilan Dayat, yang juga berhasil mencapai puncak prestasinya, meski ia memperoleh ilmu dan pengalaman berkeseniannya dari teman-teman pelukis Affandi. Kini D3 dicapai pula oleh Diding. Ia kembali meraih sukses sebagai pelukis ekspresionis Indonesia yang diperhitungkan setelah menyamai keberhasilan Dayat dan Dirot untuk dapat melanglang ke kota besar mulai dari Jakarta, Singapore, Hongkong, China, Eropa, Australia dan Amerika dengan karyanya.
Yang menakjubkan meski keberhasilan D3 dalam karier sama-sama memperoleh nama besar, namun ketiga pelukis ekspresionis tersebut masing masing memiliki kekuatan dan keunikan sendiri-sendiri. Dan para pengamat seni rupa di manapun mampu membedakan karya dari ketiga pemilik nama berawalan D tersebut. Hal itu dapat dikenal dari goresan, garis, dan sapuan paletnya. Dan saya berpendapat perbedaan mereka bukan hanya karena proses berkesenian, namun juga karena secara biografi mereka memiliki latar yang sangat berbeda.
D1, Anak tani Pelukis Agraris.
Sebagai anak petani, S.P. Hidayat (Dayat) lahir di Tukdana Bangodua Indramayu, 17 Mei 1969. Setelah lulus SMA ia menamatkan pendidikannya di ISI (Institute of Fine Art in Yogyakarta), lulus 1996. Sejak kuliah di Yogyakarta ia sudah aktif mengikuti pameran dan memiliki berbagai prestasi di even seni rupa tersebut. Ia pernah mengikuti Exibiting in Academy ISI and FSRD ISI Yogyakarta 1989, Exhibition PEKSIMAS di Malang, CLING in Culture Park Surakarta dan HIMA Yogyakarta 1990, Group exhibition of young artists di Yogyakarta 1991, Exhibition FKY in Benteng Vredenburg, Yogyakarta 1992, Goup Exhibition Lingkar’89 di Yogyakarta 1993, Exhibition FSRD ISI Yogyakarta 1996, Solo Exhibition YSRI (Yayasan Seni Rupa Indonesia) “Philips Morris” 1998, Group exhibition di Jakarta 2000, Solo Exhibition di beberapa Hotel, gallery dan Musium di Jakarta, Singapura, Hongkong dan China sejak 2001-2010.
Karya-karyanya menjadi buruan para kolektor lukisan Indonesia, Jepang, Amerika, Singapura, Australia, German, Francis, Inggris, China dan negeri lainnya. Agus Darmawan T dalam Buku Selected Paintig of .SP. Hidayat 1-16 September 2001 produksi Linda Gallery mengatakan Dayat adalah ;”Impressionistic Expressionism of SP Hidayat”.
Melihat keberhasilan putra Indramayu, Jawa Barat, sebagai pelukis nasional yang berhasil bersaing di luar negeri, tentu saja menyimpan kebanggan bagi masyarakat Indramayu. Meski ia tinggal, menetap dan membuka studio di Pondok Cabe Pamulang sebagai tempatnya berproses, namun hampir setiap waktu luangnya ia manfaatkan untuk terus menggali potensi budaya Indramayu dan Cirebon yang tiada habis-habisnya. Jadi tidaklah heran jika kemudian Linda Galerry merekrutnya sebagai anggota perupa untuk gallerinya yang ada di berbagai kota besar di dunia. Hampir semua karya Dayat memotret kecantikan seorang gadis dan semangat lelaki Indramayu, baik figur masyarakat petani, pekerja jasa, tukang becak, nelayan, kuli bangunan ataupun pedagang buah yang tetap memberi simbol keragaman Budaya Indonesia.
Secara spesifik pula Dayat mengungkapkan sosok diri dan keluarganya menjadi inspirasi keceriaan dan keindahan lukisannya. Melalui palet ampuhnya pula Dayat menghasilkan bentuk keramaian lain seperti Gadis menari, menyanyi, memanen padi, panen buah, berjualan di pasar, bakul jamu, mencari air, menggendong anak, berdandan, menari bali, mencari kutu, dan berdandan merepresentasikan keindahan negeri ini dari sudut yang sangat lah luas.
