Warta Daerah : KAUM KUSAM DAN MASYARAKAT BERBAJU Oleh Nurochman Sudibyo YS.





















Seorang teman dari Desa Eretan Kulon pernah bercerita tentang TD –saudara perguruan dan teman seperjuangan guru spiritualnya. Konon di era 80-an TD adalah warga Desa Semirang yang kemudian menjadi seorang guru sebuah padepokan ‘Budi-Suci’ di Daerah Buyut Gentong –Budi Suci, adalah sebuah ilmu silat kombinasi tenaga batin. Saat itu ilmu kanuragan BS tengah diminati. Bahkan guru temanku itu juga sama-sama seorang pengajar ilmu kanuragan.
Dikemudian hari TD dan Guru temanku bersama pergi berguru manabah ilmu. Saat itu di paruh tahun 90-an mereka sama-sama mendalami ilmu kanuragan dan kebatinan tingkat tinggi di Banten. Adapun TD memilih cabang ilmu yang ditekuninya dengan nama Bumi Segandu hingga tamat. Sedang Guru temanku mengambil Ilmu Karomah. Selanjutnya sepulang meguru dari Banten mereka berpisah di Jakarta. Berikutnya TD pun menyebarkan ilmu yang diperolehnya itu pada murid-murid Budi Suci-nya. Sementara teman seperguruannya lebih memilih merantau ke berbagai daerah.

Sekitar tahun 1996-an kelompok TD Kembali beraktifitas di masyarakat khususnya di bidang pengajaran kebatinan dan kanuragan. Puncaknya di tahun 2000-an dimana Kadiapten Indrawijaya tengah dilanda demam tawuran dan perkelahian antar desa. Kelompok TD justru memberikan sumbangsih menggagas solusi mengatasi Tawuran dan perang antar desa. Caranya cukup cerdas, yaitu dengan membangun kemitraan bersama Pasukan Bayangkara Indrawijaya yang saat itu dipimpin oleh Senopati Bambang WT. Rupanya Bambang WT memang pimpinan Bhayangkara yang piawai. Uatamanya bagaimana ia membuat trik dalam memanfatakan situasi. Metoda pengamanan dengan pendekatan budaya yang dipilihnya ternyata, justru mampu meredam aksi tawuran. Tak heran jika dalam apel Hari Ulang Tahun Bhayangkara di masa kepemimpinannya Kelompok Perguruan TD pun di udang dan dipersilahkan menggelar ‘Pasukan Dayak’ yang kala itu berjumlah 60 orang.

Apa yang dilakukan Senopati Agung Bambang WT sudah barang tentu semacam menyindir masyarakat Indrawijaya yang terus menerus berseteru dan dilanda ‘perang antar desa’. Dalam pemikiran Bambang logikanya masyarakat desa yang gemar berperang antar suku adalah suku dayak, sebagaimana Suku Dayak di Kalimantan atau Irian. Mereka dianalogikan seperti di film-film Westeren sebagaimana sosok suku Indian dan Apache. Dengan menampilkan Dayak Bumi Segandu —nama yang kemudian diberikan pada komunitas perguruan pimpinan TD. Dari peristiwa ini wajar jika kelompok “Dayak” perguruan TD pun naik daun. Bagaimana tidak, Kelompok yang kemana-mana hanya bertelanjang dada, dengan rambut menjuntai ini justru memliki ilmu andalan kesabaran yang tidak dimiliki oleh kelompok perguruan lainnya. Diejek, dihina bahkan dicemoohkan yang bagaimana pun pada kelompok DBS tidaklah dladeni.
Sudah barangtentu Ilmu kesabaran ajineng rasa ini menarik untuk jadi kajian. Muatan clasic culture yang dibawa TD-isme bahkan menjadi bahan olok-olok Senopati Bayangkara Bambang pada masyarakat Indramayu lainnya yang dicekam konflik perang antar desa. Bambang pun menyindir; __jika kelompok Dayak Bumi Segandu saja tidak mengajarkan soal perang, masa masyarakat berbaju yang juga kaum intelek kok malah mudah diprofokasi untuk berperang. Logika inilah yang saat itu jadi kajian berfikir aparatur keamanan di era tawuran.

Seperti mendaat angin segar, Perguruan yang dipimpin Takmad pun mulai jadi sorotan publik dan media. Takmad tidak lagi dikenal sebagai seorang guru spiritual dari kelompoknya tetapi juga disebut-sebut sebagai kepala suku. Padahal jika dirunut sejarahnya Dayak Bumi Segandu yang dipimpin Takmad tidak punya histori tentang masyarakat dayak atau sebuah suku yang ada dan hidup ratusan tahun lalu, baik di Jawa, Sumatra bahkan di Kalimantan. Lalu kenapa kelompok Takmad disebut dayak, jika kronologis di Losarang dan di Jawa Barat saja tidak pernah mencatat adanya suku dayak?