D2 Anak Nelayan, Pelukis Maritim
Berlanjut ditahun 2006-2008 kita dicengangkan dengan keberhasilan Dirot Kadirah (Dirot) melakukan pameran tunggal di BRI Pusat dan Galeri Nasional. Dirot juga dikenal sebagai pelukis ekspresionis asal Indramayu yang mengaktualisasika karyanya dengan obyek gambar nelayan di sekitar Indramayu-Cirebon.
Aktifitas melukis Dirot Kadirah (Dirot) memang tidak lepas dari kegiatan keseharian. Melukis baginya sebagaimana menghembuskan nafas yang menghidupkan setiap gerak organ tubuhnya. Pria kelahiran 21 Februari 1972, di Kampung Lobener Indramayu Jawa Barat ini mengaku selalu total dalam menjalani proses aktivitas melukisnya sebagaimana proses alamiah yang tejadi pada dirinya.
Dirot adalah lelaki sederhana berpenampilan kalem. Dibalik sikap sederhananya itu ia menyimpan sikap yang keras dan tak pernah puas dalam menggali inovasi kreatif dalam karyanya. Hampi setiap tahunnya ia lahirkan corak baru lahir dari ide yang dituangkan dalam lukisannya. Perjalanan karier berkeniannya berhasil ditempuh dengan gemilang setelah bertahun ia lakukan “kenekatannya”
Dengan hanya memiliki kemampuan melukis secara otodidak, ia melancong ke Bali. Selepas SMA di tahun 1992 ia belajar melukis pada Sudarso—Pelukis kenamaan satu generasi dengan almarhum Affandi. Ia mampu hidup amndiri di Pulau Dewata dengan mengikuti berbagai exhibition di galleri Bali. Usai belajar pada Sudarso, ia kembali ke kota kelahirannya. Kemudian ia lebih banyak melukis dan mengikutsertakan karyanya pada beberapa even painting exhibition di berbagai forum internasional diantaranya Amerika dan Singapura.
Pengembaraan dirot dari Bali, dilanjutkan dengan eksperimennya selamaberama di Bali 3 tahun ternyata membuahkan hasil yang nyata. Lukisan-lukisannya di beberapa tahun terakhir 2007-2010 telah banyak diburu para kolektor Internasional, nasional dan regional. Bahkan Sekjen PDIP Pramono Anung bangga dengan puluhan karya Dirot yang dikoleksinya karena bentuk-bentuk ekspresionis dari kedahsyatan palet pelukis seri ikan dan nelayan ini bisa dibilang sulit dicari.
Dirot, memiliki pengalaman pameran bersama di Hotel Nusa Dua Bali 1994, Pameran bersama di Danlin Gallery, Bali, Pameran bersama di Puri Bukit Mas, Bali , Hotel Hilton Jakarta dan Kuta Center di tahun 1996. Mulai tahun 1997 ia mengikuti pameran bersama di JCC Jakarta, Hotel Hilton dan WTC Jakarta di tahun 1998, sukses pula di pameran bersama di WTC dan Hotel Sahid ,Jakarta tahun 1999. Pameran berssama di Bizzet Gallery tahun 2000, dan ditahun 2002 ia juga merasa puas dengan mengikuti pameran bersama di D Gallery, Bizzet Gallery, WTC dan pameran Dua Warna di Musium Nasional Jakarta.
Pameran yang juga sukses pernah pula ia ikuti di Pameran Kebangkitan Nasional di Crown Hotel, dan Galerry Santi jakarta tahun 2003. Baru ditahun2004 ia mulai melakukan pameran tunggal di Hotel Mulia , Isabrina Gallery dan pameran bersama di hotel Nico Jakarta. Selainitu ia juga sukses mengikuti pameran bersama di Soka Gallery, Pantai Mutiara House jakarta tahun 2005. Dan selanjutnya ditahun2005 ia juga berhasil me .
D3, Anak Pegawai Pelukis budaya desa dan kota
Dan kini diparuh tahun 2010 hingga menapaki tahun 2011, Kembali Indonesia mencatat pelukis ekspresionis asal Indramayu yang berhasil menggebrak jagat seni lukis dengan aneka sapuan palet-nya membentuk wanita-wanita berwajah legenda. Jagat seni lukis ekspresionis Indonesia pun diperkuat dengan kehadiran Diding sebagai pelukis asal Indramayu yang secara spesifik menyuguhkan obyek wanita pekerja, juga penari, dan pemusik yang sekaligus juga petani sebagaimana lokal genius yang memberi pengaruh dalam kreatifitas seni dan budaya masyarakat sekitar Indramayu-Cirebon.
Syayidin, saya kenal karena tetangga satu kampung di Sindang Indramayu. Di Awal tahun 80-an saya sudah terlihat gejolak jiwanya berdesah terutama karena kecintaan pada seni budaya, Indramayu. Saat itu saya mulai mengenal karya-karyanya yang merepresentasikan ciri khas indramayu. Pandangan hidupnya cukup sederhana. Ia memiliki kesadaran akan kuatnya pengaruh tradisi kedaerahan dengan kekhasan jatidiri budayanya. Beberapa ikon budaya Indramayu tak pernah lepas menjadi pilihan representasinya. Saya pun memahami, keberangkatannya itu sebagai sisi pandang kehidupan yang dicita-citakannya.
Di periode awal Syayidin berusaha menghadirkan ke-khasan Indramayu (ikon Dermayu) seperti, perempuan Indramayu, bahkan wajah Ibunya sendiri. Nuansa pantai dan debur ombak dengan perahu-perahu nelayan, serta tokoh-tokoh yang memberi pengauh kehidupan sosial anak-nak desa, serta sejumlah ikon lain yang menyentuh realitas kehidupan keseharian. Saat itu Syayidin dengan kekuatan kualitas teknis realisnya menggebrak jagat seni rupa di kotanya sendiri. Jebolan ISI Yogyakarta ini memang pandai mengungkapkan bentuk realisnya namun ternyata wilayah gagasnya ini tidak menjadi pilihannya.
Syayidin pun mengakui adanya nilai-nilai estetik dalam bahasa rupa yang terus dibangunnya secara luas. Apalagi disaat dirinya dipenuhi oleh gejolak ekspresi jiwa dengan kesadaran adanya tekanan kekuatan budaya daerahnya. Ia pun harus mengambil pilihan yang paling tepat. Yaitu memunculkan bentuk-bentuk kekhasan diri menjadi sebuah konsekuensi yang harus ia jalani. Pencarian panjang dan pilihan nuansa estetik yang merupakan representasi diri itu, dilalui dengan pandangan hidupnya dengan ketulusan dan kejujuran serta jerih payah yang tak ternilai. Saya pun kemudian mengetahui manakala jalan pilihan hidupnya secara total dilakukan guna menemukan dirinya, meski semua itu tidaklah sesederhana yang kita bayangkan.
Sampai suatu hari di tahun 97-an dalam kenangan saya Syayidin berniat membeli lukisan yang pernah dijualnya pada saya. “Gadis Penari Bali” dalam paduan tehnik kuas bercampur palet, oil on canvas 120x80 cm. Namun saya tak mengabulkannya. Ia pun kemudian merayu bagaimana kalau ada kolektor yang akan membelinya dengan nilai jutaan. Saya menjawab sekali lagi tidak. Syayiidin merasa puas karna alasanku mempertahankannya agar anak dan cucu saya dikemudian hari bangga kalau bapaknya punya karya dari seorang teman pelukis Indramayu yang berhasil menjadi pelukis Indonesia bahkan kemudian termashur di dunia karna ketulusannya.
Migrasi dari Suluk ke Simphoni
Syayidin memang telah berhasil menentukan metoda-metoda gagasnya sebagai upaya merepresentasi dirinya. Sejak tahun 2000-an Syayidin telah menemukan jati dirinya dengan konsekwensi lebih kontinyu dan intens dalam alur seni lukis ekspresionis. Ia meninggalkan pengaruh visual realistis dan menggantinya dengan gerakan palet yang menyebarkan irama suluk yang menghanyutkan. Persentuhannya di arus seni lukis nasional dan pergulatan panjang proses kreatifnya, tampaknya mengantarkan Syayidin pada pilihan yang membuncahkan jiwanya. Sapuan palet yang gelisah menjadi pilihannya yang semakin yakin dan memantapkan dirinya hingga kemudian menemukan jati diri karyanya. Syayidin kini telah menentukan diri dalam karyanya sebagaimana “migrasi dari sapuan suluk selendang sutra menuju irama harmoni yang membawanya terbang melanglang buana ke negeri yang jauh bersama laut, udara dan mega-mega”.