Sebenarnya yang mengatakan Suku Dayak Losarang atau Suku Dayak Bumi Segandu atau yang mengatakan Takmad tengah mengajarkan aliran kepercayaan adalah orang lain. Sebab bagi kelompok Takmad Kata “Dayak” justru adalah ilmu yang tengah di tularkan kepada murid-muridnya. Dayak Bumi Segandu bermakna –sebuah ilmu Hidup sederhana untuk merengkuh (mencapai) bumi dalam genggaman (bumi segandu). Untuk mengetahui bagaimana ilmu ini sudah barangtentu hanya bisa ditanyakan pada seorang murid yang baru saja masuk dan berada pada cakupan seperempat tingkatan dalam pendalaman ilmu Dayak. Sebab bagi yang ada di tingkatan tinggi murid yang berada di komunitas ini sudah tidak lagi meladeni omongan atau memberikan penjelasan soal ilmu yang diperolehnya. Karena merupakan hal yang tabu.


Dalam pengamatan saya dan teman spiritualitas, yang menarik dari ilmu ajaran Takmad Diningrat, adalah tingkatan-tingkatan yang diterapkan sebagaimana ilmu silat dan perguruan karate. Untuk itu menguraikan rambut dan telanjang dada pada khususnya kaum lelaki kelompok penganut ilmu Dayak Bumi Segandu itu ada pada tingkatan satu sampai empat. Jika sudah lewat empat, maka selanjutnya siapapun boleh berbaju. Ketahui pula bahwa selama satu Mulud mereka tidak mandi. Ini sebuah ajaran melatih kesabaran tingkat tinggi. Dan di Mulud yang mereka lakukan adalah mandi kungkum (berendam) di sungai sebagai bentuk mengolah rasa menyatu dengan alam. Back to Nature seperti ini juga dilakukan oleh penganut ajaran olah rasa di India , bahkan juga di Kultur Barat.

Benarkah Kelompok takmad tidak beragama, atau mengajarkan agama pada anggota komunitasnya? Adalah salah besar jika kelompok Padepokan olah Rasa yang dipimpin Takmad ini adalah kelompok agama kesangyangan, atau agama baru yang mengancam ketahanan akidah islamiyah masyarakat muslim di sekelilingnya. Takmad sekali lagi adalah guru olah rasa. Sebuah ilmu kesabaran tingkat tinggi sebagaimana yang dilakukan para biksu di Tibet. Mereka memiliki ilmu kanuragan, tetapi tidak digunakan untuk berkelahi atau mengkomandoi nafsunya. Olah Rasa adalah seacam pengendalian diri untuk tidak mengsinggasanakan Harta dan nikmat dunia di atas segalanya. Dalam Islam Takmad tak ada bedanya dengan masyarakat muslim ber KTP muslim tapi tidak melaksanakan syareat islam. Jadi haruskah kita mengusir orang Islam yang tak mau Sholat, Jakat, Puasa, dan ber Haji? Sementara yang demikian itu jumlahnya cukup banyak, dan haruskah mereka diberi sangsi hukum negara? Bukanah warga negara RI diberi kebebasan berkeyakinan bahkan juga beragama.

Mereka anggota kelompok TD adalah para insan sebagaimana manusia yang punya nafsu dan keinginan. Hanya saja karena didasari kebatinan dan Rasa rumasa yang tinggi, saat bekerja dan menjalani hidup itu dilalui dengan tidak penuh semangat binatang atau setan. Kelompok Olah Rasa yang dikomandoi Takmad bukan mengajarkan pada anggota kelompoknya untuk pasrah dan sabar tok. Ia mengajarkan ilmu kanuragan dan batiniah dengan irama alam. Sebagaimana jika manusia menyatu dengan angin, panas matahari, aliran air dan menikmati tapa brata di keramaian dan jagat padang ini dengan sajian sari pati buah dunia.

Lalu apakah kelompok TD ini berbahaya dan bakal mengikis kadar Islamiyah masyarakat di ligkungannya. Tentu saja menggelikan jika masyarakat berbaju yang intelek dan bertalenta justru mengusik kelompok Takmad ini. Takmad sekali lagi tidak sedang mengajarkan agama. Ia adalah seorang guru spiritual dan ilmu kanuragan. Jadi bagaimana dengan kita yang masuk kategori masyarakat penganut