Sapuan-sapuan palet yang begitu ekspresif telah menjadi pilihan dirinya sebagaimana gerak penari Indramayu yang dalam pengalaman empiriknya bukanlah sesuatu yang asing untuk diangkat sebagai nuansa estetis. Irama suluk kiser Dermayon, Tembang sinden dan kidung pujangga laksana irama debur ombak yang cukup lama berdiam dalam angan dan fikirannya. Syayidin mengalami proses perpindahan estetis atau misgrasi dari pengalaman empiriknya yang kemudian disajikan dalam bentuk lain sebagaimana irama lagu menjadi harmoni dalam kesatuan endapan yang diungkapkannya dalam karya. Itulah sebabnya saya melihat langsung bagaimana dalam semalam Syayidin mampu menyelesaikan 5 karyanya dengan sebegitu cepat, sembari ngobrol aneka perkembangan seni di Indramayu di studionya yang tenang,
Dari pengalaman estetis yang mengendap semenjak lama itulah kemudian Syayidin sedemikian mudah menuangkan ide dan gagasannya dan kemudian berulang ia temukan berjuta nilai dalam kanvas-kanvasnya yang terus mengalirkan karya.
Sapuan palet yang mendengungkan kidung itu kemudian menjadi nuansa estetik dari semua karya Syayidin. Dan Syayidin berhasil menuangkan gerak dan irama imaginya lewat jiwa dan kegelisahannya akan suara tembang kiser Dermayon yang mistis dan membahana. Hampir pada setiap karyanya terdapat dinamika gerak dan lagu yang merepresentasi setiap karyanya. Sehingga suara tembang, kidung dan kiser Khas Indramayu seolah membebaskan jiwanya, bahkan memberikan pencitraan yang luas, dan mendalam, laksana energi yang bergejolak.
Gejolak itulah yang kita rasakan pada saat menikmati karya-karya Syayidin. Ia seolah tak memberikan ruang sunyi dalam kesenyapan. Sapuannya berkekuatan dingin mengairahkan. Ini yangs elalu hadir sebagaimana tembang Idramayu yang rasa melangut namun bersemangat. Mengapresiasi karya-karya Syayidin terasa bagai dielus oleh kelembutan siulan seruling bambu dan sayup-sayup kidung dan suluk dermayon mebgiring irama ki dalang sebelum kemudian mengisahkan seluruh cerita yang ada dalam benaknya lewat wayang dalam kesadaran melukis. Sapuan palet Syayidin pun menjadi alunan irama tembang-tembang sinden di saat interlud ki dalang dengan wayangnya. Terbentuklah kemudian selendang mayang yang bertaburan, gerak sabetan, dengung irama gending, bahkan ketika datang irama dari alat yang lain baik saksofound, biola, klarinet, piano, harfa dan lainnya bermunculan, dinamika sapuan paletnya tetap bertenaga. Syayidin berhasil mengungkapkan pengalaman estetisnya itu melalui irama bahkan birama di tiap hembusan detak jantungnya yang berdegub.
Tema-tema pada karya Syayidin pun tak pernah lepas dari pandangan Syayidin dalam kehidupan kesehariannya. Ia memiliki sensitivitas estetis dan kepekaan sosial. Objek pilihan dalam figur-figur perempuan dengan kerja kerasnya, ketulusan, dan tentu saja keindahannya diungkapkan dalam bagasa tembang. Dunia seni panggung hiburan dan seni tradisi yang ada di sekitarnya lekat dengan dirinya. Lahirlah banyak perempuan-perempuan yang memainkan alat musik, perempuan-perempuan yang berpeluh-peluh berjuang, dan momen-momen indah perempuan lainnya dengan bingkai nuansa estetik.
Syayidin (Diding) Lahir di Sindang Indramayu, 11 September 1967. Lulus Institut Seni Indonesia (ISI), Fakultas Seni Rupa Desain (FSRD) Yogyakarta Tahun 1987 – 1992. Memilih Pekerjaan hanya sebagai Pelukis. Ia sosok lelaki yang shaleh dalam beragama Islam. Menjalani hidup berkeluarga secara damai dengan wanita pendampingnya, Iis Istiqomah ( istri ), dikaruniai dua anak, Idzaa Qiila ( putri ), Sultan Yusuf ( putra ). Mereka hidup bersahaja sembari berkarya di Studio Lukis Griya 26, Jl. Kapten Arya Gg 26 Karangmalang Indramayu, Jawa Barat Indonesia. Diding melakukan komunikasi dengan siapapun melalui Email: syayidinadiding@yahoo.co.id dan dengan setia pula ia pun menyambut tamu-tamunya lewat HP . Mobile; 08179085488.
Tahun 2011 ini ia pameran lukisan berdua dengan tema “Sprit and Rhytm”, Syayidin-Iswanto, sekaligus peluncuran buku lukisan Syayidin-Iswanto, di Alfa Vaganza, Plaza Indonesia, Grand Indonesia Jakarta. Tepatnya 2 Maret 2011.
Sedang ditahun 2010 ia sukses melakukan Pameran lukisan Indonesia Urban, lintas Jawa–Bali, Dewan Kesenian Indramayu, di Indramayu. Pameran lukisan “Expressionist Contemporer” Four Season, Jakarta. Pameran lukisan seleksi Shangrilla Hotel, Jakarta. Pameran lukisan “Dua Karakter” Four Season, bersama pelukis Perancis, Jakarta. Di tahun 2008 Pameran lukisan di Gallery Denindo, Jakarta. Pameran lukisan di Lindra Gallery, Jakarta.
Di tahun 2007 mengikuti Pameran lukisan peringatan 100 hari wafatnya pelukis Barli Sasmita, di Museum Barli, Bandung. Pameran lukisan “Peduli Aceh”, Gedung GAPENSI Sudirman, Jakarta. Untuk tahun 2006 Pameran lukisan seleksi di Gedung WTC Jakarta. Pameran lukisan di Sahid Jaya Hotel, Jakarta. Pameran lukisan “Figur Wanita” Hotel Kartika Chandra, Jakarta Pameran lukisan “Dalam Pening” Gedung Arsip Nasional, Jakarta Pameran lukisan “Expressionist Landscape” Pusat Penelitian Nuklir, Jakarta Pameran lukisan lintas Jawa-Bali, Peluncuran Sekolah Alam Jurang Kandang Doang, Tangerang. Tahun 2004 Pameran lukisan “Napak Warsa 2004”, Sahid Jaya Hotel Jakarta. Pameran lukisan “Tiga Generasi Perupa Nasional”, Gedung WTC Jakarta. Pameran lukisan “Tebar Warna 2004”, Silaturahmi besar nasional Himpunan Pelukis Ubud di Bali Galeri, Bharata Gallery 9, Dewata Gallery di Bali Pameran lukisan “Harmony 2004”, Sahid Jaya Hotel Jakarta.
Di Tahun 2003 pernah Pameran lukisan bertiga,di Sanggar Telaga, Shangrilla hotel, Jakarta. Ancol 8th Art Festival, di Pasar Seni Ancol Jakarta. Pameran lukisan “Selaras”,di Gedung WTC Jakarta. Pameran lukisan di Beverly Hill Gallery,Taiwan. Pameran lukisan Pesona Ramadhan, Sahid Jaya Hotel Jakarta.1998 Pameran lukisan “Ciayumajakuning” ,Pendopo Kab.Cirebon. Adapun di tahun 1996 Pameran lukisan “Gebyar Pesona Kanvas”, Taman Budaya Bandung. Di tahun 1995 Pameran lukisan Kelompok Tujuh “50 Tahun Indonesia Merdeka”, di Graha Abdi Negara, Indramayu.
1993 mengikuti Pameran lukisan “Hari Pendidikan”, Bekasi. 1992 Pameran Tugas Akhir Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Yogyakarta. 1991 Pameran Kelompok 9 Perhimpunan Persahabatan Indonesia–Amerika,di Surabaya. Th 1990 Pameran Kelompok 9 di Joglo Taman Sriwedari, Surakarta–Solo. 1989 Pameran Hima Fakultas Seni Rupa Desain ISI Yogyakarta di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pameran Hima Fakultas Seni Rupa Desain ISI Yogyakarta di Sasana Adjiyasa, Yogyakarta. Th 1988 Pameran Hima Fakultas Seni Rupa Desain ISI Yogyakarta di Benteng Vanderburg, Yogyakarta. Th 1987 Pameran lukisan Hari Jadi Kota Indramayu. 1986 Pameran lukisan Hari Kesaktian Pancasila, Indramayu. 1985 Pameran lukisan Hari ABRI, Indramayu.