Pandangan Takmad terhadap Ibu dan kaum wanita
Kelompok takmad dan komunitas penganut ajaran kanuragan dan kebatinan tingkat tinggi Olah Rasa, sudah barangtentu sangat menghormati kaum wanita. Hal ini bukan saja karena leluhur kita dulu mengajari soalan derajat kewanitaan dalam kelas yang lebih tinggi. Jadi jangan salahkan jka komunitas Takmadisme sedemikian menghormati perjuangan kaum ibu yang sedemikian sabar melakoni hidup. Wanita diposisikan di sebuah tempat dan derajat yang tinggi karena kesabarannya. Dalam istilah perguruan takmad sosok Ibu disebut sebagai nyi Dewi Ratu. Ilmu kesabaran tingkat tingi yang dimiliki wanita tercermin lewat bhaktinya pada suami dan kasih sayangnya saat bertapa sembilan bulan mengandung dan disaat menghadapi peristiwa lahirnya keturunan serta dilanjut kan pendidikan anakmulai jabang, ini sesungguhnya pelajaran manusiawi yang turun-temurun tetapi tidak diformalkan.

Kesadaran Sosialnya Tinggi
Kelompok takmad sebagaimana masyarakat agraris lainnya, menyukai kehidupan alami dan berdekat-dekatan dengan pemilik keagungan alam ini. Tidaklah heran jika Takmad mengjari anggota komunitasnya juga keluarga besarnya untuk selalu mengaji rasa dan memiliki rasa rumasa terhadap anggota masyarakat yag ada di sekitarnya. Sebagaimana disampaikan seorang Guru SD Suwandi di Krimun yang mengatakan bahwa setiap panen Jagung, Timun atau Ubi mereka kaum kusame Takmadisme berkirim hasil buminya pada masyarakat sekelilingnya juga penuh perhatian pada dunia pendidikan beserta perangkat guru yag berjuang diwilayah pendidikan tersebut.

Peminat Olah Rasa Banyak tapi menjadi Anggota komunitas yang konsisten untuk memiliki ilmu ini tak akan mencemaskan.Saya tidak pernah yakin kalau kelak sekabupaten Indramayu bakal memilih hidup sebagaimana kaum Kusam Takmadisme.Persoalannya bukan saja karena mereka berpenampilan ortodok, Nggak Gaul atau modern sebagaimana masyarakat di negara maju. Selain kemalasan gaya hidup hedonisme dan konsumtif memang telah melanda kaum berbaju dan intelek. Jadi untuk masuk ikut ajaran ilmu kanuragan dan kebatinan ini kayaknya yang bisa tergiur hanya kalangan masyarakat agraris saja. Yang memang telah bosan dengan kemapanan dan bujuk rayu setan.


Mereka Tak bisa dipaksa pakai baju.
Sebuah komunitas yang dibangun untuk mengakrabi alam. Dalam culture Padepokan Bumi Segandu, mengajarkan hidup tanpa baju. Sekilas nampak upaya melakukan perlawanan terhadap kodratullah layaknya manusia yang beradab. Namun Takmad rupanya bukan tengah menyoal soal keberadaban lewat casing atau performen.Ia justru tengah memanifestasikan kehidupan di alam ini dengan merasakan apa yang ada diselaraskan dengan kondisi alam yang sebenarnya.

Mereka alergi warna-warna bermakna
Perguruan pimpinan Takmad, memang tidak menonjolkan waran bahkan menyukai hal yang berwarna. Tak heran jika ideom mereka warna kulit bambu yang alami, hitam dan warna tanah. Mereka hidup seadanya tanpa dipaksa-paksa. Baju bagi mereka hanya laya dipakai oleh kaum ibu dan anak-anak. Aum bapak harus memaknao sendri rasaneng alam.

Takmad-isme adalah ajaran karuhun yang mendekatkan diri kita pada pemilik alam dan mencintai alam.
*** Nurochman Sudibyo YS.
Adalah Seniman, Budayawan, Pemerhati seni, Tulisannya berupa Cerpen, Puisi, Esai dan catatan kebudayaan, banyak dimuat di berbagai media massa Pusat dan Daerah. Karya-karyanya juga telah dibukukan baik tunggal maupun bersama penulis lain. Sejak tahun 1990 menjadi Ketua Medium Sastra & Budaya Indonesia. Serta Pengurus Dewan Kesenian Indramayu. Alamat kantor : DKI (Dewan Kesenian Indramayu) Jl. RA. Kartini No. 1 Indramayu Jawa Barat 45212. Alamat Rumah : Blok Jembatan Maja, Jl. By Pass Celeng Lohbener Rt. 33 Rw. 08. Desa Lohbener Kec.Lohbener Kab. Indramayu JABAR.
No. HP : 085224141144 dan 085224141148
No. Rekening: an. NUROCHMAN SUDIBYO YS
No. Rekening : 0028-01-020625-50-9
Bank Rakyat Indonesia Cabang 0028 Indramayu

Komentar