1984 Pameran lukisan OSIS SMP Negeri 2 Indramayu. 1983 Pameran lukisan Hari Jadi Kota Indramayu 1982 Pameran lukisan Hari Jadi Indramayu, Indramayu. 1981 Pameran lukisan Hari Kesaktian Pancasila, Indramayu. Pameran Tunggal 2008 Pameran lukisan “Landscape On The Spot” Lindra Gallery,Jakarta. Th 2005 Pameran lukisan “The Violin” Mega Mie Art Bintaro, Tangerang. Th 2000 Pameran lukisan “Peralihan Abad”, Sanggar Mulya Bhakti Indramayu. Pameran lukisan “Retrospeksi Syayidin” di Gedung Kesenian Wisma Dharma Indramayu.
Art Performance 2010 Demo lukis model Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanegara, Art Area Tangerang, Banten. Di Th 2009 Kolaborasi lukisan dan Tari Topeng Klana Sanggar Mulya Bhakti, Maestro muda Topeng Wangi Indriya, dalam peresmian Sanggar Mulya Bhakti yang didanai Media Kompas Jakarta, Indramayu. Kolaborasi lukisan dan Tari Topeng Tumenggung bersama Aerly Rasinah, dengan Sanggar Maestro Topeng Rasinah, dalam “Ngunjung Budaya”, Indramayu.
Kolaborasi lukisan dan piano klasik, Fahrezi Music Studio, Gedung Panti Budaya Indramayu Melukis tari Ronggeng Ketuk, TV Nusantara, Jakarta. Tahun 2008 Kolaborasi lukisan dengan Tari Kuda Lumping “Semangat Kebersamaan”, Periskop Metro TV Jakarta, Indramayu. Kolaborasi lukisan dan Brazilian Music, Lindra Gallery, Jakarta. 2007 Demo lukis model Nok Indramayu 2007 Demo lukis memperingati 1 Abad Maestro lukis Raden Saleh “Impresi Warna” Bengkel Seni Kampus Universitas Wiralodra, Indramayu. 2005 Demo lukis model “Annisa Pohan” di Sekolah Alam Jurang Kandang Doang Jakarta. Memeperoleh Prestasi di tahun 2008 Bea siswa studi banding Shanghai Art Contemporery, Shanghai Art Bienalle, dari Jakarta Auction di Shanghai.
Tahun 2003 meraih Karya Terbaik I Lomba Maskot PORDA IX Jawa Barat, di Indramayu. Harapan I Lomba Lukis Buku Cerita Depdiknas Tingkat Nasional, di Jakarta. 2001 Karya Terbaik I Lomba Lukis Buku Cerita “Muto sang Penasehat” Depdiknas Tingkat Nasional, di Jakarta. Di tahun 1996 meraih Karya Terbaik I Lomba Lukis Poster Ulang Tahun GOLKAR ke 30 Jawa Barat, di Bandung. Karya Terbaik II Lomba Lukis Macan Siliwangi, Ulang Tahun Kodam Siliwangi ke 50, Tingkat Jawa Barat, Bandung. 1998 Karya Terbaik Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Fakultas Seni Rupa dan Desain. Di tahun 1984 Penghargaan Seni Rupa dan Fotografi dari SMP Negeri 2 Indramayu. 1981 Lukisan Anak-anak Terpilih Tingkat Nasional Versi Majalah Bobo Jakarta. 1979 Lukisan Anak Terbaik Tingkat Kabupaten Indramayu. Itulah Syayidin dengan segudang prestasinya. Ia juga disebut sebagai pelukis yang multi talenta, karena diluar kesibukannya melukis iapun piawai memainkan berbagai alat musik tradisionil dan yang modern termasuk keyboard, piano, biola dll termasuk mencipta lagu dan menyanyi. Itulah Mengapa saya menjuluki sapuan palet di kanvas yang menjadi karyanya “Migrasi dari suluk ke harmoni” . *** Penulis adalah penikmat seni rupa.
Komentar